Sindrom HELLP: Komplikasi Langka yang Bisa Merenggut Nyawa

6 hours ago 3
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Sindrom HELLP merupakan komplikasi kehamilan yang sangat langka namun berpotensi mengancam nyawa.

Kondisi ini biasanya muncul pada trimester ketiga atau sekitar usia kehamilan 28-40 minggu. Namun, sindrom ini juga dapat terjadi kapan saja pada paruh kedua kehamilan, mulai usia 20 minggu ke atas, bahkan berkembang dalam tujuh hari setelah melahirkan.

Kasus ini dialami oleh Yeyen Soedjoko, seorang pejuang sindrom HELLP yang sempat dirawat dalam kondisi kritis. Ia membagikan pengalaman dan proses pemulihannya melalui akun Instagram @warung.copy dan @yeyenniish.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa itu sindrom HELLP?

Sindrom HELLP adalah komplikasi kehamilan berat yang memengaruhi fungsi darah dan hati. Istilah HELLP merupakan singkatan dari:

• H (Hemolysis): pecahnya sel darah merah

• EL (Elevated Liver Enzyme): peningkatan enzim hati

• LP (Low Platelet Count): rendahnya kadar trombosit

Kondisi ini sering dianggap sebagai bentuk preeklamsia yang parah. Preeklamsia memicu tekanan darah tinggi (hipertensi) dan proteinuria (kadar protein tinggi dalam urin).

Sindrom HELLP memang kerap terjadi bersamaan dengan preeklamsia. Namun, preeklamsia bisa muncul tanpa HELLP. Sekitar 1 dari 5 kasus HELLP bahkan terjadi tanpa adanya tekanan darah tinggi atau protein dalam urin.

Mengutip Cleveland Clinic, sindrom HELLP hanya terjadi pada 0,1-0,6 persen kehamilan. Meski begitu, perkembangannya sangat cepat dan membutuhkan penanganan segera.

Gejala yang harus diwaspadai

Gejala sindrom HELLP sangat bervariasi dan kerap disalahartikan sebagai gangguan kesehatan lain. Gejala yang umum meliputi:

• Nyeri perut kanan atas

• Sakit kepala

• Mual dan muntah

• Pandangan kabur

• Pembengkakan tubuh

• Kejang (pada kondisi berat)

Pada kasus Yeyen, gejala awal muncul pada hari ke-9 hingga ke-11 setelah melahirkan. Tubuhnya menunjukkan tanda-tanda tidak biasa.

"Makanan dan minuman, bahkan air putih, semua pahit di lidah gue. Nafsu makan gue hilang, sementara gue harus menyusui. Perlahan kesadaran dan ingatan gue ikut hilang," tulisnya.

[Gambas:Instagram]

Awalnya, dokter menduga Yeyen mengalami baby blues karena responsnya yang tidak sinkron. Namun kondisinya memburuk dan ia mengalami kejang-kejang keesokan harinya.

"Kali ini kondisi gue dinyatakan kritis dan nakes bergegas membawa gue ke HCU. Paru-paru gue rusak, liver gue turun drastis, leher penuh kabel dan selang. Nyawa gue cuma bisa ditopang alat medis. Diagnosanya: HELLP syndrome," tambahnya.

Selama delapan hari dirawat di HCU, Yeyen kehilangan sebagian besar memorinya. Ia hanya mengingat anaknya. Ingatannya hilang akibat pembengkakan pada otak, dan seluruh kronologi baru ia ketahui setelah membaca percakapan keluarga di grup WhatsApp.

Jika tidak ditangani segera, HELLP dapat menyebabkan komplikasi serius seperti gagal ginjal, pembekuan darah, gagal hati atau perdarahan hati, edema paru, kejang atau eklampsia, hingga solusio plasenta. Pada janin, risikonya meliputi kelahiran prematur, gangguan pertumbuhan, kelainan darah, hingga gangguan pernapasan.

Penanganan sindrom HELLP

Satu-satunya cara menghentikan progresi HELLP adalah persalinan. Bila usia kehamilan sudah mencapai 34 minggu atau gejalanya berat, dokter umumnya merekomendasikan persalinan segera.

Perawatan penunjang dapat mencakup obat penurun tekanan darah, magnesium sulfat untuk mencegah kejang, transfusi darah atau trombosit, hingga kortikosteroid untuk mematangkan paru-paru janin.

Setelah keluar dari rumah sakit, Yeyen menjalani proses pemulihan panjang. Ia harus kembali belajar berjalan, menulis, hingga membaca. Produksi ASI-nya sempat berhenti akibat perawatan intensif, namun berhasil kembali setelah menjalani terapi relaktasi.

(nga/tis)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi