Jakarta, Gizmologi – Setelah sukses lewat Gemini AI, kini fitur Nano Banana asisten berbasis AI yang memahami perintah bahasa natural mulai hadir di Google Photos. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk mengedit foto hanya dengan mengetikkan deskripsi yang diinginkan, tanpa perlu melakukan pengaturan manual di editor. Secara konsep, ini bisa menjadi langkah besar menuju masa depan pengeditan visual yang sepenuhnya berbasis percakapan.
Lewat update terbaru ini, pengguna hanya perlu mengetuk opsi “Help me edit” di menu editor, lalu menuliskan perintah seperti “terangkan wajah saya”, “hapus bayangan di belakang”, atau “buat langit lebih dramatis”. Nano Banana kemudian akan memproses dan menerapkan hasil edit secara otomatis. Google mengklaim bahwa teknologi ini mampu memahami konteks visual secara mendalam, bukan sekadar mengubah parameter warna atau kontras seperti filter konvensional.
Namun, sebagaimana setiap inovasi Nano Banana atau fitu AI lainnya, fitur Nano Banana juga memunculkan pertanyaan soal batas kreativitas pengguna dan privasi data. Google Photos sudah dikenal karena integrasi mendalamnya dengan cloud, yang berarti semua proses AI ini bergantung pada analisis data foto pribadi. Dengan kemampuan AI yang “belajar” dari galeri pengguna, muncul kekhawatiran bahwa batas antara kenyamanan dan privasi akan semakin kabur.
Baca Juga: Google Berikan Shortcut untuk Permudah Pengguna Android dan iOS dalam Akses AI Mode
Fitur Baru: “Create with AI” dan Template yang Disesuaikan

Selain Nano Banana, Google juga memperkenalkan tab baru bertajuk “Create with AI” di dalam Google Photos. Bagian ini berisi berbagai template berbasis AI yang siap digunakan tanpa perlu mengetik perintah manual. Pengguna hanya tinggal memilih gaya edit yang diinginkan — mulai dari tampilan sinematik hingga efek retro, dan AI akan menyesuaikannya otomatis dengan foto yang dipilih. Fitur ini sudah mulai dirilis minggu ini di AS dan India, dan semuanya dijalankan oleh mesin Nano Banana.
Google menyiapkan template personalisasi yang akan hadir beberapa minggu mendatang. Fitur ini mengandalkan “wawasan tentang Anda dari galeri foto” untuk menciptakan edit yang unik berdasarkan hobi, aktivitas, atau momen pribadi pengguna.
Misalnya, jika sistem mengenali bahwa Anda sering memotret pemandangan hiking, maka template yang muncul bisa berupa “vibrant nature” atau “adventure tone”. Dalam konteks pengalaman pengguna, ini bisa membantu menghemat waktu. Tapi di sisi lain, pendekatan ini menegaskan betapa dalamnya Google menganalisis data pengguna sebuah hal yang mungkin tidak semua orang nyaman dengan itu.
Kritik terhadap pendekatan semacam ini bukan hal baru. Beberapa pakar privasi sudah menyoroti bagaimana personalisasi yang “terlalu pintar” justru mempersempit ruang eksplorasi pengguna, karena AI akan cenderung menawarkan hal-hal yang dianggap sesuai pola kebiasaan. Artinya, fitur ini memang memudahkan, tapi juga berisiko membuat proses kreatif terasa kaku dan kurang spontan yang merupakan sebuah ironi untuk aplikasi yang seharusnya menumbuhkan kreativitas visual.
Ask Photos Diperluas, Editor Baru Hadir di iOS

Tak hanya soal pengeditan, Google juga memperluas jangkauan fitur Ask Photos, alat pencarian foto berbasis AI yang memungkinkan pengguna mencari gambar lewat deskripsi natural, seperti “foto saat ulang tahun tahun lalu” atau “gambar anjing di pantai”.
Fitur ini kini hadir di lebih dari 100 negara baru dan 17 bahasa tambahan, meskipun masih belum tersedia untuk pengguna di Uni Eropa dan Inggris karena regulasi data yang lebih ketat. Penambahan fitur Ask button juga memudahkan pengguna untuk langsung menanyakan konteks dari sebuah foto, seperti lokasi atau siapa yang ada di dalam gambar.
Selain itu, Google meluncurkan editor foto baru di iOS, yang menghadirkan kemampuan untuk mendeskripsikan hasil edit langsung lewat teks — mirip seperti versi Android yang lebih dulu menerima pembaruan ini. Dengan begitu, pengguna iPhone kini juga bisa menikmati pengalaman pengeditan berbasis bahasa natural tanpa perlu menguasai tool kompleks seperti curves atau color balance.
Meski menarik secara fungsional, pendekatan “AI di mana-mana” ini juga membawa konsekuensi. Banyak pengguna khawatir tentang seberapa besar peran Google dalam memproses dan menyimpan deskripsi teks, terutama jika mengandung informasi pribadi.
Selain itu, fitur yang belum tersedia secara global juga menunjukkan tantangan Google dalam menyeimbangkan inovasi dengan regulasi privasi lintas negara. Jika tidak dikelola hati-hati, ekspansi AI seperti Nano Banana bisa menimbulkan pertanyaan besar tentang kontrol data pengguna di masa depan.
Eksplorasi konten lain dari Gizmologi.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.















































