Jakarta, CNN Indonesia --
Di tengah dominasi sepak bola putra yang mengakar kuat di Indonesia, secercah harapan muncul dari sebuah turnamen yang menyasar bibit-bibit muda sepak bola putri. MilkLife Soccer Challenge hadir sebagai oasis di tengah keringnya kompetisi khusus perempuan di tanah air yang berlangsung sejak tanggal 6-10 November 2024.
Seri turnamen yang sedang digelar di Jakarta ini mencatatkan lonjakan peserta yang mencengangkan. Dari 368 siswi di seri pertama, kini membengkak menjadi 1.359 siswi dari 85 Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Sebuah sinyal positif yang menunjukkan antusiasme tinggi anak perempuan terhadap si kulit bundar.
Di balik angka-angka itu, tersimpan kisah mengharukan dari para calon bintang masa depan. Seperti Albianca Raula, gadis cilik berusia 11 tahun dari SDN Kebagusan 03 yang telah menjejakkan kaki di dunia sepak bola sejak usia 6 tahun. Dengan 41 gol yang ia cetak di kategori U-12, Bianca membuktikan bahwa gender bukanlah penghalang untuk berprestasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Motivasi awal Bianca bermula ketika dirinya sering melihat aksi kakak laki-lakinya di pinggir lapangan hijau. Meskipun sepak bola belum terlalu lumrah dimainkan untuk kalangan perempuan, Bianca tetap percaya diri dan terus menekuni cita-cita yang diidaamkannya.
"Motivasinya tuh gara-gara abang dulu main bola. Aku tuh dulu sering nonton di pinggir lapangan. Terus aku tuh kayak mulai suka karena seru aja liat dia main bola. Sampe akhirnya sekarang aku mau banget jadi pemain bola, apalagi masuk tim nasional Indonesia" ungkap Bianca kepada CNNIndonesia.com, Minggu (10/11).
Senada dengan Bianca, Andien Haifa Syakira yang baru berusia 10 tahun dari SD Cinta Kasih Tzu Chi juga menunjukkan bakat luar biasa. Kemampuannya menggunakan kedua kaki dengan sama baiknya merupakan hasil dari ketekunan berlatih sejak usia 5 tahun. Dengan 38 gol di kategori U-10, Andien mematahkan stigma bahwa sepak bola hanya milik anak laki-laki.
Anak yang baru berumur 10 tahun ini bisa dibilang mempunyai sepakan keras yang jarang dimiliki oleh rekan sebayanya. Menurut Andien, tendangan kerasnya itu dipengaruhi oleh kegiatan ayahnya yang jadi pelatih sepak bola anak usia dini.
"Belajarnya dari awal sih. Dari ikut-ikut papa kemana-mana, saya suka nendang-nendang bola," tutur Andien ketika ditanya soal tendangannya yang keras.
Kehadiran turnamen ini seolah menjawab keresahan para orang tua yang selama ini ragu untuk mendukung putri mereka bermain bola. Pandangan miring tentang anak perempuan bermain sepak bola perlahan mulai terkikis, digantikan dengan optimisme akan masa depan yang lebih cerah.
Berbeda dengan cabang olahraga lain seperti badminton, basket, atau voli yang telah memiliki sistem pembinaan atlet putri yang mapan, sepak bola masih tertinggal jauh. Sekolah Sepak Bola (SSB) di Indonesia mayoritas belum memiliki tim putri, memaksa anak-anak perempuan berlatih bersama tim putra.
Namun, angin segar berhembus dari komitmen penyelenggara turnamen dan PSSI yang telah menyiapkan peta jalan pembinaan berjenjang. Mulai dari usia 10 tahun hingga level profesional, semua telah dirancang untuk melahirkan pemain-pemain berkualitas di masa depan.
Para peserta turnamen ini tak hanya bermimpi menjadi pemain biasa. Mereka menargetkan level tertinggi, ingin mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.
"Mau banget jadi pemain sepak bola putri Timnas Indonesia," ucap Bianca.
"Kalau saya percaya diri aja bisa melaju ke profesional," tambah Andien.
Di balik permainan mereka yang masih polos, tersimpan determinasi kuat untuk membuktikan bahwa sepak bola putri Indonesia bisa bersaing di level Asia bahkan dunia. MilkLife Soccer Challenge menjadi wadah untuk memupuk kepercayaan diri mereka sejak dini.
Melalui turnamen ini, harapan akan kebangkitan sepak bola putri Indonesia kembali menyala. Bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan, nama-nama seperti Bianca dan Andien akan menjadi tulang punggung timnas putri Indonesia, mengukir prestasi yang selama ini hanya jadi mimpi.
(afr/jal)