
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Dorongan pemberhentian paksa atau pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali mencuat ke ruang publik menyusul polemik soal latar pendidikan Gibran.
Pakar Digital Forensik, Rismon Sianipar, menilai penting bagi pemerintah untuk membuka kejelasan proses penyetaraan ijazah luar negeri agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan.
Menurut Rismon, data pendidikan Gibran yang beredar di publik menunjukkan hanya ada dua laporan nilai dari Orchid Park Secondary School pada tingkat kelas 10 dan 11, serta kursus di UTS Insearch Sydney.
Ia mempertanyakan dasar penyetaraan tersebut dengan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Ia meminta Kemendikdasmen untuk memberikan klarifikasi resmi mengenai surat penyetaraan yang diterbitkan pada Agustus 2019. Langkah ini dianggap penting sebagai bentuk tanggung jawab publik dan transparansi lembaga negara.
Rismon juga menyinggung aspek konstitusional terkait posisi wakil presiden yang harus memenuhi syarat administratif, termasuk kepemilikan ijazah SMA atau sederajat.
Ia menilai, jika benar seorang pejabat tidak memiliki ijazah SMA sebagai syarat pencalonan, maka hal itu patut menjadi perhatian serius lembaga berwenang.
"Hak memakzulkan Gibran dijamin konstitusi sesuai pasal 7 UUD 1945,” tegas Rismon dikutip pada Kamis (16/10).
Wacana pemakzulan terhadap putra sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo itu bukan kali ini saja mencuat. Sebelumnya upaya Forum Purnawirawan TNI yang menyoroti proses pencalonannya dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 menguap tanpa ada kejelasan.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: