Fenomena Ormas Minta THR dan Minimnya Pelindungan Negara

1 day ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Fenomena organisasi kemasyarakatan (ormas) meminta uang tunjangan hari raya (THR) kepada para pelaku usaha besar atau kecil kerap terjadi jelang Lebaran. Tak jarang, permintaan THR itu menjurus pada aksi kejahatan, mulai dari pemerasan hingga pengancaman.

Di Tangerang misalnya, dua satpam SMKN 9 Tangerang jadi korban penusukan dan penganiayaan oleh sejumlah anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) karena menolak permintaan THR mereka.

Kemudian, di Bekasi, pria yang mengaku sebagai 'jagoan cikiwul' harus menyandang status tersangka usai memalak sebuah perusahaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masih di Bekasi, pria yang mengenakan seragam aparatur sipil negara (ASN) juga meminta THR kepada pedagang di Pasar Induk Cibitung, Kabupaten Bekasi.

Bahkan, aksi ini tak hanya dilakukan oleh ormas. Tetapi, juga dilakukan anggota bhabinkamtibmas Polsek Metro Menteng ke sebuah hotel di Jakarta Pusat.

Buntut aksinya itu, anggota bernama Aipda Anwar kini dilakukan penempatan khusus (patsus) selama 20 hari untuk proses pemeriksaan lebih lanjut oleh Propam Polres Metro Jakarta Pusat terkait dugaan penyalahgunaan wewenang.

Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), AB Widyanta mengatakan fenomena permintaan THR oleh ormas ataupun pihak lainnya memang sudah lama terjadi di Indonesia.

Namun, menurutnya, di tahun ini fenomena tersebut terjadi secara sporadis dan di berbagai wilayah. Kata dia, fenomena ini tak lepas dari kondisi perekenomian Indonesia.

"Kita harus membaca bahwa ada sebuah bentuk konstruksi arus perekonomian, di mana ABPN kita yang katanya dilakukan demi efisiensi," kata Widyanta saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (24/3).

Widyanta menyebut hal tersebut ternyata cukup mempengaruhi kondisi perekonomian masyarakat. Khususnya, di kelompok menegah ke bawah.

Apalagi, bisa dikatakan pengeluaran masyarakat bisa membengkak selama bulan Ramadan dan di hari Lebaran. Alhasil, mereka pun melakukan berbagai upaya untuk bisa memenuhi kebutuhan.

"Dan kelompok-kelompok ini tentu saja akhirnya melakukan semacam pemalakan, alasannya untuk THR, tentu THR hanya menjadi sebuah momentum yang itu dirayakan banyak orang dan itu mungkin dianggap sebagai kebiasaan," ucap Widyanta.

"Tapi praktik-praktik seperti ini sesungguhnya akan merepotkan bagi private sector ya, yang bergerak memang di bisnis," imbuhnya.

Bahkan, Widyanta berpendapat fenomena permintaan THR ini merupakan bagian dari spiral kekuasaan yang dilakukan pemerintah.

Polri tak serius antisipasi

Terpisah, kriminolog dari Universitas Indonesia Adrianus Meliala mengatakan fenomena meminta THR ini jelas menimbulkan rasa ketidaknyamanan bagi para pelaku usaha. Ormas mestinya bukan kategori yang wajib diberikan THR.

"Jelas (pelaku usaha) tidak nyaman, mitra bukan, vendor bukan, bawahan bukan, kok ngasih THR? Ada kemungkinan ormas itu merasa atasan pengusaha, maka wajib diberi THR," kata dia.

Menurut Adrianus, Lebaran juga dianggap oleh ormas atau pihak tertentu sebagai momen untuk mendapat dukungan finansial.

Karenanya, bagi mereka yang tidak memiliki akses mendapat THR, akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkannya dari pihak yang dianggap mampu.

Adrianus menyebut Polri seharusnya sudah mempersiapkan langkah khusus untuk mengatasi fenomena tahunan ini. Namun, ia menilai Polri tak memiliki langkah serius.

Mabes Polri sebelumnya sempat menyatakan bakal menindak seluruh ormas yang terlibat dalam aksi pemerasan dan pungutan liar (pungli). Korps Bhayangkara menyebut tak akan mentolerir aksi-aksi premanisme yang dapat mengancam investasi dan stabilitas ekonomi nasional.

"Karena tahunan, mestinya antisipasinya sama seriusnya dengan persiapan Korlantas terkait arus mudik dan arus balik. Nyatanya Polri enggak serius dalam hal ini. Mungkin khawatir termakan omongan sendiri," tutur dia.

(dis/tsa)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi