CNN Indonesia
Jumat, 11 Apr 2025 13:34 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden China Xi Jinping menggalang dukungan dari negara-negara Asia Tenggara dan Uni Eropa usai dipatok tarif impor gila-gilaan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Hari ini, Jumat (11/4), Xi bertemu dengan Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez yang mengunjunginya di Beijing.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertemuan Sanchez dan Xi terjadi di tengah kemelut perang dagang yang baru-baru ini dipicu Trump. Pada 5 April, Trump resmi memungut tarif impor sebesar 10 persen untuk semua barang dari seluruh negara.
Dia juga menambahkan tarif spesifik yang disebut tarif timbal balik atau resiprokal untuk puluhan negara yang mengenakan pajak terhadap produk-produk AS.
Hubungan Spanyol dan China terbilang cukup baik di bidang perdagangan. Spanyol membeli sekitar 45 miliar euro barang setiap tahun dari China, yang merupakan mitra dagang terbesar keempatnya. Spanyol sebaliknya menjual barang senilai 7,4 miliar euro ke China.
Hubungan Sanchez dengan China sendiri juga baik. Ia sempat bersitegang dengan negara Uni Eropa lain pada September 2024 karena mendukung China dengan mendesak blok tersebut mempertimbangkan kembali rencana penerapan tarif tinggi pada mobil listrik Beijing.
Uni Eropa saat itu berpendapat tarif pada Beijing diperlukan untuk melindungi produsen Eropa dari persaingan tidak adil dengan perusahaan-perusahaan China yang didukung negara.
Selain dengan Spanyol, Xi juga akan bertemu dengan pemimpin tiga negara Asia Tenggara dalam turnya ke Vietnam, Malaysia, dan Kamboja. Lawatan itu akan dilakukan pekan depan pada 14-18 April 2025.
Kamboja, Vietnam, dan Malaysia adalah negara-negara yang terkena tarif resiprokal selangit oleh Trump. Kamboja dikenakan tarif sebesar 69 persen, sementara Vietnam dan Malaysia masing-masing 46 persen dan 24 persen.
Meski begitu, tarif resiprokal ini telah ditunda realisasinya karena keputusan Trump pada Rabu (9/4). Selama 90 hari, Trump hanya akan mengenakan tarif dasar 10 persen kepada semua negara yang kena tarif resiprokal, kecuali China.
Keputusan Trump mengecualikan China dari penundaan ini karena Beijing terus membalas tarif tambahan AS. China pun saat ini dijerat tarif super tinggi yakni 145 persen.
Meski dijerat tarif sedemikian rupa, Xi Jinping nyatanya tak acuh. Bukannya bernegosiasi dengan Trump, ia justru memperkuat hubungan China dengan negara-negara lain yang juga berada di bawah ancaman tarif gila Washington.
Vietnam telah lama menjalankan "diplomasi bambu" dengan China. Dengan Kamboja, China juga mengucurkan miliaran dolar dalam bentuk investasi infrastruktur selama masa kepemimpinan Presiden Kamboja Hun Sen.
Relasi China dan Malaysia juga sangat baik karena Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar Negeri Jiran selama 15 tahun berturut-turut.
(blq/bac)