Kenapa IHSG Kebakaran Pekan Ini?

4 days ago 5

Jakarta, CNN Indonesia --

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok sebesar 139,25 poin atau 2,14 persen ke level 6.380 pada perdagangan Selasa (4/3).

Hal ini dipicu oleh kombinasi sentimen global negatif, tekanan investor asing, serta faktor fundamental di beberapa sektor.

Para analis menilai kondisi pasar saat ini masih tertekan oleh berbagai faktor eksternal, termasuk kebijakan ekonomi global yang berdampak langsung pada arus investasi di Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Head of Customer Literation and Education dari Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi menjelaskan pergerakan IHSG yang fluktuatif serta penguatan pada Senin (3/3) yang hanya bersifat technical rebound masih sesuai dengan ekspektasi.

"Karena beberapa sentimen pasar masih cenderung negatif," ujar Oktavianus kepada CNNIndonesia.com, Rabu (5/3).

Menurutnya, salah satu faktor utama adalah kebijakan tarif baru yang diumumkan Presiden AS Donald Trump, yang tetap berjalan sesuai rencana meskipun mendapat banyak kritik, termasuk dari China.

Selain itu, kata Oktavianus, potensi stimulus ekonomi dari China juga diprediksi akan menarik arus modal ke negara tersebut, mengurangi aliran investasi ke Indonesia.

Kemudian tekanan dari investor asing turut memperburuk kondisi pasar. Oktavianus melihat hingga saat ini, sudah terjadi capital outflow sebesar Rp22 triliun di seluruh perdagangan, terutama karena perpindahan aset ke instrumen yang lebih aman (low-risk).

Hal ini menurutnya diperparah dengan pemangkasan rating saham Indonesia menjadi underweight oleh Morgan Stanley, meskipun JP Morgan masih menaikkan beberapa rating saham perbankan.

"Fluktuasi nilai rupiah yang cenderung terdepresiasi terhadap dolar AS juga mendorong ketidakstabilan dalam negeri," tambah Oktavianus.

Dari sektor energi, ia menilai kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menjadikan harga batubara acuan (HBA) sebagai patokan ekspor batubara juga dapat memperberat kinerja ekspor Indonesia.

Perbedaan antara HBA dengan kontrak batubara global dikhawatirkan membuat China mulai mengalihkan impor ke negara lain yang menawarkan harga lebih kompetitif.

Selain itu, ia melihat potensi perlambatan kinerja pada kuartal I-2025, khususnya bagi saham blue chip, juga menjadi perhatian di tengah ketidakpastian ekonomi makro.

Sementara itu, terkait dugaan bahwa peluncuran Badan Pengelola Investasi Danantara (BPI Danantara) turut berkontribusi terhadap tekanan di pasar, Oktavianus menilai faktor utama yang mempengaruhi pergerakan IHSG saat ini tetap berasal dari eksternal.

"Kami melihat pasar yang dinamis saat ini lebih banyak dipengaruhi sentimen di atas, khususnya kebijakan dari eksternal," ujarnya.

Namun, ia tetap memberikan pandangan terkait Danantara dengan beberapa catatan penting. Menurutnya, Danantara dapat memberikan dampak positif bagi pasar jika memenuhi beberapa syarat, antara lain penerapan good corporate governance (GCG) yang baik, terutama dari segi transparansi dan akuntabilitas.

isg

Selain itu, ia menyoroti pentingnya inovasi yang berkelanjutan dari emiten BUMN yang terlibat dalam BPI Danantara, agar pengelolaan dividen yang masuk dapat menghasilkan manfaat maksimal.

"Tekanan politik terhadap keputusan Danantara juga harus diminimalisir agar tetap sejalan dengan visi awal pembentukannya," tambahnya.

Selain itu, pengawasan yang dilakukan oleh pihak independen juga menjadi faktor penting dalam memastikan keberlanjutan dan kredibilitas skema investasi ini.

Senada, pengamat pasar modal Hendra Wardana juga menilai tekanan terhadap IHSG masih berlanjut akibat sentimen global dan regional yang kurang kondusif.

Meskipun investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp309 miliar, aksi jual yang mendominasi pasar tetap membuat IHSG berada di zona merah.

Menurutnya, faktor eksternal seperti ketidakpastian perang dagang AS-China, kebijakan tarif impor baru AS, serta perlambatan ekspansi sektor manufaktur AS semakin memperburuk kepercayaan investor.

"Dampak dari ketegangan ini tidak hanya dirasakan di pasar Indonesia, tetapi juga di bursa Asia, Eropa, dan Amerika yang kompak melemah," jelasnya.

Dari sisi sektoral, ia mencatat seluruh indeks tercatat melemah, dengan sektor barang baku menjadi yang paling terdampak, turun hingga 5,04 persen, disusul sektor energi dan industri.

Menurut Hendra, hal ini menunjukkan tekanan tidak hanya bersifat teknikal, tetapi juga fundamental, terutama pada sektor-sektor yang sensitif terhadap perubahan kebijakan global dan harga komoditas.

Menariknya, meskipun pasar terkoreksi, JP Morgan justru meningkatkan rekomendasi terhadap saham-saham perbankan, khususnya BBRI, yang naik dari neutral menjadi overweight.

Hendra menilai rekomendasi ini didasarkan pada fundamental bisnis pembiayaan UMKM yang kuat, meskipun masih menghadapi tantangan dalam perbaikan kualitas aset.

Ia melihat manajemen BBRI terus berupaya menekan rasio kredit bermasalah (NPL), yang diharapkan dapat membuahkan hasil positif ke depan.

Dalam kondisi saat ini, masih muncul pertanyaan apakah IHSG telah mencapai titik terendah atau masih berpotensi mengalami koreksi lebih lanjut. Hendra menilai indeks masih dalam fase mencari titik bottom, dengan potensi tekanan tambahan jika sentimen eksternal belum membaik.

Namun, stimulus dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti kemudahan buyback tanpa perlu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) serta penundaan short selling diharapkan dapat memberikan stabilitas dalam jangka pendek.

"Ke depan, agar IHSG dapat mengalami rebound yang lebih solid, diperlukan kombinasi dari beberapa faktor: stabilisasi kondisi global, kepastian arah kebijakan The Fed terkait suku bunga, serta dukungan dari fundamental ekonomi domestik yang kuat. Jika faktor-faktor ini dapat berkontribusi positif, maka pemulihan IHSG akan lebih berkelanjutan," ujar Hendra.

[Gambas:Video CNN]

(sfr/del)

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi