DPR Pertanyakan Sikap Negarawan Hakim MK Soal Putusan Pelaksanaan Pemilu

1 day ago 2

Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: (Pram/Fajar)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2024 tentang pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu lokal dinilai bersifat paradoks. Dalam putusan sebelumnya, MK telah memberi enam opsi model keserentakan pemilu. Putusan yang terbaru justru membatasi pada satu model keserentakan.

Hal itu diungkapkan Anggota Komisi II DPR Muhammad Khozin. Ia menilai putusan yang terbaru membatasi model keserentakan yang sebelumnya MK telah memberikan 6 alternatif pilihan.

"Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang diucapkan pada 26 Februari 2020, MK telah memberi enam opsi keserentakan pemilu. Tapi putusan MK yang baru justru membatasi, ini paradoks,” kata Khozin dalam keterangan tertulis dilansir pada Senin (30/6/2025).

Menurut Khozin, semestinya MK konsisten dengan putusan sebelumnya yang memberi pilihan kepada pembentuk undang-undang (UU) dalam merumuskan model keserentakan dalam UU Pemilu.

“Bahwa UU Pemilu belum diubah pasca putusan 55/PUU-XVII/2019 tidak lantas menjadi alasan bagi MK untuk “lompat pagar” atas kewenangan DPR. Urusan pilihan model keserentakan pemilu merupakan domain pembentuk UU,” tegas Politisi Fraksi PKB ini.

Apalagi, kata dia, dalam pertimbangan hukum di angka 3.17 putusan MK No 55/PUU-XVII/2019 secara tegas menyebutkan bahwa MK tidak berwenang menentukan model keserentakan pemilihan.

“Putusan 55 cukup jelas, MK dalam pertimbangan hukumnya menyadari urusan model keserentakan bukan domain MK, tapi sekarang justru MK menentukan model keserentakan,” sesal Khozin.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi