Jakarta, CNN Indonesia --
Coretax selaku sistem pajak canggih milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan digadang-gadang bisa mendatangkan tambahan Rp1.500 triliun ke kas negara.
Sistem inti administrasi perpajakan ini diluncurkan secara resmi oleh Presiden Prabowo Subianto pada 31 Desember 2024. Lalu, wajib pajak sudah bisa mengakses coretax per 1 Januari 2025 melalui www.pajak.go.id/coretaxdjp.
"Coretax dibangun sebagai bagian dari upaya reformasi perpajakan dengan mengintegrasikan seluruh sistem administrasi perpajakan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani di Instagram @smindrawati, Selasa (14/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, apa saja keunggulan dan manfaat coretax?
1. Integrasi
DJP Kemenkeu menegaskan coretax dibangun untuk memodernisasi sistem administrasi perpajakan di Indonesia. Sistem ini mengintegrasikan seluruh proses administrasi perpajakan, mulai dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan surat pemberitahuan tahunan (SPT), pembayaran pajak, sampai pemeriksaan dan penagihan pajak.
Kehadiran coretax membuat wajib pajak tidak perlu lagi membuka banyak aplikasi. Selama ini, pelayanan pajak tercecer di beberapa tempat, seperti e-Filing, e-Bupot Unifikasi, hingga e-Form.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan turut meninjau langsung implementasi coretax di Kantor DJP, Jakarta Pusat. Kunjungan tersebut didampingi langsung oleh Menkeu Sri Mulyani dan Dirjen Pajak Suryo Utomo.
Luhut membandingkan coretax dengan sistem lama DJP yang masih terbatas. Ia membeberkan sebelumnya teknologi perpajakan Indonesia out of date, datanya belum lengkap, serta kurang integritas data.
2. Tambah Cuan Negara Rp1.500 triliun
Luhut meyakini ada potensi tambahan penerimaan negara sebesar Rp1.500 triliun berkat coretax. Cuan tersebut diklaim bisa dikantongi selama lima tahun ke depan alias dalam pemerintahan Presiden Prabowo.
Angka tersebut dikutip dari paparan Bank Dunia yang mengatakan Indonesia masih punya tax gap sekitar 6,4 persen dari produk domestik bruto (PDB). Hadirnya coretax diyakini sanggup menambal bolong tersebut, termasuk membuka optimalisasi potensi pajak.
Mantan menteri koordinator bidang kemaritiman dan investasi itu mengatakan DJP Kemenkeu sudah berhasil mencatat 776 juta e-Faktur per tahun. Ini adalah bukti pungutan pajak pertambahan nilai (PPN).
Luhut menghitung bahwa rata-rata ada 2 juta transaksi e-Faktur setiap harinya. Menurutnya, ini adalah potensi besar yang dapat dioptimalkan negara melalui digitalisasi perpajakan.
3. Menaikkan Tax Ratio
Hitungan Luhut, coretax bisa mengerek tax ratio Indonesia sebesar 2 persen poin.
Rasio pajak Indonesia sekarang alias perbandingan penerimaan pajak dengan PDB masih berkutat di angka 10 persen.
Kehadiran coretax diklaim juga bisa membuat wajib pajak lebih patuh. DJP Kemenkeu menilai kemudahan dalam pelaporan dan pembayaran pajak akan mendorong kepatuhan wajib pajak.
4. Terkoneksi dengan Govtech
Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan pentingnya menjaga aspek interoperabilitas. Koordinasi dan kolaborasi antarsistem elektronik milik pemerintah diharapkan bisa berjalan baik, termasuk integrasi dengan data coretax.
"Semua dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi dan yang terpenting untuk membangun kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan," kata wanita yang akrab disapa Ani.
Luhut sepakat bahwa koneksi coretax dengan Govtech bisa meningkatkan efisiensi dan disiplin pajak. Kendati, ia mengingatkan bahwa aspek keamanan data tetap harus menjadi prioritas utama.
Ditjen Pajak juga menekankan terkait peningkatan kemampuan analisis data. Integrasi data diklaim bisa membuat pemerintah melahirkan kebijakan yang sesuai.
"Data perpajakan yang terintegrasi dapat diolah untuk menghasilkan analisis yang lebih baik dalam pengambilan kebijakan," jelas DJP.
5. Sanksi Otomatis
Sistem digitalisasi dan integrasi data pada akhirnya bakal melahirkan sanksi otomatis. Warga yang tidak memenuhi kewajiban pajak akan sulit mengurus dokumen penting, seperti paspor.
Ketua DEN Luhut menegaskan digitalisasi ini turut memakai banyak teknologi canggih, seperti blockchain, kecerdasan buatan (AI), dan big data. Tak cuma mempermudah administrasi wajib pajak, tapi memberikan sanksi otomatis bagi mereka yang tak taat aturan.
"Kalau data saya baik, mesin itu nanti akan merilis. Jadi tidak perlu antre. Tapi kalau saya punya data yang tidak bagus, itu mesin akan nge-block dan nanti kita periksa. Kalau salah, perusahaan saya bisa saja nanti akan kena blok. Jadi saya tidak bisa jalan," kata Luhut dalam Konferensi Pers di Kantor DEN, Jakarta Pusat, Kamis (9/1).
"Karena nanti ada mantan-mantan pejabat juga yang tidak patuh akan ketahuan, ya, akan ketahuan. Jadi kalau misalnya saya mantan pejabat, saya menyembunyikan sesuatu, pasti akan ketahuan. Entah dulu dia paling berkuasa, enggak ada urusan," tegasnya.
(skt/sfr)