Jakarta, CNN Indonesia --
Menjamurnya wahana ekstrem sebagai daya tarik bagi wisatawan dari berbagai usia di Indonesia ternyata menyimpan persoalan serius. Puluhan fasilitas wisata berisiko tinggi ini dilaporkan belum memiliki sertifikasi khusus.
Hal ini memicu desakan publik agar Kementerian Pariwisata (Kemenpar) segera bertindak demi mencegah tragedi. Kekhawatiran ini semakin meningkat saat periode libur sekolah.
Asosiasi Rekreasi Keluarga Indonesia (ARKI), organisasi yang menaungi taman rekreasi buatan di Indonesia, menyoroti bahwa masih banyak pihak yang tidak menyadari bahwa beberapa wahana di taman hiburan keluarga sebetulnya masuk kategori ekstrem.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kesalahan Klasifikasi dan Desakan Sertifikasi
Ketua Umum ARKI, Taufik A. Wumu, kembali mengingatkan Kemenpar mengenai urgensi sertifikasi khusus untuk wahana ekstrem. Ia mengungkapkan, saat ini setidaknya ada 30 wahana ekstrem yang beroperasi dengan klasifikasi risiko menengah.
Taufik menjelaskan bahwa kondisi ini disebabkan oleh kesalahan penempatan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) pada wahana-wahana tersebut.
"Ada kesalahan penempatan KBLI menengah rendah, sehingga tidak mandatorium untuk evaluasi. Wahana-wahana itu harusnya masuk risiko menengah tinggi dan harus disertifikasi," kata Taufik, seperti dilansir Detik, Selasa (1/7).
Menurut ARKI, Indonesia menghadapi keterbatasan dalam jumlah penyelidik atau inspektur yang memiliki sertifikasi khusus untuk wahana ekstrem. Taufik menyebutkan Indonesia hanya memiliki dua hingga tiga inspektur, salah satunya bernaung di bawah ARKI.
"Inspektur wajib memiliki sertifikat dari Amerika Serikat, mereka belajar di Orlando. Kemudian setelah belajar selama satu tahun, mereka baru mendapat sertifikat. Sangat sulit untuk mendapatkannya," terangnya.
Minimnya Perawatan dan Belum Adanya Regulasi
Ia juga menyoroti kebiasaan taman rekreasi di Indonesia yang selama ini kurang memperhatikan perawatan dan sertifikasi wahana ekstrem. Inspeksi khusus oleh inspektur baru dilakukan secara tergesa-gesa ketika terjadi kecelakaan.
Taufik menilai Dinas Tenaga Kerja yang biasanya melakukan inspeksi masih kurang kompeten dalam hal ini. Lingkup sertifikat yang mereka berikan umumnya hanya standar alat, belum mencakup aspek operasional wahana.
"Indonesia belum punya regulasinya. Harusnya ada Sertifikat Layak Operasi (SLO). Ini belum bisa dibuat di Indonesia karena pemerintah belum buat aturannya," kata Taufik.
Meski demikian, beberapa taman rekreasi mulai menunjukkan kesadaran untuk melakukan inspeksi setelah insiden kecelakaan, seperti Jatim Park dan Mikie Funland. Taufik melihat pengelola kini mulai menyadari bahwa inspeksi mesin adalah standar operasi yang harus dijalankan secara rutin.
"Mesin itu harus di-maintenance bukan di-repair," ujarnya, menekankan pentingnya perawatan preventif. Ia membandingkan wahana ekstrem dengan mesin kendaraan yang memerlukan perawatan setelah digunakan dalam jam operasional tertentu, setidaknya setahun sekali.
Dia juga menyoroti pentingnya perubahan mentalitas dalam pengelolaan wahana ekstrem demi keselamatan pengunjung.
"Kebiasaan orang Indonesia itu rusak dulu, lalu mendapat sanksi sosial, baru diperbaiki. Padahal kalau sudah begitu 'harga' yang mesti dibayar jauh lebih mahal daripada perawatan rutin," pungkas Taufik.
Berikut 10 wahana ekstrem yang berisiko tinggi terhadap kecelakaan.
1. Air Race
2. Cable car/Sky lift/Kereta Gantung/Gondola
3. Climbing Wall / Kong Climb
4. Discovery/Giant Swing
5. Jelly Swing
6. Drop zone/Tower drop/Sky drop/Hysteria
7. Ferris Wheel/Giant Wheel/Bianglala
8. Flume Ride/ Niagaragara
9. Kora-kora/ Viking
10. Tsunami.
(wiw)