iPhone Air Lesu di Pasaran, Produsen Android Ikut Mundur dari Segmen Ultra Slim

2 weeks ago 11

Jakarta, Gizmologi – Tren smartphone ultra tipis seperti iPhone Air hingga Samsung Galaxy S25 Edge memang sempat digadang-gadang sebagai babak baru dalam desain mobile premium. Konsep perangkat yang lebih ringan, lebih ramping, dan tetap bertenaga sempat menarik perhatian industri, terutama setelah Apple memperkenalkan iPhone Air.

Namun kenyataannya tidak semanis ekspektasi. Penjualan iPhone Air dilaporkan jauh dari kata memuaskan, dan kondisi ini mulai terasa dampaknya ke seluruh ekosistem. Beberapa pabrikan Android besar disebut ikut meninjau ulang strategi mereka, memunculkan pertanyaan apakah segmen ultra slim benar-benar layak dilanjutkan atau justru menjadi eksperimen yang gagal.

Laporan terbaru DigiTimes menyebutkan bahwa sejumlah brand besar asal Tiongkok seperti Xiaomi, Oppo, dan vivo telah membatalkan rencana meluncurkan smartphone ultra slim yang tadinya diposisikan untuk menyaingi iPhone Air. Keputusan ini disebut bukan hanya berdasarkan performa penjualan Apple, tetapi juga tantangan teknis dalam menghadirkan spesifikasi tinggi tanpa mengorbankan kapasitas baterai atau kemampuan pendinginan. Di tengah kompetisi yang makin ketat, perangkat tipis tanpa daya tahan optimal tentu sulit bersaing dengan flagship reguler.

Fenomena ini menjadi cerminan bahwa pasar smartphone saat ini lebih menilai fungsi dan performa ketimbang desain ekstrem. Walau perangkat ultra slim punya daya tarik visual, kompromi teknisnya cenderung terlalu besar untuk sebagian besar pengguna.

Dengan minimnya minat pasar, produsen pun lebih memilih mengalihkan fokus ke lini flagship konvensional dan foldable yang pertumbuhannya jauh lebih jelas.

Baca Juga:POCO Pad M1 & X1 Resmi Hadir di Indonesia, Ini Daftar Harganya!

Produksi iPhone Air Dipangkas dan Desainer Air Dipecat, Efek Domino?

Desain iPhone Air

Indikasi merosotnya performa iPhone Air makin terlihat dari informasi rantai pasokan. Menurut laporan yang sama, Foxconn dikabarkan mengurangi lini produksi iPhone, sementara Luxshare bahkan menghentikan produksi iPhone sepenuhnya. Langkah drastis ini menguatkan asumsi bahwa permintaan terhadap model tertentu, termasuk Air, dan tidak sesuai ekspektasi awal. Kondisi ini menjadi tamparan bagi Apple, terutama karena seri Air semula diproyeksikan sebagai alternatif iPhone Pro untuk pasar yang mendambakan perangkat premium dengan bodi super ringan.

Selain itu, kabar hengkangnya desainer utama iPhone Air semakin memperkeruh situasi. Apple disebut menunda pengembangan penerus Air, kemungkinan karena strategi produk yang harus dievaluasi ulang. Dari perspektif perusahaan, melanjutkan proyek yang tidak memiliki performa pasar solid tentu berisiko besar. Pada akhirnya, langkah mundur ini menunjukkan bahwa Apple pun belum menemukan formula ideal untuk perangkat ultra slim tanpa harus mengorbankan fitur penting.

Namun, bagi sebagian pengguna, pendekatan Apple tetap memiliki daya tarik tersendiri. Desain elegan dan bobot ringan adalah nilai tambah yang tidak dimiliki banyak perangkat lain. Sayangnya, nilai tambah tersebut tampaknya belum cukup kuat untuk menarik massa pasar secara signifikan.

Fenomena buruk di segmen ultra slim ternyata tidak hanya menimpa Apple. Samsung, yang sebelumnya dikabarkan menyiapkan Galaxy S25 Edge sebagai penerus seri Edge yang lebih ramping, juga disebut membatalkan pengembangan perangkat tersebut. Laporan ini memperkuat analisis bahwa minat konsumen terhadap desain ultra tipis cenderung stagnan. Bahkan brand sebesar Samsung pun memilih menahan diri daripada memaksakan produk yang berpotensi gagal secara komersial.

Samsung tampaknya memilih fokus ke seri S25 utama dan perangkat foldable yang memberikan diferensiasi lebih jelas. Langkah ini cukup logis mengingat pasar foldable terbukti memiliki pertumbuhan stabil dan margin keuntungan lebih tinggi. Dibandingkan mengejar desain ultra slim yang penuh kompromi, foldable menawarkan inovasi yang lebih mudah “dijual” ke konsumen.

Pada akhirnya, kegagalan iPhone Air dan batalnya proyek ultra slim di berbagai brand menjadi sinyal bahwa inovasi hardware tidak bisa lagi hanya mengandalkan desain ekstrem. Pasar kini mencari keseimbangan antara estetika, daya tahan, dan performa. Jika tidak bisa menghadirkan ketiganya dalam satu paket, inovasi tersebut tampaknya belum siap menjadi arus utama.


Eksplorasi konten lain dari Gizmologi.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi