Endro Priherdityo
1 Kakak 7 Ponakan seperti pelukan yang sukar ditolak karena begitu hangat dan melegakan.
Jakarta, CNN Indonesia --
Kandidat film Indonesia paling dicintai penonton pada tahun ini ternyata muncul cukup awal usai 1 Kakak 7 Ponakan tayang di bioskop pada paruh akhir Januari 2025.
Melalui cerita berdurasi 131 menit, film ini seperti pelukan yang sukar ditolak karena begitu hangat dan melegakan. Perasaan itu pastinya datang dari eksekusi matang 1 Kakak 7 Ponakan dari berbagai elemen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yandy Laurens kembali berlabuh ke dalam pikiran dan sanubari penulis legendaris Arswendo untuk karya ketiganya. Setelah mengadaptasi Keluarga Cemara yang sukses meluluhkan hati, ia berlanjut membawa sinetron 1 Kakak 7 Ponakan (1996) ke medium film layar lebar.
Sama seperti Keluarga Cemara, cerita 1 Kakak 7 Ponakan juga masih berakar mengenai keluarga. Namun, film ini membawa warna yang unik dan khas dibanding Keluarga Cemara atau cerita keluarga kebanyakan.
Warna yang identik itu terpancar dari cerita seorang arsitek muda bernama Hendarmoko atau Mas Moko (Chicco Kurniawan) memendam mimpi supaya bisa mengasuh keponakan-keponakannya.
Premis semacam ini, menurut saya, adalah santapan empuk Yandy Laurens yang sudah berpengalaman menyentuh hati penonton melalui berbagai cerita dan dalam berbagai format.
Review Film 1 Kakak 7 Ponakan (2025): Yandy Laurens tidak sekadar menghadirkan cerita dramatis yang menguras air mata, tetapi juga menyertakan topik-topik tentang kehidupan berkeluarga. (Mandela Pictures/Cerita Film/Legacy Pictures)
Namun, ia ternyata masih mampu menyuguhkan perspektif kebaruan dalam 1 Kakak 7 Ponakan. Ia tidak sekadar menghadirkan cerita dramatis yang menguras air mata, tetapi juga menyertakan topik-topik tentang kehidupan berkeluarga.
Premis unik itu membantu Yandy mengeksplorasi berbagai isu, terutama ketika keluarga yang coba ditampilkan sangat jauh dari kata ideal jika dilihat dari luar.
Ia mengawali itu dengan proses Moko melewati rangkaian peristiwa tragis yang mengubah hidup secara drastis. Entah disengaja atau tidak, saya merasa bagian awal ini dituturkan dengan gaya yang semrawut.
Adegan demi adegan yang ditampilkan terlihat begitu kacau, sama kacaunya dengan kepahitan yang dilalui Moko bersama keponakannya. Jika diibaratkan, penonton bagai diajak untuk naik di atas kapal milik keluarga Moko yang terombang-ambing ombak besar.
Badai itu bertahan hingga sekitar 20 menit pertama film dan semakin berlalu saat Moko selaku orang tua tunggal mulai mampu memimpin keluarganya.
Review Film 1 Kakak 7 Ponakan (2025): Kuartet aktor senior yang terdiri dari Kiki Narendra, Maudy Koesnaedi, Niken Anjani, dan Ringgo Agus Rahman tidak kalah berkesan meski menit mainnya terbatas. (Mandela Pictures/Cerita Film/Legacy Pictures)
Namun, pada saat itu pula, Yandy melontarkan isu-isu keluarga yang kerap tabu dibahas di rumah. Ia mengeksplorasi peran Moko yang bergeser dari seorang paman bagi para keponakannya menjadi seorang ayah.
Pergeseran itu kemudian diturunkan ke dialog hingga adegan yang ditampilkan, seperti usaha Moko untuk selalu memberikan segalanya bagi keluarga tetapi luput memperhatikan hidupnya.
Karakter Moko sebagai sosok kakak/ayah idaman juga kerap diuji dengan situasi yang membuatnya harus memikirkan ulang definisi baik dalam hidup maupun hubungan berkeluarga.
Topik dan pertanyaan semacam ini rasanya jadi salah satu poin yang paling kuat dari 1 Kakak 7 Ponakan.
Kehadiran film ini menjadi lebih besar dari suguhan cerita layar lebar. Ia juga tumbuh di luar layar lebar melalui obrolan dan diskusi yang muncul setelah film berakhir.
Layaknya pelukan hangat yang melegakan hati, 1 Kakak 7 Ponakan juga menawarkan afirmasi bagi para penonton, terutama mereka yang kesulitan mengungkapkan isi hati di tengah kondisi masing-masing.
Dekapan itu menjadi kian erat berkat penampilan brilian para pemeran. Ketulusan rasanya menjadi nilai yang dipegang erat para pemain sepanjang tampil di depan kamera.
Penampilan Chicco Kurniawan yang memikul peran sentral itu menjadi lengkap dengan kehadiran Fatih Unru, Freya JKT48, Nadif H.S., hingga Kawai Labiba. Amanda Rawles yang memerankan Maurin, kekasih Moko, juga berhasil menghadirkan perspektif sang karakter dengan mulus.
Kuartet aktor senior yang terdiri dari Kiki Narendra, Maudy Koesnaedi, Niken Anjani, dan Ringgo Agus Rahman tidak kalah berkesan meski menit mainnya terbatas.
Review Film 1 Kakak 7 Ponakan (2025): Ketulusan rasanya menjadi nilai yang dipegang erat para pemain sepanjang tampil di depan kamera. (Mandela Pictures/Cerita Film/Legacy Pictures)
Satu hal yang penting dalam penampilan itu adalah kemampuan mereka menghidupkan karakter secara terukur, sesuai porsi, tanpa harus berebut sorotan.
Keunggulan itu disempurnakan dengan kehadiran scoring dan soundtrack 1 Kakak 7 Ponakan. Yandy kembali memberikan peran besar kepada elemen musik, sama seperti film-film terdahulunya.
Namun, kali ini, ia menyandingkan lagu populer era kini dari Sal Priadi dengan soundtrack ikonis Jangan Risaukan ke dalam satu cerita besar.
Formula itu pun sukses memperkaya energi yang muncul setiap kali lagu-lagu latar tersebut mengalun, entah itu Jangan Risaukan, Kita usahakan rumah itu, maupun Mesra-mesraannya kecil-kecilan dulu.
Berbagai keunggulan dalam 1 Kakak 7 Ponakan ini rasanya membantu Yandy Laurens berada di trek yang tepat menuju hattrick membuat film jempolan sejak debut penyutradaraan.
Film 1 Kakak 7 Ponakan seharusnya bisa sampai ke hati penonton layaknya Keluarga Cemara dan Jatuh Cinta Seperti di Film-Film yang disambut hangat hingga dirayakan sedemikian meriah oleh banyak orang.
Namun, pertaruhan sesungguhnya ada di tangan Yandy Laurens. Ia perlu memerhatikan langkah-langkahnya setelah ini, karena ekspektasi terhadap sang sutradara akan semakin besar jika 1 Kakak 7 Ponakan bisa mengulang kesuksesan dua rilisan terdahulu.
Meski demikian, rasanya penonton tidak perlu khawatir jika Yandy tetap setia menghadirkan suguhan-suguhan yang sarat nilai dan tidak cuma ingin mengais air mata atau romantisme belaka.
(end/end)