Wakatobi, Surga Terumbu Karang di Timur Indonesia

6 hours ago 2

Wakatobi, Surga Terumbu Karang di Timur Indonesia

Di ujung tenggara Sulawesi, terhampar permata biru yang namanya kian bersinar di kancah pariwisata dunia: Wakatobi. Lebih dari sekadar destinasi, Wakatobi adalah pelukan hangat dari alam, terutama bagi mereka yang mendamba keindahan bawah laut.

Nama Wakatobi sendiri adalah akronim dari empat pulau utama yang membentuknya: Wangiwangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Ia tepat berada di ‘kaki kanan’ pulau Sulawesi yang berbentuk K.

Ada yang menyebut Wakatobi sebagai Negeri Impian Para Penyelam. Sebab, bagi mereka, Wakatobi adalah nama yang diagungkan. Bagaimana tidak, gugusan pulau ini terletak tepat di jantung Coral Triangle (Segitiga Terumbu Karang), sebuah episentrum keanekaragaman hayati laut dunia. Bahkan, yang terkaya di dunia.

Ini berarti Anda akan disuguhkan pemandangan yang hidup dan penuh warna di setiap jengkal kedalaman Wakatobi. Bayangkan saja, begitu Anda menjatuhkan diri ke dalam air, mata Anda akan langsung dimanjakan oleh simfoni warna-warni terumbu karang.

Di antara rimbunnya hutan karang itu, ribuan ikan dengan corak dan ukuran yang beragam menari-nari.

Ada ikan badut yang bersembunyi di balik anemon (hewan laut yang bentuknya mirip tumbuhan), kawanan ikan fusilier yang kompak bergerak, hingga penyu laut yang sesekali menampakkan diri saat mencari makan. Setiap arus membawa kejutan yang menyenangkan.

Tak perlu khawatir jika masih belum terlalu mahir menyelam. Ada puluhan titik penyelaman yang tersebar di seluruh Wakatobi, masing-masing dengan karakteristik dan daya tariknya sendiri.

Di Dive Site Cornucopia, misalnya, Anda akan menemukan dinding karang vertikal yang menukik ke kedalaman, dihiasi kipas laut raksasa dan gorgonian. Sementara di House Reef Tomia, yang mudah diakses dari dermaga, Anda bisa menemukan kehidupan makro yang begitu kaya, dari nudibranch hingga udang kecil yang tersembuny.

Niar Amalia, wisatawan asal Kendari, adalah salah seorang yang pernah terpincut magnet keindahan bawah laut Wakatobi. Pada kami ia bercerita pengalaman scuba diving di Wakatobi yang membuatnya ketagihan dan terus penasaran.

“Terumbu karang, ikan-ikannya, semua ekosistem yang ada di bawah laut Wakatobi cakep banget. Saya baru sampai menyelam di Wangiwangi, tapi untuk kunjungan berikutnya ke Wakatobi, pengin juga sampai ke Tomia,” kata Niar.

Meski sudah dua kali mengunjungi Wakatobi, dengan yang paling akhir pada Oktober 2024, Niar tetap berhasrat kembali datang. Ia ingin menyelam lebih dalam lagi demi memperoleh pemandangan bawah laut yang lebih luar biasa pada kunjungan berikutnya.

“Kalau ke Wakatobi itu, habis itu pasti penasaran dan ketagihan. Ketagihan menyelam lebih dalam lagi, penasaran ke pulau lain seperti Kaledupa, Tomia, dan Binongko, yang bawah lautnya tak kalah indah,” tuturnya.

Niar juga memuji perlengkapan dan layanan untuk para diver di Wakatobi yang sudah memenuhi standar. Menurut dia, semua fasilitas di Wakatobi memudahkan wisatawan yang datang untuk snorkeling, scuba diving, dan juga free diving.

Para buddy yang merupakan partner yang menjaga keselamatan selama menyelam juga memiliki sertifikat yang terpercaya.

Bukan hanya itu, keramahan warga lokal Wakatobi juga membuat Niar betah, apalagi suasana tenang dan damai saat bermalam di homestay cocok bagi yang berniat menyembuhkan jiwa dari penat rutinitas.

Lebih dari Sekadar Pemandangan

Pengalaman di Wakatobi bukan hanya tentang melihat, tapi juga merasakan. Dinginnya air laut yang segar dan sensasi melayang di tengah kawanan ikan adalah momen-momen yang akan terukir abadi dalam ingatan.

Kembali ke daratan setelah menyelami keajaiban Wakatobi, Anda akan membawa pulang lebih dari sekadar foto indah, tapi juga cerita, tentang pengalaman spiritual yang menghubungkan Anda dengan alam, dan kerinduan untuk kembali ke surga tersembunyi di jantung Coral Triangle ini.

Wakatobi, dengan segala keistimewaan bawah lautnya, adalah sebuah panggilan jiwa bagi setiap petualang sejati.

Sama seperti Niar, Johannes Alfonsius, juga terbuai keindahan alam Wakatobi. Bahkan wisatawan asal Tangerang, Banten, itu diberkati pengalaman tak terlupakan bertemu paus sperma kala menyelam.

“Spot scubanya banyak di Wakatobi. Belum lagi keanekaragaman hayati di sana, sangat beragam. Kalau ada kesempatan pasti pengin lagi ke Wakatobi,” tutur Johannes kepada CNNIndonesia.com.

Dia juga berharap saat berkunjung lagi ke Wakatobi, sudah lebih banyak resort dengan manajemen yang lebih baik, sehingga wisatawan punya pilihan lebih beragam untuk menginap.

“Selain diving, ya pasti bersantai di Wakatobi. Jadi, resort juga penting, karena pemandangan di sana yang juga luar biasa,” ucap pria berusia 31 tahun ini.

Pemerintah Indonesia menempatkan Wakatobi sebagai satu di antara 10 destinasi pariwisata prioritas (DPP) untuk dikembangkan sebagai destinasi berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat serta terjaganya lingkungan alam dan budaya.

Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menyebut pengembangan terus dilakukan karena Wakatobi berpotensi menjadi destinasi wisata bahari kelas dunia.

Apalagi, Wakatobi bukan hanya memanjakan penyelam. Kemenpar juga menyorot pantai-pantai berpasir putih yang indah di Wakatobi, seperti Pantai Kapota dan Pantai Pulau Hoga, yang cocok untuk bersantai dan menikmati pemandangan.

Kemenpar juga menyebut Wakatobi punya kekayaan budaya dan tradisi lokal.

Wisatawan dapat menyaksikan berbagai tarian tradisional, seperti tari Lariangi dan tari Mangaru, serta mengunjungi desa-desa adat untuk mengenal lebih dekat kehidupan masyarakat Bajo yang dikenal sebagai "pengembara laut".

Belum lagi juga kuliner khas di Wakatobi, yang sayang untuk dilewatkan. Wisatawan bisa mencicipi kuliner khas Wakatobi, seperti Kasuami (makanan dari singkong), parende (sup ikan), dan luluta (nasi bakar).

Kemenpar kepada kami menyampaikan mengenai tingginya minat wisatawan mancanegara (wisman) dan wisatawan nusantara (wisnus) berkunjung ke Wakatobi. Trennya pun meningkat dari tahun ke tahun.

Hal ini seiring berkembangnya kawasan itu dengan fasilitas 3A (Atraksi, Amenitas, dan Aksesibilitas) yang semakin memadai.

Tercatat tahun 2024 lalu jumlah kunjungan wisman ke Wakatobi sebanyak 2.681 kunjungan, meningkat 28,27 % dibanding 2023 sebanyak 1923 kunjungan wisman. Sementara wisatawan Indonesia sebanyak 11.039 perjalanan di 2024, meningkat 26,46 % dari 2023 yang sebanyak 8.118 perjalanan.

Wakatobi sendiri memiliki tiga top atraksi, yakni Taman Nasional Wakatobi (salah satu spot menyelam terbaik di dunia dengan visibilitas hingga 50 meter dan mendapat pengakuan UNESCO sebagai bagian dari Cagar Biosfer Bumi).

Lalu, ada Kampung Bajo Mola, perkampungan tradisional Suku Bajo yang hidup di atas laut dengan rumah panggung. Menawarkan pengalaman autentik: budaya bahari, kuliner lokal, perahu tradisional, dan wisata budaya berbasis komunitas.

Dan yang ketiga adalah Pulau Hoga, pulau yang tenang dengan pantai pasir putih dan air jernih. Spot snorkeling dan diving yang indah ini sering dijadikan lokasi riset oleh peneliti asing. Terdapat pula stasiun penelitian Operation Wallacea, yang sangat cocok untuk wisata edukasi dan konservasi.

Kemenpar juga menyampaikan tidak sedikit amenitas terbaik di Wakatobi dikelola oleh masyarakat lokal, sehingga berdampak langsung ke ekonomi desa. Penginapan-penginapan di Wakatobi juga teramat cocok untuk berbagai kalangan seperti backpacker, peneliti, dan wisatawan minat khusus.

Akses juga tak jadi soal. Ada Bandara Matahora yang melayani penerbangan reguler dengan Wings Air rute dari Makassar-Kendari sekitar 5 kali per minggu, dengan terminal dapat menampung hingga 150 penumpang.

Wisatawan yang mau bertualang via jalur laut juga bisa memilih datang lewat 13 pelabuhan di Wakatobi, di antaranya empat di pulau Wangi-Wangi, dua terdapat di Kaledupa, empat di Tomia, serta tiga di Binongko. Ada pelayaran dengan kapal reguler yang beroperasi sekali sehari ke Wakatobi. Menurut data Kemenpar, kapasitas pelayaran tahunan di Wakatobi mencapai sekitar 352.500 orang.

Pemerintah juga memproyeksikan masa depan pariwisata Wakatobi sangat cerah, seiring tren minat wisatawan yang menyukai wisata eco-tourism atau wisata ramah lingkungan.

Terletak strategis di antara Laut Flores dan Laut Banda, Wakatobi menjadi jalur migrasi utama bagi berbagai spesies laut raksasa, seperti paus, lumba-lumba, dan kawanan tuna yang melimpah.

Namun, bukan hanya mamalia laut raksasa yang menjadi daya tarik Wakatobi. Jauh di bawah permukaan, tersembunyi keajaiban sejati yang membuat tempat ini tak ada duanya di dunia.

Operasi Wallacea, sebuah lembaga riset yang berbasis di London, menyebut Wakatobi memiliki keanekaragaman hayati laut paling melimpah. Ada 942 jenis ikan yang berbeda berenang bebas di sini, dan yang lebih menakjubkan lagi, sekitar 90 persen spesies karang dunia juga tumbuh subur di Wakatobi.

Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan bukti bahwa wilayah ini punya makna penting bukan hanya bagi Indonesia, tapi juga dunia. Merawat Wakatobi adalah merawat bumi dan segala kekayaan isinya.

Penting diingat, Wakatobi juga merupakan salah satu wilayah yang masuk ke dalam garis Wallacea.

Ragam flora dan fauna di Wallacea juga punya ciri unik yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup di wilayah lain di Indonesia, atau dunia – tidak seperti makhluk hidup sejenis di bagian barat Indonesia (dataran Sunda) yang lebih banyak dipengaruhi ciri Asia, atau di bagian timur (dataran Sahul).

Temuan identitas hayati yang dicirikan oleh wilayah (biogeography) inilah yang membuat Wallacea istimewa, terutama untuk Indonesia. Bahkan karena besarnya cadangan kekayaan hayati, sebagian ilmuwan menyebut wilayah ini sebagai megadiversity hotspot.

Selain masuk dalam garis Wallacea, Wakatobi juga merupakan bagian integral dari "Segitiga Terumbu Karang Dunia" atau Coral Triangle.

Wilayah ini adalah sebuah area berbentuk segitiga yang membentang seluas 6 juta kilometer persegi di perairan tropis enam negara: Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste.

Dijuluki sebagai "Amazon-nya Samudra", Coral Triangle merupakan pusat keanekaragaman hayati laut global dan menjadi prioritas utama untuk konservasi dunia.

Keistimewaan Coral Triangle tidak hanya terletak pada luasnya, tetapi pada kekayaan biologis yang tak tertandingi. Bayangkan, di sini Anda bisa menemukan 76% dari seluruh spesies karang pembentuk terumbu dunia, serta setidaknya 2.228 spesies ikan karang, yang 235 diantaranya bersifat endemik, artinya hanya bisa ditemukan di wilayah ini. Tak hanya itu, 6 dari 7 spesies penyu laut dunia menjadikan Coral Triangle sebagai rumah.

Beberapa ahli bahkan meyakini bahwa Coral Triangle adalah titik asal historis bagi banyak spesies karang.

Namun, di balik keagungan ini, Coral Triangle juga menghadapi ancaman serius. Pertumbuhan populasi, eksploitasi sumber daya berlebihan seperti penangkapan ikan yang merusak, pariwisata yang tidak berkelanjutan, hingga perubahan iklim, semuanya perlahan mengikis kekayaan alam yang tak ternilai ini.

Lebih dari sekadar keindahan visual, Wakatobi mengajarkan kita tentang pentingnya konservasi. Sebagai bagian dari kawasan konservasi nasional, upaya pelestarian di sini terus digalakkan. Apalagi, karang-karang yang sehat adalah indikator dari laut yang sehat.

Menjaga kekayaan laut Wakatobi juga tak bisa lepas dari peran Suku Bajo (Bajau), sang pengembara laut yang telah berabad-abad menggantungkan hidupnya pada samudra.

Di empat pulau utama Wakatobi, Suku Bajo menetap dan membentuk komunitas yang kuat, membangun rumah di atas tiang-tiang kayu yang terletak di perairan dangkal.

Suku Bajo juga dikenal sebagai 'Sea Gypsy', sebab kehidupan kesehariannya memang menyatu dengan laut. Dahulu kala, orang-orang Bajo terbiasa hidup di atas perahunya (nomaden).

Bagi mereka, laut bukan hanya sumber mata pencaharian, tetapi juga rumah, identitas, dan jiwa.

Misalnya saja soal menangkap ikan. Alih-alih menggunakan bom, Suku Bajo masih setia dengan menggunakan umpan ikan kayu yang dibuat seolah-olah hidup atau membuat gurita tiruan dengan bahan yang memancarkan cahaya untuk mengelabui buruannya.

Kemampuan mereka berinteraksi dengan laut, memahami arusnya, dan melestarikan isinya adalah bagian integral dari keberlanjutan ekosistem Wakatobi. Tak heran, dalam beberapa dekade terakhir, pemerintah dan berbagai organisasi non-pemerintah telah bekerja sama dengan komunitas Suku Bajo untuk mengembangkan program konservasi laut.

Suku Bajo telah lama dikenal sebagai orang-orang laut yang andal. Mereka hidup di atas dan di bawah hamparan perairan. Mengapung dan menyelam di sana. Anak kecil sampai orang dewasa.

Orang Bajo dikenal bisa lebih tahan lama menyelam di air. Mereka disebut-sebut bisa tahan sampai 13 menit di kedalaman 70 meter tanpa alat bantu nafas atau oksigen.

Jika tanpa alat bantu napas, rata-rata manusia awam hanya bisa bertahan 30 sampai 60 detik di dalam air. Rekor terlama bertahan di dalam air tanpa alat bantu napas diraih oleh penyelam asal Kroasia, Budimir Sobat, yaitu 24 menit. Itu pun diraih dengan pelatihan yang rutin dan terencana.

Berdasarkan jurnal penelitian Cell, ada mutasi DNA pada limpa di Orang Bajo. Berdasarkan jurnal tersebut, limpa Orang Bajo kemungkinan lebih besar, sehingga kuat untuk berada di dalam air dalam jangka waktu yang lama.

Saat seseorang menyelam dan menahan nafas, maka akan terjadi reaksi. Detak jantung melambat, pembuluh darah menyempit dan limpa berkontraksi. Kontraksi pada limpa itu berfungsi untuk menghemat energi saat seseorang kekurangan oksigen.

Wakatobi, surga wisata di Timur Indonesia, benar-benar adalah mahakarya alam yang wajib Anda kunjungi.

Pesona megah Wakatobi ini juga ditampilkan Tolak Angin dalam mini series 3 episode berjudul 'Angin Angan' yang berdurasi sekitar 12 menit.

Mini series ini bertutur tentang Awan, presenter cuaca berusia 28 tahun. Ia yang anak pebisnis kaya, mapan, dan lulusan Universitas Jerman ini terlihat memiliki segalanya, kecuali cinta.

Awan sesungguhnya naksir dengan Wulan, seorang jeweler yang bermimpi untuk bisa ke Antwerp demi bisa mewujudkan cita-citanya punya brand perhiasan lokal yang bisa go global.

Perjalanan cinta Awan ternyata terganjal oleh kebiasaannya menjawab setiap obrolan dengan 'Hah?' sampai tiga kali. Kebiasaan ini yang membuat para perempuan enggan mendekat, termasuk Wulan.

Risma, sahabat Wulan dan juga produser Awan di televisi, kemudian coba-coba cari celah memanfaatkan situasi. Ia bilang pada Wulan, agar Awan pergi ke Wakatobi dan menemui ‘orang pintar’ untuk menyembuhkan kebiasaan itu.

Di balik cerita ini, Risma berharap Awan akan mengajak Wulan, dirinya, dan sahabat mereka seorang lagi yaitu Nindya –seorang influencer yang selalu ngonten dan akrab 24/7 dengan HP– untuk ke Wakatobi untuk liburan.

Petualangan pun bergulir dari sini. Awan kemudian bertemu dengan Abu Samir di Wakatobi, seorang dukun panjang akal yang kasi empat misi agar ia bisa sembuh. Uniknya, keempat tantangan ini yang membawa Awan, Wulan, Risma dan Nindya, serta seorang travel vlogger bernama Marshal yang juga sedang PDKT dengan Wulan, untuk mendatangi spot-spot indah di sana.

Awan sendiri sepanjang perjalanan ditemani oleh Nasya, keponakan Abu Samir yang besar di Australia tapi tengah liburan di Indonesia. Langkah mereka diiringi pertanyaan mengapa Wakatobi dan apa yang dimiliki Wakatobi hingga dapat 'menyembuhkan' Awan? Terlebih, benarkah Awan bisa sembuh dan mungkin, mendapatkan cinta?

Kisah Awan 'menyembuhkan' diri di tengah pesona Wakatobi bisa disaksikan di episode pertama, kedua dan ketiga, di YouTube Tolak Angin.

Mini series ini juga menjadi penegasan komitmen Sido Muncul melalui Tolak Angin untuk merayakan Indonesia dan semua kekayaan alam dan budayanya lewat berbagai kegiatan promosi, sebagaimana perusahaan jamu dan obat herbal modern ini juga mengakar kuat di masyarakat lewat bahan-bahan istimewa yang didapat dari bumi Indonesia.

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi