Jakarta, CNN Indonesia --
Sejumlah fenomena akan menghiasi langit selama Juni ini, di antaranya hujan meteor Bootids dan Strawberry Moon. Beberapa fenomena langit yang terjadi pada Juni dapat dinikmati dengan mata telanjang, tetapi lainnya perlu dilihat pakai bantuan alat seperti teropong atau teleskop.
Sebelum mulai menikmati, Anda perlu memastikan langit malam sedang cerah, tak tertutup awan tebal atau bahkan hujan, serta jauh dari polusi cahaya perkotaan. Dikutip dari berbagai sumber, berikut daftar fenomena langit pada Juni 2025:
Hujan meteor Arietids (7 Juni)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hujan meteor ini akan mengalami puncaknya pada 7 Juni mendatang. Namun sayangnya puncak fenomena ini akan terjadi pada siang hari.
Walau begitu hujan meteor ini masih bisa disaksikan saat langit masih gelap sebelum Matahari terbit.
Hujan meteor Arietids sendiri aktif pada 29 Mei hingga 7 Juni. Titik radian hujan meteor ini berada di rasi Aries. Anda akan menemukan rasi bintang ini di arah timur sebelum Matahari terbit.
Strawberry Moon (11 Juni)
Bulan Purnama pada Juni dikenal juga sebagai Strawberry Moon. Meski demikian, Bulan tidak akan berwarna merah sebagaimana stroberi.
Julukan Strawberry Moon yang dipopulerkan Farmers' Almanac ini berasal dari tradisi Pribumi di Amerika Utara yang mengaitkan Bulan purnama dengan acara panen dan perburuan tahunan. Bulan Juni sendiri merupakan masa pematangan stroberi liar.
Sementara julukan Eropa kuno untuk Bulan purnama Juni adalah Mead atau Bulan Madu. Menurut NASA, hal ini mungkin terkait panen madu yang terjadi selama Bulan ini. Ini kemungkinan juga adalah inspirasi untuk Bulan madu modern, karena tradisi kuno menyerukan pernikahan di Bulan Juni.
Solstis Juni (21 Juni)
Fenomena solstis yang menandai awal musim panas di belahan Bumi utara akan berlangsung pada Kamis (21/6).
Menurut Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa di Badan Riset dan Inovasi Nasional (ORPA BRIN), solstis merupakan fenomena ketika Matahari melintasi Garis Balik Utara atau Garis Balik Selatan.
Saat solstis terjadi, Matahari akan mencapai titik terjauh di utara ekuator langit. Lebih tepatnya, garis khayal atau imajiner pada bola Bumi yang terletak pada lintang yang senilai dengan kemiringan sumbu Bumi, yakni 23,44 Lintang Utara dan 23,44 Lintang Selatan.
Kemudian Matahari akan mencapai titik tertinggi di langit sepanjang tahun ini, berdiri 71 derajat di atas ufuk selatan.
Karena Matahari akan tampak menggambarkan busur tinggi di langit, maka durasi siang hari akan menjadi yang paling ekstrim, yaitu berlangsung hingga 15 jam 17 menit.
Fenomena ini menjadi penanda pergantian musim bagi negara-negara subtropis dan berlintang tinggi yang rutin terjadi dua kali dalam setahun, yakni tiap Juni dan Desember.
Hujan meteor Bootids (27 Juni)
Hujan meteor Bootids akan memberi pertunjukan puncak pada 27 Juni. Hujan meteor ini sendiri aktif pada 22 Juni hingga 2 Juli.
Selama periode tersebut, hujan meteor Bootid akan terlihat di rasi Bootes, dengan jumlah meteor yang tampak meningkat semakin tinggi titik pancarannya di langit.
Dilihat dari Jakarta, hujan meteor ini akan aktif setiap hari sejak senja sampai sekitar pukul 02:00 saat titik radiannya terbenam di bawah ufuk barat.
Hujan meteor ini akan menghasilkan tampilan terbaiknya pada jam-jam sekitar pukul 20:00 WIB, saat titik radiasinya berada paling tinggi di langit.
Hujan meteor ini diperkirakan akan mencapai puncak aktivitasnya sekitar pukul 18:00 WIB tanggal 27 Juni 2025. Maka dari itu, pemandangan terbaik akan bisa dinikmati setelah senja tanggal 27 Juni.
Konjungsi Mars-Bulan (30 Juni)
Sebagai penutup, Bulan sabit yang sedang membesar dan Mars akan menampilkan pertunjukan kecil. Tetangga langit kita ini akan berpapasan dalam jarak 1°16' satu sama lain.
Anda juga mungkin melihat fenomena "earthshine", di mana cahaya yang dipantulkan dari Bumi membuat bagian Bulan sabit yang tidak diterangi menjadi bersinar redup. Hal ini paling sering terjadi setelah Matahari terbenam atau tepat sebelum Matahari terbit.
(lom/fea)