Pengamat Energi Apresiasi Pemerintah Tangani Kuota BBM Swasta

4 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, mengapresiasi langkah pemerintah dalam menangani persoalan kuota impor bahan bakar minyak (BBM) yang melibatkan badan usaha (BU) swasta.

Menurutnya, kebijakan pemerintah sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan penghapusan mekanisme kuota impor diskriminatif, namun tetap menjaga ketahanan energi nasional.

Ia menjelaskan, pernyataan Presiden terkait penghapusan kuota impor pada komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak merupakan sinyal penting agar perdagangan berjalan lancar tanpa hambatan administratif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Namun, arahan Presiden ini tidak bisa dibaca secara parsial atau dipakai sebagai dalih untuk memberi keleluasaan tak terbatas kepada segelintir pemain pasar yang justru dapat mengancam ketahanan energi nasional," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (18/9).

Isu yang tengah mencuat, kata Trubus, adalah desakan sejumlah BU swasta pemilik SPBU agar pemerintah membuka kuota impor tambahan. Mereka beralasan stok BBM sudah menipis, meski kuota impor tahun ini sebenarnya sudah dinaikkan 10 persen dibanding 2024 dan realisasi impor telah mencapai 110 persen dari pagu awal.

"Fakta bahwa stok bisa habis sebelum akhir tahun seharusnya menjadi pelajaran penting bagi industri untuk melakukan perencanaan logistik yang lebih baik, bukan sekadar mendesak pemerintah membuka keran impor lebih lebar," imbuh dia.

Trubus menilai pemerintah memiliki kewajiban menyeimbangkan tiga kepentingan utama, yakni menjamin pasokan BBM bagi konsumen, menciptakan level playing field antara BUMN dan swasta, serta memastikan kepentingan nasional dalam menjaga kedaulatan energi.

Arahan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) agar BU swasta membeli BBM dari Pertamina atau melakukan impor melalui Pertamina dipandang sejalan dengan kerangka kebijakan tersebut.

"Kebijakan ini bukan bentuk diskriminasi atau bahkan upaya monopoli, melainkan upaya konsolidasi pasokan agar volume, kualitas, dan pembiayaan tetap berada dalam kendali nasional. Pendekatan ini juga menghindari fragmentasi impor yang bisa menimbulkan inefisiensi dan potensi disparitas harga di lapangan," paparnya.

Trubus juga menyoroti posisi BU swasta yang kini menguasai sekitar 11 persen pangsa pasar. Dengan porsi itu saja, mereka sudah mampu memengaruhi percakapan publik, terutama di media sosial.

Jika diberikan keleluasaan impor tanpa batas, potensi ekspansi pasar swasta dinilai bisa mengurangi kemampuan negara menjaga cadangan strategis energi. Menurutnya, kekhawatiran sejumlah pembuat kebijakan berpusat pada potensi pergeseran kendali sektor energi ke arah kekuatan pasar yang tidak terarah.

Ia menekankan pentingnya kebijakan yang berpijak pada visi jangka panjang, bukan sekadar respons terhadap tekanan opini atau dinamika pasar.

"Sebaliknya, pemerintah tetap konsisten terhadap arahan Presiden: menghapus kuota yang diskriminatif, tetapi memastikan kebijakan impor tetap terkoordinasi dalam satu kerangka tata kelola energi nasional," tutur dia.

Sebagai pengamat, Trubus menyarankan beberapa langkah perbaikan. Pertama, meningkatkan transparansi data pasokan dan kebutuhan BBM agar publik yakin stok aman.

Kedua, mengembangkan mekanisme joint procurement yang memungkinkan swasta ikut impor, namun tetap terkoordinasi dengan Pertamina. Ketiga, memperkuat komunikasi publik agar kebijakan ini dipahami sebagai upaya menjaga ketahanan energi, bukan proteksi semata.

Keempat, terus memantau pangsa pasar dan perilaku BU swasta agar pertumbuhan mereka tetap berada dalam koridor persaingan yang sehat, tanpa mengorbankan peran strategis negara.

Trubus menegaskan bahwa pemerintah tidak sedang mengambil sikap konfrontatif terhadap sektor swasta. Ia menyebut kebijakan terbaru sebagai langkah penataan pasar menuju ekosistem yang lebih sehat, transparan, dan efisien.

Menurutnya, keterlibatan swasta tetap dibutuhkan untuk mendorong peningkatan layanan dan inovasi, namun harus berada dalam koridor tata kelola nasional yang ketat, terutama di sektor strategis seperti energi.

Ia juga menjelaskan bahwa dorongan agar badan usaha swasta membeli dari Pertamina bukanlah bentuk pembatasan, melainkan bagian dari pelaksanaan prinsip arus barang yang bebas namun terkontrol.

"Sebaliknya, ini adalah implementasi nyata dari prinsip free flow of goods yang terkendali, demi menjamin kepastian pasokan, stabilitas harga, dan kedaulatan energi Indonesia," pungkas Trubus.

(rir)

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi