ANALISIS
Abdul Susila | CNN Indonesia
Jumat, 18 Okt 2024 08:04 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --
Apapun dasarnya, atas nama cinta Timnas Indonesia, ancaman verbal pembunuhan suporter Garuda kepada tim Bahrain tidak bisa dibenarkan.
Dampaknya, Bahrain jadi punya alibi atau landasan hukum meminta ke FIFA memindahkan laga antara Indonesia versus Bahrain pada 25 Maret 2025 digelar di tempat netral.
Dalam koridor hukum Indonesia, ancaman pembunuhan ada pasal pidananya. Pun dalam hukum internasional, verbal ancaman pembunuhan bisa berujung petaka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika sampai FIFA mewujudkan permintaan Bahrain, tim Merah Putih yang akan rugi. Peluang meraih tiga poin di kandang, yang salah satunya berkat 'teror' suporter di tribune, bisa sirna.
Rasa kecewa, kesal, emosi, dan amarah suporter usai imbang 2-2 dengan Bahrain memang bisa diterima. Keputusan wasit menambah durasi waktu injury time bisa diperdebatkan.
Namun, menumpahkan rasa-rasa itu dengan ancaman pembunuhan kepada pemain dan tim pelatih lawan, sangat berbahaya. Sepak bola sebagai hiburan, jadi sama sekali tak menghibur lagi.
Dalam sepak bola ada drama, intrik, politik, juga polemik. Semua ini jadi satu kesatuan yang tak bisa dinafikan. Dan, semua unsur itu sudah coba dibangun PSSI dengan lihai dan ciamik.
Sayangnya ada blunder berupa ancaman pembunuhan. Dalam satu dekade terakhir kekuatan suporter Timnas makin diakui dunia, tetapi aksi 'terorismenya' merusak citra dan bisa jadi bumerang.
Karena itu, satu-satunya jalan agar 'diving' Bahrain meminta FIFA memindah lokasi laga melawan Indonesia di tempat netral tak terwujud adalah dengan tak terprovokasi intrik lawan.
Jangan ada lagi ancaman-ancaman verbal. Meminjam istilah kondang anak-anak jaman sekarang, 'cukup serang batinnya'. Ancaman kekerasan sama sekali tak membuat menang.
Saat ini Timnas Indonesia sedang mencoba naik kelas. Dari tim guram menjadi kuda hitam, dan selanjutnya elite Asia. Suporter Timnas pun pantasnya demikian pula.