Google Hapus Model AI Gemma Usai Tuduhan Pemalsuan Informasi terhadap Senator AS

1 day ago 5

Jakarta, Gizmologi – Google kembali menjadi sorotan setelah menghapus model AI Gemma dari platform AI Studio. Langkah ini diambil setelah Senator Amerika Serikat Marsha Blackburn menuduh model tersebut menyebarkan tuduhan palsu tentang dirinya. Dalam surat resmi kepada CEO Google Sundar Pichai, Blackburn mengklaim bahwa Gemma membuat pernyataan tidak benar terkait dugaan pelecehan seksual, lengkap dengan tautan berita yang ternyata palsu.

Menurut Blackburn, AI Gemma menjawab pertanyaan pengguna dengan menyebut bahwa dirinya pernah dituduh melakukan tindakan tidak senonoh terhadap seorang polisi negara bagian pada tahun 1987, klaim yang disebutnya sepenuhnya fiktif. “Tidak ada tuduhan seperti itu, tidak ada individu yang dimaksud, dan tidak ada berita yang mendukungnya,” tulis Blackburn dalam surat tersebut. Ia menegaskan bahwa bahkan tahun kampanye yang disebut oleh AI itu salah, karena sebenarnya terjadi pada 1998.

Kasus ini memperbarui perdebatan publik tentang tanggung jawab perusahaan teknologi terhadap akurasi informasi yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan. Beberapa pihak menilai kasus Blackburn bukan sekadar “halusinasi” AI Gemma itu sendiri, melainkan bentuk fitnah yang dapat berdampak hukum serius.

Baca Juga: AS dan Tiongkok Sepakati Pemangkasan Tarif, Industri Teknologi Bernapas Lega

Tuduhan Bias Politik dan Respons Google

AI Gemma

Dalam suratnya, Blackburn juga menyinggung kasus serupa yang melibatkan aktivis konservatif Robby Starbuck. Starbuck menggugat Google karena AI Gemma diduga menghasilkan pernyataan palsu yang menuduh dirinya sebagai “pemerkosa anak” dan “pelaku kekerasan seksual berantai.” Ia menilai insiden tersebut sebagai bukti adanya pola bias terhadap tokoh konservatif di sistem AI milik Google.

Menanggapi tentang AI Gemma ini, Markham Erickson, Wakil Presiden Google untuk Urusan Pemerintah dan Kebijakan Publik, mengatakan bahwa “halusinasi” adalah masalah umum pada model AI generatif dan pihaknya tengah berupaya keras untuk menguranginya. Namun, Blackburn menilai jawaban tersebut tidak cukup. “Ini bukan sekadar kesalahan teknis. Ini adalah bentuk pencemaran nama baik yang dihasilkan dan disebarluaskan oleh sistem milik Google,” tegasnya.

Persoalan ini turut memicu perdebatan politik di Amerika Serikat. Para pendukung mantan Presiden Donald Trump menuding perusahaan-perusahaan teknologi besar termasuk Google, dan memiliki kecenderungan berpihak pada ideologi liberal. Trump bahkan telah menandatangani perintah eksekutif untuk melarang apa yang disebutnya sebagai “woke AI,” atau kecerdasan buatan yang dianggap bias terhadap konservatif.

Langkah Google dan Tantangan Etika AI

Google

Melalui pernyataan di platform X (Twitter), Google menyebut bahwa Gemma tidak pernah dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat pencarian fakta oleh publik. “Kami melihat adanya pengguna non-developer yang mencoba memakai Gemma di AI Studio untuk menanyakan informasi faktual. Kami tidak pernah merancang model ini untuk digunakan dengan cara tersebut,” tulis perwakilan perusahaan.

Gemma sendiri merupakan model AI ringan yang dikembangkan untuk membantu pengembang menciptakan aplikasi berbasis AI. Namun, akses publik melalui AI Studio tampaknya telah membuka celah penggunaan yang tidak sesuai. Oleh karena itu, Google memutuskan untuk menghapus Gemma dari AI Studio, meski modelnya tetap tersedia melalui API bagi pengembang profesional.

Keputusan ini menandai langkah defensif Google di tengah meningkatnya tekanan politik dan publik terhadap akurasi serta etika penggunaan AI generatif. Pengamat menilai kasus ini memperlihatkan dilema besar di industri teknologi—antara kebebasan inovasi dan tanggung jawab hukum atas hasil keluaran AI.

Sejumlah pakar menyarankan agar perusahaan seperti Google memperketat filter keamanan serta meningkatkan transparansi dalam cara model AI mengumpulkan dan memproses data. Di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa tekanan politik dapat menghambat kebebasan riset dan inovasi di bidang AI.

Kasus Gemma menjadi pengingat bahwa di tengah kemajuan teknologi, batas antara kecerdasan buatan dan tanggung jawab manusia tetap harus dijaga. Ketika AI mulai digunakan untuk membentuk opini publik atau menulis ulang sejarah, pertanyaan besar muncul: siapa yang bertanggung jawab atas kebenaran?


Eksplorasi konten lain dari Gizmologi.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi