Badai PHK Menerpa, Bisakah Mimpi Ekonomi Terbang 8 Persen Terwujud?

3 days ago 6

Jakarta, CNN Indonesia --

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) buruh banyak terjadi belakangan ini.

Paling jelas terlihat adalah kasus PHK yang menimpa karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex.

Pabrik tekstil itu tutup mulai 1 Maret lalu buntut kasus kepailitan yang membelit mereka. Tidak tanggung-tanggung, sekitar 10 ribu orang terkena PHK imbas tutup operasi pabrik yang pernah menjadi raksasa tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelum Sritex, nahas juga dialami pekerja Yamaha yang menutup dua pabrik piano di Indonesia. Jumlah tenaga kerja yang terkena PHK ditaksir sekitar 1.100 orang.

Ada pula penutupan pabrik produsen semikonduktor Sanken di Cikarang. Sekitar 900 orang pekerja pabrik itu disebut mengalami PHK.

Selain itu, ada PHK massal di perusahaan startup e-Fishery. Sekitar 400 orang terdampak PHK setelah skandal laporan keuangan ganda perusahaan itu.

Terbaru, ada PHK massal dua pabrik sepatu di Banten. PT Adis Dimension Footwear serta PT Victory Ching Luh disebut mem-PHK 4.000 orang karyawan mereka.

Badai PHK di awal tahun merupakan kelanjutan dari tahun sebelumnya. Pada 2024, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 77.965 orang pekerja terkena PHK. Pada tahun sebelumnya, jumlah pekerja yang di-PHK mencapai 64.855 orang.

Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho mengatakan badai PHK di Indonesia merupakan imbas abai pemerintah terhadap penderitaan yang dialami industri setahun terakhir.

Menurutnya, abai ini bisa terlihat jelas dari tutup mata pemerintah terhadap banjir barang impor yang menggempur pasar dalam negeri, baik yang datang secara legal maupun ilegal.

Banjir tersebut menekan permintaan masyarakat atas produksi industri dalam negeri. Maklum, produk impor yang masuk Indonesia banyak dijual dengan harga lebih murah.

Karena permintaan tertekan, otomatis mengganggu kinerja keuangan. Ketika kinerja terganggu, mau tidak mau kalau sudah tidak bisa bertahan, industri akan lambat laun tutup.

"Menurut saya, wajar terjadi PHK karena pemerintah dalam hal ini membiarkan industri suffering, industri domestik suffering, digempur habis-habisan oleh produk impor," kata Andry saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (6/3).

Sikap abai pemerintah katanya, juga terlihat dari tidak adanya langkah konkret dari pemerintah menyikapi kondisi ini. Andry melihat respons Presiden Prabowo Subianto hanya sebatas ucapan di pidato.

Dia sejatinya selalu berkoar soal nasionalisme dan menegakkan kedaulatan ekonomi. Seharusnya tidak hanya koar-koar yang dilakukan.

Prabowo harus melakukan langkah konkret dengan menerbitkan kebijakan-kebijakan meringankan beban biaya yang ditanggung industri.

"Pidato atau omongan dari Presiden di publik tidak akan menolong kondisi industri, kondisi pasar, kondisi kepercayaan investor di domestik jadi harus direalisasikan dalam bentuk kebijakan," ucapnya.

Ancam pertumbuhan ekonomi

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai ekonomi Indonesia akan kesulitan bertumbuh imbas badai PHK ini.

Dia menilai gelombang PHK bakal menggerus daya beli masyarakat. Selama ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang konsumsi rumah tangga.

Misalnya, pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2024 sebesar 5,03 persen. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi mencapai 54 persen

"Konsumsi rumah tangga yang jadi andalan, akan cukup tertekan akibat adanya kasus PHK akhir-akhir ini. Dampaknya bisa di semester dua tahun ini," kata Huda.

"Jika konsumsi rumah tangga bermasalah, saya rasa sulit untuk pertumbuhan ekonomi bergerak ke arah 5,2 persen apalagi 8 persen," ucapnya.

Huda berpendapat pemerintah perlu bekerja keras jika ingin mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen tahun ini. Pemerintah harus meningkatkan daya beli masyarakat dengan memberikan stimulus terutama bagi kelas menengah.

"Kedua, jangan ada kebijakan yang mereduksi daya beli dan konsumsi rumah tangga," ucapnya.

Andry berpendapat serupa. Menurutnya, gelombang PHK akan berdampak pelemahan daya beli masyarakat. Lebih lanjut, hal ini akan merembet ke menurunnya investasi asing.

Indonesia, ucapnya, punya daya jual karena potensi pasar besar. Namun, jumlah penduduk yang banyak tak ada pengaruhnya bila tak didukung kemampuan belanja.

"Ini yang menurut saya kalau tidak dijaga, investor pasti akan keluar," kata Andry.

Dia menyarankan dua hal kepada pemerintahan Prabowo. Pertama, memperbaiki iklim industri dengan membatasi impor.

Pemerintah juga harus memberikan insentif-insentif untuk perindustrian agar dapat bersaing dengan produk impor. Dengan dua hal itu diharapkan industri membaik dan daya beli masyarakat terjaga karena tak ada PHK.

[Gambas:Video CNN]

(agt)

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi