
Oleh: Andi Muhammad Jufri, M.Si (Praktisi Pembangunan Sosial)
Belajar dari Nepal, kita disadarkan bahwa kuasa itu ada batasnya. Bagi siapapun yang memegang kekuasaan, pahamilah bahwa kuasa anda memimpin adalah mandat rakyat dan amanah dari yang Maha Kuasa. Memang, bila kuasa kita miliki, kita dapat mempengaruhi pihak lain secara langsung maupun tidak langsung, dengan berbagai cara dan sarana atau fasilitas yang tersedia. Namun, di atas segalanya, sejatinya kuasa itu ditujukan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan manusia dan alam sekitarnya, khususnya yang kita pimpin.
Terjadinya penyelewengan dan bias kuasa, akan meruntuhkan marwah kuasa itu sendiri. Bila yang diberi mandat kuasa, melenceng dari jalan keadilan dan kebenaran, tunggulah, pemilik kuasa sebenarnya akan menggerakkan apapun untuk membatasi kuasa bahkan menurunkan mereka yang telah dimandatkan kuasa oleh rakyat dan diamanahkan dari-Nya, dengan cara tak pernah terduga.
Dari cerita langit, kita membaca sejarah tentang Firaun, Qarun, Namrud, Abu Lahab, Haman, dan lain-lainnya. Mereka diberi kuasa jabatan dan harta, namun mereka sombong, angkuh, zalim dan keji, sehingga mandat dan amanah kuasa dicabut dan mereka jatuh dalam kehinaan. Mereka menjadi contoh pemimpin yang tidak patut diikuti.
Dalam sejarah negara -negara di dunia, kita membaca, begitu banyak pemimpin mendapatkan kuasa dengan jalan kekerasan, intimidasi, teror, dan menindas kebebasan hak rakyatnya. Ketika kuasa didapatkan, bukan keadilan dan kemakmuran rakyatnya yang diutamakan. Dengan kekuasaan yang dimiliki, mereka mensejahterakan dirinya, keluarga dan kelompoknya. Bahkan lebih ekstrim, kuasa itu digunakan untuk menghancurkan nilai-nilai kemanusian.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: