
FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan secara tegas bahwa peluang riset ganja untuk kepentingan medis terbatas tidak bisa disamakan dengan langkah legalisasi.
Penegasan ini disampaikan langsung oleh Deputi Hukum dan Kerja Sama BNN, Inspektur Jenderal Polisi Agus Irianto.
Menurut Agus, jika riset memang akan dilakukan, maka pelaksanaannya hanya boleh dilakukan oleh institusi dengan reputasi akademik yang mumpuni dan dilengkapi fasilitas laboratorium standar tinggi, seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
“BNN juga akan bertindak sebagai pusat laboratorium nasional guna memastikan kualitas, kontrol, dan pengawasan ketat terhadap penelitian,” ujar Irjen Pol. Agus dalam keterangannya yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (19/6/2025).
Sebelumnya, dalam diskusi bersama mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) di Salatiga, Sabtu (14/6), Agus menekankan bahwa Indonesia tidak otomatis mengikuti tren global soal kebijakan narkotika.
Ia mengingatkan bahwa meskipun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memindahkan ganja dari klasifikasi zat Schedule IV ke Schedule I, itu bukan berarti negara wajib mengikuti arah legalisasi.
Sebagai informasi, Schedule IV mencakup zat yang dianggap sangat berbahaya dan tidak memiliki manfaat medis, sedangkan Schedule I terdiri dari zat yang masih dimungkinkan punya potensi medis, tapi dengan risiko penyalahgunaan yang tinggi.
“Perlu dipahami bahwa zat yang termasuk dalam Schedule I tetap dalam pengawasan ketat. Jadi, perubahan klasifikasi itu membuka ruang untuk riset, bukan legalisasi,” tegas Agus.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: