Selular.ID – September menjadi ritual yang sangat penting bagi dua brand smartphone terkemuka, Apple dan Huawei.
Keduanya vendor yang identik dengan smartphone kelas premium itu, sama-sama meluncurkan varian terbaru yang diharapkan dapat menggebrak pasar smartphone di Indonesia.
Mendahului Apple, pada Rabu (17/9), Huawei resmi memperkenalkan Pura 80 Series. Ini adalah kali pertama rebranding Seri P yang ikonik – yang dilakukan Huawei pada April 2024 – menjadi Pura Series menyambangi penggemarnya di Indonesia.
Sebelum mendarat di Tanah Air, Huawei Pura 80 series lebih dulu diperkenalkan secara global di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) pada 10 Juli 2025, dan kemudian tampil perdana di Asia Tenggara lewat sebuah acara di Bangkok, Thailand, pada akhir Juli.
Dengan teknologi seperti kamera 1 inci Ultra Lighting dan sistem zoom optik fleksibel, Huawei jelas mencoba untuk menarik segmen konsumen yang lebih mengutamakan kualitas fotografi, yang mungkin menjadi nilai jual lebih dibandingkan dengan apa yang ditawarkan iPhone 17 di segmen tersebut.
Di sisi lain, peluncuran iPhone 17 Series di pasar global sudah dimulai dengan pre-order pada 12 September di Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura, diikuti penjualan resmi pada 19 September 2025.
Di Indonesia sendiri, dengan tidak adanya persoalan TKDN seperti tahun sebelumnya yang menimpa iPhone 16, seri iPhone 17 dipastikan tidak akan mengalami hambatan dalam peluncurannya.
Menurut Kemenperin , keempat model yang diluncurkan di pasar global – iPhone 17, iPhone 17 Air, iPhone 17 Pro, dan iPhone 17 Pro Max – telah mengantongi sertifikat TKDN pada Kamis (11/9).
Dalam sertifikat tersebut, tiap model meraih nilai TKDN 40%, menjadi syarat penting agar bisa dipasarkan secara resmi.
Setelah TKDN, Apple tinggal menunggu proses izin edar dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melalui sertifikasi Postel, yang biasanya memakan waktu sekitar dua minggu.
Dengan demikian, jika tak ada aral melintang, keempat varian iPhone 17 diprediksi sudah tersedia di berbagai toko-toko milik distributor yang menjadi mitra Apple, pada awal Oktober 2025.
Meski harga resmi iPhone 17 di Indonesia belum diumumkan, namun kita bisa melihat Singapura sebagai patokan.
Saat resmi dipasarkan pada Jumat (12/9), harga iPhone 17 di negeri kota itu terbilang bervariasi. Untuk iPhone 17 harga mulai dari S$1.299 atau sekitar Rp16,6 juta.
Untuk seri iPhone 17 Air harganya mulai dari S$1.599 atau jika dirupiahkan sekitar Rp20,400. Sedangkan model iPhone 17 Pro dibandrol mulai dari S$1.749 atau sekitar Rp22,4 juta.
Dari semua varian iPhone 17, model Pro Max yang merupakan kasta tertinggi – RAM mencapai 2 TB – dilego seharga S$ 3.099 atau Rp 39.620.653. Harga itu hampir sama dengan bandrol motor Honda ADV 160.
Sekarang kita bandingkan dengan harga Huawei Pura 80 Series. Untuk diketahui, hanya ada dua varian Huawei Pura 80 yang melenggang di Indonesia, yaitu Pura 80 Ultra dan Pura 80 Pro.
Untuk harga, sebagai varian tertinggi, Huawei Pura 80 Ultra dibandrol Rp22.999.000. Sedangkan Huawei Pura 80 Pro, konsumen cukup menebus dengan harga leih murah, yaitu Rp14.999.000.
Sesaat setelah peluncuran, Huawei menjanjikan bahwa kedua model tersebut sudah tersedia untuk pre-order dan selanjutnya akan segera didistribusikan ke seluruh gerai resmi Huawei di Indonesia.
Baca Juga: iPhone 17 Pro Hantam Pasar Gaming Phone dengan Performa Stabil
Pasar Smartphone Indonesia Tengah Lesu Dipicu Lemahnya Daya Beli
Kehadiran iPhone 17 Series dan Huawei Pura 80 Series, menandakan bahwa vendor-vendor tetap menempatkan Indonesia sebagai pasar yang penting.
Populasinya yang besar, kelas menengah yang terus berkembang, dan pertumbuhan adopsi 5G, menjadikan pasar Indonesia layak diperebutkan.
Meski demikian, saat ini pasar smartphone Indonesia tidak sedang ‘baik-baik saja”. Tercermin dari menurunnya permintaan sejak beberapa kuartal terakhir.
Apalagi tren penurunan kini juga “menghantam” segmen menengah dan premium, yang sebelumnya cukup kebal, meski ekonomi melesu.
Tengok saja laporan IDC. Menurut laporan firma riset terkemuka yang berbasis di Needham, Massachusetts (AS) itu, terdapat penurunan pertumbuhan pengapalan ponsel di Indonesia dalam tiga bulan yang berakhir di Juni 2025.
IDC menyebutkan bahwa hal itu tak dapat dilepaskan dari anjloknya daya beli masyarakat. Adapun penurunannya sebesar 3,5% secara tahun-ke-tahun (YoY), sekaligus menandai kinerja paling anjlok di kawasan Asia Tenggara.
Seperti Indonesia, pasar ponsel Vietnam juga turun 1,7% pada Q2 2025. Meski demikian, penurunannya tak separah pasar Tanah Air.
Sementara itu, negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara justru menunjukkan pertumbuhan positif. Filipina memimpin pertumbuhan sebesar 17,2%, disusul Malaysia (7,8%), Thailand (4%), dan Singapura (2%).
Seperti halnya IDC, Counterpoint, juga melaporkan pasar ponsel Indonesia yang belakangan tidak sebaik tahun- tahun sebelumnya.
Menurut lembaga riset yang berbasis Hong Kong itu, Pengiriman ponsel pintar Indonesia menurun pada Q2-2025 karena melemahnya permintaan dan ketidakpastian ekonomi.
Tercatat, pengiriman turun hingga 7% yoy karena penurunan di segmen menengah dan premium, meskipun sektor entry-level (perangkat dengan harga kurang dari $150) meningkat 3%.
Peneliti Counterpoint Research Ridwan Kusuma, menjelaskan insentif pemerintah untuk merangsang konsumsi “terutama ditujukan untuk kebutuhan esensial dan tidak mampu mengangkat pasar ponsel pintar”.
Meski terjadi penurunan, Counterpoint mencatat pengiriman model 5G menyumbang 35% dari total, naik dari 32% dibandingkan Q2 2024. Lonjakan itu menunjukkan bahwa penetrasi smartphone 5G terus meningkat, seiring dengan harga yang semakin terjangkau.
Dengan tren penurunan itu, kompetisi antar vendor tentu berlangsung lebih ketat. Pasalnya, di tengah permintaan yang menurun, umumnya peningkatan pangsa pasar satu vendor, karena ia mampu mencuri pangsa pasar dari para pesaingnya.
Hal itu tercermin dari posisi lima besar. Menurut laporan IDC, Vivo dan Oppo, mencatat penurunan paling parah di pasar Indonesia. Vivo menempati posisi lima dengan penurunan paling drastis sebesar 32,1%.
Selanjutnya, Oppo yang menduduki posisi keempat juga membukukan kinerja minus yang cukup dalam sebesar 29,2%.
Sementara itu, Xiaomi yang berada di urutan ketiga masih bertumbuh tipis 0,2% YoY, dengan pangsa pasar 16,6%.
Selanjutnya, Samsung menempati posisi kedua dengan pangsa pasar 18,5%. Chaebol asal Korea Selatan ini menunjukkan pertumbuhan pengapalan yang cukup signifikan sebesar 7% YoY.
Di sisi lain, Transsion Group (Infinix, Tecno, Itel) masih bertahan di posisi pertama dengan pangsa pasar 21,5%. Vendor asal China tersebut berhasil mencatat pertumbuhan terbesar di antara vendor lainnya, yakni 9,5% YoY.
Berbeda dengan IDC, Couterpoint menempatkan Xiaomi sebagai raja ponsel Indonesia pada Q2-2025. Laporan Counterpoint Research menunjukkan vendor yang berbasis di Beijing itu, mencatat peningkatan pengiriman sebesar 10%.
Pencapaian itu mempertahankan posisi Xiaomi sebagai penguasa pasar ponsel Indonesia dengan pangsa sebesar 21%.
Sebelumnya pada periode tiga bulan awal 2025, Xiaomi juga memimpin sebagai merek smartphone terlaris di Tanah Air dengan menguasai 19,5% pangsa pasar.
Kejutan terjadi pada posisi dua. Samsung sukses menyodok dengan dengan pangsa 20%, naik dari 16%, setelah mencatat pertumbuhan pengiriman sebesar 20%.
Naiknya pangsa pasar Xiaomi dan Samsung membuat pemain lain ‘menderita’.
Tercatat market share Oppo turun dari 18% menjadi 16% setelah pengiriman turun 14%. Padahal beberapa tahun sebelumnya, Oppo merupakan langganan penguasa pasar smartphone Indonesia.
Nasib yang sama juga dialami Vivo. Pangsa pasar Vivo turun 5 poin persentase menjadi 13%, dengan pengiriman anjlok hingga 29%.
Peringkat kelima diduduki Infinix. Vendor yang bernaung di bawah bendera Transsion Group itu, memiliki pangsa pasar 10% dan pertumbuhan pengiriman sebesar 5%.
Baca Juga: Tak Terpengaruh iPhone 17 Huawei Optimistis Mampu Bersaing di Pasar Flagship