Jakarta, Gizmologi – Industri game Asia memasuki babak baru dengan digelarnya gamescom asia x Thailand Game Show 2025 (TGS 2025), sebuah kolaborasi yang mempertemukan dua ekosistem terbesar, dan pameran internasional dan festival gamer terbesar Asia Tenggara. Tahun depan, Bangkok akan menjadi panggung utama bagi publisher global, studio independen, dan pelaku industri untuk menunjukkan arah masa depan gaming dari teknologi, esports, hingga IP lintas media. Agenda ini menandai pertama kalinya gamescom asia memperluas kehadiran fisiknya ke Thailand, mempertegas posisi kawasan ini sebagai motor pertumbuhan industri game global.
Asia Tenggara kini menjadi pasar gaming dengan pertumbuhan tercepat di dunia, ditopang budaya mobile gaming, komunitas esports, serta dukungan pemerintah terhadap ekonomi digital. Dengan lebih dari 350 juta gamer aktif di kawasan ini, banyak perusahaan melihat Asia bukan lagi target sekunder, tetapi medan utama untuk membangun IP dan ekosistem game berkelanjutan. Thailand, Indonesia, dan Filipina menjadi tiga negara yang disebut paling potensial dalam laporan terbaru Newzoo.
Namun, di balik euforia tersebut, muncul tantangan fundamental apakah kawasan ini hanya akan menjadi pasar konsumen, atau juga mampu menjadi produsen IP global? Inilah pertanyaan besar yang coba dijawab oleh gamescom asia x TGS 2025. Kolaborasi ini tidak hanya menghadirkan pameran, tetapi forum industri, sesi pitching, business matching, dan platform bagi studio lokal untuk bertemu penerbit global. Dari sinilah arah masa depan industri game regional bisa mulai dibentuk.
Baca Juga: Bocoran Xbox Magnus dan PlayStation 6, Dua Visi Berbeda Menuju Perang Konsol 2027
Capcom, Bandai, dan Raksasa Lain Turun Gunung

Edisi 2025 akan menjadi panggung kelas dunia. Nama-nama besar seperti Capcom, Bandai Namco, Square Enix, hingga HoYoverse dilaporkan siap ambil bagian. Kehadiran publisher gigantik ini menunjukkan bahwa Asia Tenggara bukan lagi pasar pengujian, melainkan wilayah strategis untuk peluncuran IP besar dan interaksi langsung dengan komunitas. Capcom, misalnya, disebut akan memamerkan proyek terbaru pasca keberhasilan Resident Evil dan Street Fighter, sementara Bandai diyakini membawa IP anime-game terbaru yang menyasar pasar mobile.
Tidak hanya raksasa Jepang, Western publishers dan platform juga dikabarkan akan hadir, termasuk Xbox Asia dan Ubisoft. Lebih menarik lagi, sektor indie diberi porsi khusus melalui zona Indie Arcade, di mana puluhan studio Asia akan menampilkan proyek mereka mencari publisher atau investor. Hal ini menjadi langkah strategis, mengingat banyak IP sukses global seperti Stardew Valley dan Hollow Knight lahir dari studio kecil yang diberi panggung.
Namun, keterlibatan besar ini juga menimbulkan diskusi mengenai keberlanjutan industri lokal. Banyak pengamat menyoroti bahwa keberadaan publisher internasional bisa mendominasi panggung, membayangi karya pengembang domestik. Di sisi lain, kolaborasi dan eksposur dianggap sebagai kesempatan langka bagi kreator regional untuk menembus pasar global. Bagi Indonesia, momentum ini penting mengingat semakin banyak studio lokal seperti Toge Productions dan Agate yang mulai dikenal di kancah internasional.
Identitas Game di Asia?
gamescom asia x TGS 2025 bukan sekadar festival gamer, tetapi deklarasi geopolitik industri kreatif. Pemerintah Thailand secara terbuka mendukung acara ini sebagai bagian dari strategi Digital Economy 2030, dengan harapan menempatkan Bangkok sebagai hub gaming dan esports Asia. Pertanyaannya, apakah Indonesia dan negara lain akan tertinggal jika tidak mengambil langkah serupa? Saat ini, ekosistem kita masih kuat di komunitas, tetapi belum stabil di investasi dan perlindungan IP.
Event ini juga menyoroti pergeseran budaya konsumsi game. Jika dulu Asia dikenal sebagai pasar F2P mobile, kini minat terhadap game single-player, konsol, hingga VR semakin meningkat. Publisher global melihat generasi gamer Asia tidak hanya sebagai pembelanja, tetapi pembentuk tren. Dari sinilah muncul peluang bagi studio regional untuk menciptakan identitas: game dengan narasi lokal, budaya Asia, dan estetika yang berbeda dari arus utama Barat.
Meski demikian, tantangan sudah menunggu. Monetisasi, lisensi, dan perbedaan regulasi antarnegara menjadi hambatan nyata. Tanpa fondasi pendidikan industri dan dukungan kebijakan, Asia berisiko hanya menjadi ajang promosi game luar negeri. gamescom asia x TGS 2025 bisa menjadi titik balik asalkan negara-negara di kawasan membangun lebih dari sekadar panggung, tetapi ekosistem jangka panjang.
Pada akhirnya, kolaborasi dua event raksasa ini menandai era baru industri game Asia. Tahun 2025 bukan sekadar perayaan pop culture, tetapi kompetisi narasi: apakah Asia siap menjadi pusat pencipta, atau tetap bertahan sebagai pasar terbesar tanpa identitas. Bangkok mungkin menjadi tuan rumah pertama. Tapi pertanyaan yang lebih besar: siapa yang siap jadi pemimpin?
Eksplorasi konten lain dari Gizmologi.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.