Endro Priherdityo
Dark Nuns memiliki adegan puncak yang intens, tapi untuk mendapatkan hal itu, penonton mesti berjuang menyusuri 'kegelapan' ceritanya.
Jakarta, CNN Indonesia --
Awalnya saya merasa, Dark Nuns menarik hanya pada dua aspek: kemunculan kembali Song Hye-kyo, dan kisah eksorsisme yang dilakukan oleh suster Katolik yang notabenenya sering digambarkan sekadar pendamping Pastor dalam tim pengusiran setan.
Dua gagasan itu kemudian digabung oleh penulis Kim Woo-jin dan Oh Hyojin menjadi satu premis yang sangat menggelitik: bagaimana jika Song Hye-kyo adalah sang pengusir setan? Sungguh gagasan yang sangat kental akan sarat feminisme sekaligus sensasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga kemudian usai saya menyaksikan spin-off yang juga adalah sekuel film The Priests (2015) itu, Dark Nuns menempatkan saya pada posisi yang tidak bisa dengan tegas menentukan putusan bulat atas film ini.
Pertama-tama, Song Hye-kyo menampilkan performa yang apik. Bagi saya, Dark Nuns sebuah comeback yang cukup baik bagi aktris 43 tahun tersebut, meski tak bisa saya bilang ini sampai pada taraf fenomenal.
Saya menyadari peran Song Hye-kyo menjadi Suster Junia tidaklah mudah. Beruntungnya Song Hye-kyo sungguh mengalami perkembangan akting yang positif dalam beberapa tahun terakhir.
Apakah itu berkaitan dengan pengalamannya dalam drama The Glory (2022-2023) yang lebih bermain pada thriller psikologis, atau memang Song Hye-kyo sudah menemukan ladang emasnya dalam berakting, hanya dirinya yang tahu. Yang jelas, Song Hye-kyo terlihat luwes mengendalikan dan memandu pertunjukan psikis dari Suster Junia pada film ini.
Review Dark Nuns: Dark Nuns sebuah comeback yang cukup baik bagi Song Hye-kyo, meski tak bisa saya bilang ini sampai pada taraf fenomenal. (dok. Next Entertainment World)
Hal itu termasuk, Song meresapi dengan betul karakteristik Pastor Kim dalam The Priests yang diperankan oleh Kim Yoon-seok. Bahkan, saya merasa Suster Junia adalah Pastor Kim dalam bentuk perempuan.
Namun saya sepakat dengan yang dikatakan Song Hye-kyo dalam jumpa media Dark Nuns beberapa waktu lalu, ia tak akan bisa tampil dengan luwes memerankan karakter itu bila tak ada Jeon Yeo-been yang menjadi Suster Michaela.
Jeon Yeo-been tak kalah mulus dalam memerankan suster Katolik yang skeptis soal eksorsisme dan berperangai seperti robot itu. Bahkan, Jeon bisa menjadi penyeimbang penampilan Song Hye-kyo.
Seiring dengan perjalanan durasi film, Jeon mampu menampilkan perkembangan karakter Suster Michaela yang cukup kompleks hingga kemudian memiliki chemistry yang kuat dengan Suster Junia (Song Hye-kyo).
Bahkan saya merasa perkembangan karakter Suster Michaela ini adalah yang paling terasa dari seluruh karakter yang ada di dalam Dark Nuns.
Selain duo sister act tersebut, Moon Woo-jin sebagai Hee-joon juga menunjukkan peluangnya sebagai calon aktor berbakat masa depan. Walaupun, saya sebenarnya masih lebih memilih performa Park So-dam menjadi Young-shin dalam The Priests (2015).
Hal lain yang saya suka dari Dark Nuns ini adalah set produksi yang digunakan dalam film ini. Kwon Hyeok-jae terbilang berani menggunakan lokasi yang beragam dengan tidak melupakan aspek dramatisasi yang disajikan sejak awal.
Review Dark Nuns:Jeon Yeo-been tak kalah mulus dalam memerankan suster Katolik yang skeptis soal eksorsisme dan berperangai seperti robot itu. (dok. Next Entertainment World)
Meski begitu, saya sejujurnya tidak bisa dengan mudah untuk masuk ke dalam cerita yang sudah ditulis Kim Woo-jin dan Oh Hyojin.
Duo penulis tampak terasa berada di antara posisi yang gamang, antara mengikuti pola yang sudah dibuat Jang Jae-hyun dalam The Priests atau untuk berkembang secara organik.
Sayangnya, cerita yang saya anggap tak mulus tersebut semakin dibuat rumit dengan segala eksperimen yang digunakan Kwon Hyeok-jae. Mulai dari bagaimana Kwon mengorkestrasi alur cerita, hingga hal detail seperti caranya mengambil gambar.
Saya terganggu dengan beberapa sudut pengambilan gambar oleh Kwon. Saya seolah menyaksikan film yang proyektornya tertutup benda tertentu sehingga keseluruhan adegan tak bisa saya lihat dengan leluasa.
Selain itu, saya juga tak mengerti alasan Kwon menggunakan sejumlah eksperimen pada cerita yang sebenarnya sudah cukup rumit untuk dicerna, terutama bagi mereka yang mungkin tidak melihat atau terlupa akan kisah The Priests (2015).
Pada aspek penuturan inilah yang menurut saya sebagai kejanggalan paling besar dari Dark Nuns. Para pemain menampilkan aksi yang terbilang baik dalam menyampaikan karakternya masing-masing, tapi terhalang dari berbagai eksperimen sok edgy dari penulis juga sutradaranya.
Kejanggalan itu yang menurut saya mengurangi bobot pesan unik yang sudah dibawa Dark Nuns sejak awal, yakni untuk menggabungkan daya tarik Song Hye-kyo dengan dobrakan bernuansa feminisme dalam kisah eksorsisme.
Seandainya saya bisa memberikan masukan saat Dark Nuns ini sedang digarap, mungkin saya akan menyarankan Kwon dan duo penulis mengurangi ambisi mereka dalam bereksperimen, serta memperkuat alur cerita serta gimik sehingga penonton akan bisa ikut memahami bagaimana pelik situasi yang dihadapi Suster Junia.
Apalagi baik Kwon, duo penulis, Song Hye-kyo, dan Jeon Yeo-been terbilang sukses melakukan adegan puncak yang sangat intens. Hanya saja, untuk mendapatkan hal itu, penonton sungguh harus berjuang untuk tidak tersesat dalam 'kegelapan' cerita Dark Nuns.
(end/end)