Jakarta, CNN Indonesia --
Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong memperingatkan potensi pecahnya perang dagang besar-besaran buntut kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Dalam pernyataan video, Wong mengungkapkan pemberlakuan tarif besar-besaran oleh AS terhadap berbagai negara akan berdampak pada stabilitas perdagangan dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Trump baru-baru ini memberlakukan tarif timbal balik atau resiprokal terhadap sejumlah negara, termasuk Singapura dan Indonesia, dengan besaran pungutan yang berbeda-beda. Trump mengenakan tarif impor itu ke Negeri Singa sebesar 10 persen, sementara ke Republik Indonesia (RI) sebesar 32 persen.
Menurut Wong, langkah Trump ini melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan berisiko meletuskan perang dagang skala besar yang akan merugikan semua pihak.
"Tindakan ini jelas melanggar aturan WTO dan telah memicu serangkaian balasan dari negara lain. Akibatnya, kita sekarang menghadapi risiko nyata dari perang dagang global, yang akan merugikan semua pihak," kata Wong dalam pernyataan video yang disiarkan Channel News Asia (CNA).
Wong berujar saat ini ada perubahan besar dalam tatanan global yang perubahannya merugikan negara dengan ekonomi kecil dan terbuka seperti Singapura.
Pengumuman "Hari Pembebasan" Trump baru-baru ini, menurutnya, telah menandai berakhirnya era globalisasi berbasis aturan dan perdagangan bebas.
"Kita memasuki fase baru, yang lebih sewenang-wenang, proteksionis, dan berbahaya," ucap Wong.
Wong menyampaikan selama beberapa dekade, AS adalah landasan bagi ekonomi pasar bebas dunia. AS mengampanyekan perdagangan bebas dan memimpin upaya membangun sistem perdagangan multilateral yang didasarkan pada aturan dan norma yang jelas, di mana negara-negara dapat mencapai manfaat bersama melalui perdagangan.
Sistem WTO ini, ucap Wong, membawa stabilitas dan kemakmuran yang belum pernah terjadi sebelumnya ke dunia dan ke AS sendiri. Namun kini, pemberlakuan tarif besar-besaran oleh Trump, yang diklaim sebagai upaya melindungi industri domestik AS, telah menandai berakhirnya kestabilan tersebut.
"Bagi Singapura, sebagai negara ekonomi kecil dan terbuka, situasi ini sangat memprihatinkan," ucapnya.
"Perdagangan adalah nyawa kita. Kita berkembang dengan menjadi pusat perdagangan dan investasi global dan dengan menjalin hubungan ekonomi yang kuat dengan negara-negara di seluruh dunia," lanjutnya.
Wong menuturkan jika tatanan perdagangan global berbasis aturan runtuh dan negara-negara mulai bertindak secara sepihak dan proteksionis, hal itu akan berdampak serius pada ekonomi dan mata pencaharian Singapura.
Singapura saat ini telah menyampaikan keprihatinan kepada AS dan negara lain serta mendesak seluruh pihak untuk menahan diri dan menyelesaikan perbedaan melalui dialog dan dalam kerangka WTO.
"Kami akan terus bekerja dengan negara-negara yang berpikiran sama untuk mendukung sistem perdagangan multilateral berbasis aturan dan untuk menjaga pasar kita tetap terbuka," ucapnya.
Berikut pernyataan lengkap PM Singapura Lawrence Wong menanggapi kebijakan tarif Trump:
Saya telah mengatakan sebelumnya bahwa dunia sedang berubah dengan cara yang merugikan ekonomi kecil dan terbuka seperti Singapura.
Beberapa orang sebelumnya mempertanyakan penilaian ini.
Namun, pengumuman "Hari Pembebasan" baru-baru ini oleh AS tidak menyisakan keraguan.
Ini menandai perubahan besar dalam tatanan global. Era globalisasi berbasis aturan dan perdagangan bebas telah berakhir. Kita memasuki fase baru-yang lebih sewenang-wenang, proteksionis, dan berbahaya.
Selama beberapa dekade, AS adalah landasan bagi ekonomi pasar bebas dunia.
Mereka mengkampanyekan perdagangan bebas, dan memimpin upaya membangun sistem perdagangan multilateral, yang didasarkan pada aturan dan norma yang jelas, di mana negara-negara dapat mencapai manfaat bersama melalui perdagangan.
Sistem WTO ini membawa stabilitas dan kemakmuran yang belum pernah terjadi sebelumnya ke dunia, dan ke AS sendiri.
Namun kini, AS telah secara sepihak memberlakukan tarif besar-besaran pada barang-barang dari berbagai negara, termasuk mitra dagang terdekat dan sekutu lamanya.
Mereka mengklaim bahwa ini untuk melindungi industri domestik mereka dan pekerja Amerika.
Namun, tindakan ini jelas melanggar aturan WTO, dan telah memicu serangkaian tindakan balasan dari negara lain.
Akibatnya, kita sekarang menghadapi risiko nyata dari perang dagang global, yang akan merugikan semua pihak.
Bagi Singapura, sebagai ekonomi kecil dan terbuka, situasi ini sangat memprihatinkan.
Perdagangan adalah nyawa kita. Kita berkembang dengan menjadi pusat perdagangan dan investasi global, dan dengan menjalin hubungan ekonomi yang kuat dengan negara-negara di seluruh dunia.
Jika tatanan perdagangan global berbasis aturan runtuh, dan negara-negara mulai bertindak secara sepihak dan proteksionis, itu akan berdampak serius pada ekonomi dan mata pencaharian kita.
Pemerintah Singapura telah menyatakan keprihatinan kita kepada AS dan negara lain, dan mendesak semua pihak untuk menahan diri dan menyelesaikan perbedaan mereka melalui dialog dan dalam kerangka WTO.
Kami akan terus bekerja dengan negara-negara yang berpikiran sama untuk mendukung sistem perdagangan multilateral berbasis aturan, dan untuk menjaga pasar kita tetap terbuka.
Namun, kita juga harus bersiap menghadapi lingkungan eksternal yang lebih menantang dan tidak pasti.
Kita harus menggandakan upaya kita untuk mendiversifikasi ekonomi kita, mencari pasar dan peluang baru, dan memperkuat daya saing dan ketahanan kita.
Kita telah menghadapi tantangan sebelumnya, dan kita telah mengatasinya dengan bekerja sama sebagai satu bangsa.
Saya yakin bahwa jika kita tetap bersatu, bertekad, dan tangguh, kita akan mampu mengatasi tantangan ini, dan muncul lebih kuat sebagai sebuah negara.
Terima kasih.
(blq/bac)