Selular.id – Pengadilan Belanda memerintahkan Meta Platforms Inc. untuk mengubah cara kerja timeline Facebook dan Instagram di negara tersebut.
Putusan ini mengharuskan perusahaan teknologi raksasa itu memberikan opsi yang lebih sederhana kepada pengguna, khususnya pilihan yang tidak bergantung pada algoritma rekomendasi profil.
Keputusan pengadilan datang setelah gugatan yang diajukan oleh Bits of Freedom, kelompok hak digital Belanda yang gigih memperjuangkan otonomi pengguna di ruang digital.
Inti dari keputusan ini adalah kewajiban bagi Meta untuk menghormati pilihan pengguna ketika mereka memilih untuk melihat timeline dalam urutan kronologis atau opsi non-profil lainnya.
Aplikasi tidak boleh secara diam-diam kembali ke versi yang digerakkan algoritma setiap kali pengguna menutup dan membuka kembali aplikasi.
“Orang-orang di Belanda tidak cukup mampu membuat pilihan bebas dan otonom tentang penggunaan sistem rekomendasi yang diprofilkan,” bunyi putusan pengadilan dengan nada tegas.
Maartje Knaap, juru bicara Bits of Freedom, menyuarakan pentingnya keputusan ini bagi kedaulatan digital pengguna.
“Tidak dapat diterima bahwa beberapa miliarder teknologi Amerika dapat menentukan bagaimana kita melihat dunia,” ujarnya.
Pernyataan ini menyentuh inti persoalan yang lebih dalam tentang siapa sebenarnya yang mengendalikan arus informasi di era digital.
Reaksi Meta dan Denda yang Mengintai
Meta tidak menerima begitu saja keputusan pengadilan Belanda ini.
Perusahaan yang dipimpin Mark Zuckerberg itu menyatakan akan mengajukan banding.
Dalam pernyataannya, Meta berargumen bahwa masalah-masalah terkait Digital Services Act (DSA) ini seharusnya ditangani oleh Komisi Eropa dan regulator UE lainnya, bukan oleh pengadilan negara-negara individu.
“Proses seperti ini mengancam pasar digital tunggal dan rezim regulasi yang terharmonisasi yang seharusnya mendasarinya,” ujar juru bicara Meta.
Argumentasi hukum ini menunjukkan ketegangan antara otoritas nasional dan regulator tingkat Eropa dalam mengawasi perusahaan teknologi besar.
Denda yang mengintai Meta cukup signifikan. Perusahaan menghadapi potensi denda sebesar $117.450 untuk setiap hari mereka gagal mematuhi perintah pengadilan, dengan maksimal mencapai $5,8 juta.
Meski jumlah ini mungkin terlihat kecil dibandingkan pendapatan Meta, dampak reputasinya bisa jauh lebih besar.
Kasus serupa pernah terjadi ketika Google digugat Rp373 triliun di Inggris dan Belanda, menunjukkan tren regulator Eropa yang semakin ketat terhadap perusahaan teknologi.
Digital Services Act dan Regulasi Teknologi di Eropa
Keputusan pengadilan Belanda ini tidak terlepas dari keberadaan Digital Services Act (DSA) yang telah menjadi duri dalam daging bagi perusahaan-perusahaan teknologi besar sejak disetujui pada 2022.
Regulasi ambisius Uni Eropa ini telah digunakan untuk menegakkan perubahan pada platform-platform digital dalam nama privasi, keamanan data, dan perlindungan anak-anak.
Komisi Eropa sendiri tidak segan-segan menjatuhkan denda ratusan juta dolar kepada raksasa teknologi seperti Apple, Meta, dan Alphabet untuk pelanggaran terhadap DSA.
Tampaknya, Eropa serius ingin menjinakkan kekuatan big tech yang selama ini dianggap terlalu dominan.
Tren ini juga terlihat dalam kasus lain seperti ketika Microsoft mengalami gangguan layanan yang memicu pertanyaan tentang akuntabilitas perusahaan teknologi.
Pertanyaan besarnya adalah apakah perubahan yang dipaksakan oleh pengadilan ini benar-benar akan membawa dampak signifikan?
Di satu sisi, memberi pengguna kendali lebih besar atas timeline mereka adalah langkah menuju transparansi dan otonomi digital.
Di sisi lain, algoritma rekomendasi telah menjadi tulang punggung model bisnis media sosial modern—mesin yang mendorong engagement dan, pada akhirnya, pendapatan iklan.
Bagi pengguna, keputusan ini mungkin terasa seperti kemenangan kecil. Setidaknya, ada pengakuan hukum bahwa mereka berhak memilih bagaimana ingin berinteraksi dengan platform digital.
Namun, perjalanan masih panjang mengingat banding dari Meta berarti pertarungan hukum ini belum berakhir.
Kasus ini menandai babak baru dalam hubungan antara regulator, perusahaan teknologi, dan pengguna.
Ini bukan sekadar perselisihan hukum antara Meta dan pengadilan Belanda, melainkan bagian dari pertarungan global tentang masa depan internet.
Pertarungan ini akan menentukan apakah kita menginginkan internet yang dikendalikan oleh algoritma tertutup, atau platform yang transparan dan memberi kendali nyata kepada penggunanya.
Perkembangan teknologi dan regulasi di Eropa sering menjadi acuan bagi negara lain, termasuk dalam hal penerapan teknologi dalam sistem pemilu.
Keputusan pengadilan Belanda terhadap Meta ini bisa menjadi preseden bagi negara-negara Eropa lainnya untuk mengambil langkah serupa dalam mengatur perusahaan teknologi.