Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi
CNNIndonesia.comJakarta, CNN Indonesia --
Hujan sederas itu mengguyur Senayan sebelum Timnas Indonesia melawan Arab Saudi, Selasa (19/11). Namun, suporter tetap menyemut di GBK.
Tercatat ada 55.970 penonton memadati tribune stadion. Tentu saja itu bukan angka nyata. Itu angka yang tertulis saja. Dengan mata logika, lebih dari 60 orang menyaksikan Garuda berlaga.
Setengah jam sebelum laga, hujan reda. Suasana di tribune stadion sangat sumuk: perpaduan antara gerah dan panas. Tak ada angin. Yang ada hanya wajah-wajah tegang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bukan apa, Arab Saudi datang ke Jakarta dengan modal menahan Australia di Melbourne. The Green Falcons datang dengan pelatih baru yang tak kalah beken, Herve Renard.
Jika Timnas Indonesia imbang, apalagi sampai kalah dari Arab Saudi, peluang lolos ke Piala Dunia 2026 akan mengerdil. Jadi tertawaan tetangga saja. Ini akan mematikan mimpi banyak orang.
Sudah begitu, sebelum laga ini, terasa ada yang salah dengan internal Timnas. Seperti ada perpecahan di dalam tim. Bahkan seolah ada perseteruan antara federasi dan tim pelatih.
Begitu wasit Rustam Lutfullin meniup peluit tanda kick off, atmosfer GBK menyala-nyala. Genderang drum, tepuk tangan, nyanyian, dan yel-yel menggema dari seluruh penjuru tribune.
Atmosfer kali ini rasanya lebih menyihir. Tak adanya koreografi dari kelompok La Grande Indonesia dan Ultras Garuda, seperti saat menjamu Jepang, tak membuat keangkeran GBK runtuh.
Malah yang tercipta adalah supranatural. Seolah sekain sebaju; selauk senasi, pemain Timnas tampil menyengat. Formasi 3-5-2 mengonstruksi Jay Idzes dan kawan-kawan main berani.
Selama 10 menit pertama pertahanan Arab Saudi digempur. Tiga peluang tercipta. Nyaris gol. Setelah itu daya dobrak meredup. Arab Saudi menekan balik. Kecemasan mulai muncul.
Penampilan Timnas Indonesia membuat suporter Merah Putih bangga. (CNNIndonesia.com/Adhi Wicaksono)
Begitu masuk menit ke-32, pemain Timnas dapat momentum. Berawal dari pergerakan Ragnar Oratmangoen di kiri, Marselino Ferdinan membobol gawang Arab lewat tendangan indah.
GBK goyang. Bergemuruh. Ketegangan yang menggumpal di tenggorokan akhirnya bisa dimuntahkan, seperti melepeh dahak. Keriuhan pecah di GBK. Suka cita merona-rona.
Namun, satu gol, tentu saja belum aman. Sama sekali tak membuat tenang. Kisah dua bulan lalu di pertemuan pertama, kala Arab Saudi menyamakan kedudukan di babak kedua, masih terngiang dan mencengkeram kepala.
Refleksi Mimpi Besar Marselino Ferdinan
Babak kedua dibuka dengan penetrasi Arab Saudi yang berani, terorganisir, dan tinggi. Bagusnya, seperti tak kaget, organisasi pertahanan Timnas terbangun dengan solid; kukuh; rapat.
Saat ditekan bertubi-tubi, lewat serangan balik kilat, Timnas kembali membobol gawang Arab Saudi di menit ke-57. Marselino kembali jadi protagonis, yang memanfaatkan assist Calvin Verdonk.
Skor 2-0 akhirnya bertahan hingga laga usai. Meski Timnas sempat tampil dengan 10 pemain sejak menit ke-89, tak ada lagi gol tercipta. Arab tak bisa merobek gawang Maarten Paes.
Selepas laga, ritual nyanyi bersama 'Tanah Airku' ciptaan Ibu Sud, jadi terasa khidmat. Nyaris tak ada suporter yang pulang selepas laga. Ada banyak air mata bahagia yang membuncah di sana.
Marselino Ferdinan menjadi bintang kemenangan Timnas Indonesia. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Lantas, di ruang jumpa pers, Marselino dengan gaya khasnya yang tengil namun sopan, meminta semua elemen Timnas tak larut dalam euforia. Tujuan Indonesia belum tercapai. Ini bukan saatnya pesta.
Malam itu Marselino kiranya jadi peri yang menghidupkan mimpi-mimpi. Ia menghidupkan mimpi kecil sebuah bangsa. Mimpi kecil anak-anak di banyak pinggiran kota dan pelosok desa.
Sebagai anak yang lahir dan besar di Tanah Pertiwi, di antara bakat dan talenta anak-anak diaspora yang lahir di negeri maju, Marselino jadi cerminan sebuah asa dan cita.
Kesempatan itu ada. Pintu akan sama terbukanya. Mimpi indah menjadi pesepakbola yang kelak membela Timnas Indonesia. Marselino jadi bukti tekad selalu diridhoi alam semesta.
Namun, perlu juga dicatat, bahwa Marselino tak lahir dari proses yang instans. Ia diasah kompetisi usia muda yang kuat di Surabaya. Kompetisi yang sepatutnya jadi tumpuan federasi.
Mentalitasnya diasuh pelatih macam Shin Tae Yong, yang percaya proses dan bakat usia muda, yang debut di Timnas saat masih 17 tahun. Marselino diasih senior-senior penuh pengertian.
Marselino tentu saja tak boleh pula dipuja berlebihan karena dua golnya ke gawang Arab Saudi. Anak muda yang sedang mencari tempat di Oxford United ini butuh banyak tempaan lagi.
Kinerja pemain Timnas lainnya juga tak kalah besar. Semua pemain, yang main; duduk di bangku cadang; tak masuk line up, sama-sama menahan egonya di atas satu nusa satu bangsa.
Yang jelas, kini mimpi Timnas Indonesia tampil di Piala Dunia 2026 hidup lagi. Seperti kata pepatah Arab, 'man jadda wajada', mimpi akan terus hidup selama perjuangan digelorakan.
GBK, Senayan, 19 November 2024
(har/har)