Perusahaan Siap AI Lebih Cepat Raih Nilai Bisnis, Laporan Cisco Ungkap Kesenjangan Global

11 hours ago 1

Jakarta, Gizmologi – Sebuah laporan terbaru bertajuk Cisco AI Readiness Index 2025 mengungkap kesenjangan mencolok antara perusahaan yang benar-benar siap dan yang masih tertinggal dalam infrastruktur, budaya, dan tata kelola AI.

Di tengah pertumbuhan ambisi adopsi AI, mayoritas perusahaan mengaku belum memiliki fondasi teknologi memadai. Sementara 97% organisasi secara global berencana menerapkan agen AI dalam 12 bulan ke depan, hanya sekelompok kecil yang telah memiliki sistem jaringan, integrasi data, dan strategi keamanan yang dirancang untuk AI berskala besar.

Cisco menyebut kelompok ini sebagai Pacesetters  organisasi yang mampu mengubah AI dari eksperimentasi menjadi nilai bisnis nyata. Studi menunjukkan bahwa perusahaan yang tergolong Pacesetters tiga kali lebih cepat mencapai dampak finansial dari AI dibanding pesaing mereka.

Realitas ini menjadi peringatan bagi pasar, termasuk Indonesia, bahwa narasi “adopsi AI” tidak cukup tanpa kesiapan struktural. Perusahaan kini ditantang untuk membangun fondasi, bukan sekadar mengikuti hype. Jika tidak, kesenjangan nilai akan melebar dan melahirkan fenomena baru: AI Infrastructure Debt, utang teknologi yang timbul akibat penundaan investasi kritis.

Baca Juga: Intel Wujudkan Panther Lake dan Clearwater Forest, Siap Masuki Era Chip AI Berbasis 18A

Pacesetters: Strategi Kuat, Infrastruktur Matang, dan Bisnis Terukur

Cisco

Perusahaan yang termasuk Pacesetters menunjukkan pendekatan berbeda dalam mengadopsi AI. Mereka tidak memulai dari proyek kecil, tetapi dari strategi jangka panjang yang mencakup arsitektur jaringan, platform data, dan tata kelola keamanan. Sebanyak 79% Pacesetters menjadikan AI sebagai investasi prioritas utama, jauh lebih tinggi dibanding rata-rata global maupun sebagian besar perusahaan di Indonesia yang masih berhitung soal risiko.

Infrastruktur menjadi pembeda paling signifikan. Sekitar 71% Pacesetters telah meningkatkan kapasitas pusat data untuk memproses AI berskala besar, memastikan GPU, bandwidth, dan penyimpanan terintegrasi secara terpadu. Mereka juga mengadopsi sistem jaringan adaptif yang mampu mengelola beban komputasi AI tanpa mengganggu operasional inti. Keputusan ini membuat mereka mampu membawa ide AI langsung menuju tahap produksi dengan tingkat keberhasilan mencapai tiga kali lipat dibanding perusahaan lain.

Aspek lain yang krusial adalah pengukuran. Sebanyak 95% Pacesetters memiliki metrik jelas untuk menilai dampak AI terhadap produktivitas, pendapatan, dan inovasi. Di sinilah AI berhenti menjadi konsep teknis dan mulai menjadi aset bisnis. Menurut Cisco, organisasi yang mampu mengukur AI berpotensi menciptakan model bisnis baru dalam waktu kurang dari dua tahun, sementara sisanya masih berkutat pada perhitungan ROI.

Infrastruktur, Keamanan, dan Risiko Ketertinggalan

Namun, di balik peluang, laporan Cisco juga menyoroti risiko sistemik yang menghambat mayoritas perusahaan. Kesenjangan infrastruktur menjadi hambatan terbesar. Lebih dari 70% perusahaan mengaku belum mampu memusatkan data secara efektif, sementara hanya 47% yang yakin memiliki kapasitas GPU dan komputasi yang memadai. Tanpa pondasi ini, penerapan agen AI  sistem otonom yang menjadi masa depan AI  akan terhambat.

Aspek keamanan juga menjadi sorotan. Meski perusahaan ingin bergerak cepat, hanya 37% yang memiliki sistem keamanan yang mampu mengidentifikasi dan merespons risiko AI, termasuk manipulasi model, kebocoran data, atau bias algoritmik. Cisco mengingatkan bahwa tanpa kerangka keamanan berbasis AI, organisasi berpotensi menciptakan ruang serangan baru di era digital, bahkan lebih besar daripada ancaman siber tradisional.

Dari perspektif bisnis, kesiapan menjadi faktor penentu masa depan. Perusahaan yang menunda adaptasi risiko AI akan menghadapi AI Infrastructure Debt  utang teknologi yang membuat organisasi sulit mengejar pesaing. Sebaliknya, bagi mereka yang berinvestasi lebih awal pada jaringan, data, dan keamanan, AI bukan hanya efisiensi, tetapi sumber keuntungan baru dan keunggulan kompetitif jangka panjang.

Laporan Cisco AI Readiness Index 2025 menyampaikan pesan yang jelas: dalam perlombaan AI global, visi tanpa kesiapan hanya akan menghasilkan ketertinggalan. Perusahaan tidak cukup hanya mengadopsi AI; mereka harus menciptakan ekosistem yang membuat AI dapat berkembang secara aman, terukur, dan berdampak nyata. Pacesetters membuktikan bahwa ketika strategi dan infrastruktur berjalan seiring, AI mampu menghadirkan inovasi sekaligus profit.

Bagi pasar Indonesia, momentum AI harus diikuti dengan investasi konkret, bukan retorika. Keberanian mengubah struktur jaringan, tata kelola data, dan budaya organisasi akan menentukan apakah AI menjadi sekadar tren teknologi  atau menjadi fondasi ekonomi baru. Cisco menutup laporannya dengan peringatan sederhana: nilai akan selalu mengikuti kesiapan.


Eksplorasi konten lain dari Gizmologi.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi