
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan aktivis menyesalkan sikap Presiden Prabowo Subianto yang dinilai masih mengabaikan tuntutan massa aksi belakangan ini, salah satunya terkait reformasi di tubuh kepolisian.
Salah satu isu utama dalam reformasi kepolisian adalah desakan agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dicopot dari jabatannya. Tuntutan itu kembali mencuat setelah insiden kendaraan taktis (rantis) Brimob melindas pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, hingga tewas.
Desakan pencopotan Kapolri juga datang dari kalangan aktivis 98. Mereka mengklaim seratus aktivis telah mendesak Presiden Prabowo untuk segera memberhentikan Jenderal Listyo.
Perwakilan seratus aktivis 98, Ubedilah Badrun, menyebut peristiwa rantis Brimob melindas pengemudi ojol masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat. Karena itu, menurutnya, wajar jika publik menuntut pencopotan Kapolri.
"Kami telah dengan tegas memberikan semacam warning kepada Prabowo agar memberhentikan Kapolri," kata Kang Ubed, sapaan akrab Ubedilah Badrun, melalui layanan pesan, Kamis (4/9).
Menurut Kang Ubed, tragedi pelindasan pada Kamis (28/8) itu telah merusak citra Indonesia di mata dunia. “Makin buruk jika Presiden tidak mengambil langkah tegas terhadap elite institusi yang paling bertanggung jawab dalam pengamanan demonstrasi yaitu Kapolri, apalagi sudah menjadi perhatian PBB,” ujarnya.
Namun, Kang Ubed menilai Presiden Prabowo justru lamban dalam merespons tuntutan tersebut.
“Menyayangkan sikap Prabowo yang tak kunjung memenuhi tuntutan kami yang juga tuntutan publik untuk mencopot Kapolri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral, etik, dan konstitusional,” lanjutnya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: