Was-was TKD Dihapus Usai Prabowo Izinkan Pemda Dkk Utang ke Negara

7 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mengizinkan pemerintah daerah (pemda), BUMN, dan BUMD ber-utang ke negara menimbulkan sejumlah perdebatan.

Ada yang menduga hal tersebut sebagai bentuk re-sentralisasi terselubung yang berujung penghapusan transfer ke daerah (TKD). Di lain sisi, aturan baru Prabowo itu dinilai sebagai fasilitas politik belaka demi melanggengkan proyek-proyek populis pemerintah.

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) M Rizal Taufikurahman mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat merupakan langkah berani, sekaligus berisiko tinggi dalam konteks manajemen fiskal nasional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia memahami kebijakan itu sebagai upaya memperluas instrumen pembiayaan pembangunan ketika ruang fiskal semakin sempit. Namun, tetap perlu dikritisi karena mengubah hubungan fiskal antara pusat dan daerah dari transfer based menjadi debt based.

Manfaat kebijakan tersebut, menurut Rizal, bisa menjadi jembatan likuiditas pembangunan di tengah keterbatasan APBD dan kemampuan belanja daerah yang rendah.

Dengan biaya pinjaman yang relatif lebih rendah dibandingkan utang komersial, pemda bisa mempercepat proyek strategis dan menjaga momentum pertumbuhan.

"Namun, manfaat ini hanya akan optimal jika pinjaman diarahkan untuk proyek dengan rate of return jelas, multiplier effect tinggi, dan kemampuan pengembalian yang terukur. Tanpa basis perencanaan yang kuat, kebijakan ini berpotensi menjadi 'fasilitas politis' yang digunakan untuk mempercepat proyek populis tanpa due diligence ekonomi memadai," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (26/10).

Rizal menyebut risiko yang akan timbul dari kebijakan tersebut tidak bisa dianggap remeh. Mekanisme seleksi, penilaian, dan pengawasan yang lemah bakal membuat pemerintah pusat menanggung risiko fiskal ganda.

Pertama, beban gagal bayar dari pemda, BUMN, dan BUMD. Kedua, meningkatnya contingent liabilities dalam APBN yang tidak tercermin dalam rasio utang resmi.

Rizal juga menekankan ada potensi distorsi baru pada kredibilitas fiskal nasional. Apalagi, jika proyek-proyek yang dibiayai dari utang tersebut tidak menghasilkan arus kas.

"Lebih berbahaya lagi, moral hazard bisa meningkat karena pemda dan BUMN tahu bahwa pemberi pinjaman adalah pemerintah sendiri, sehingga logika pasar dan disiplin keuangan menjadi kabur," tandas Rizal.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet juga mengingatkan risiko moral hazard dan beban fiskal baru bagi APBN. Jika mekanisme pinjaman longgar, pemda, BUMN, dan BUMD bisa tergoda mengambil proyek yang tidak layak karena risiko gagal bayar ditanggung pusat.

Yusuf mencontohkan kejadian yang menimpa China. Skema pembiayaan daerah yang sempat mendorong pertumbuhan, nyatanya berujung krisis utang lokal karena lemahnya disiplin fiskal.

"Indonesia berpotensi menghadapi masalah serupa jika tidak menerapkan syarat ketat: Hanya proyek produktif yang boleh dibiayai, ada batas pinjaman per entitas, kontribusi dana lokal wajib, serta audit independen yang transparan," pesan Yusuf.

Ia kemudian membedahnya dari kacamata desentralisasi. Menurut Yusuf, kebijakan ini tidak boleh menjadi alasan bagi pemerintah pusat untuk mengurangi tanggung jawab pembangunan melalui TKD.

Yusuf menyarankan utang alias pinjaman pemerintah pusat sebaiknya diposisikan sebagai pelengkap, bukan pengganti dana transfer.

"Jika pinjaman pusat menggantikan fungsi TKD, desentralisasi fiskal bisa bergeser menjadi re-sentralisasi terselubung, di mana daerah tampak mandiri, tapi sesungguhnya makin bergantung pada pusat," jelasnya.

"Pusat tetap wajib menjamin pemerataan pembangunan dasar, sementara daerah memanfaatkan pinjaman hanya untuk proyek produktif jangka panjang. Tanpa rambu-rambu itu, kebijakan yang dimaksudkan untuk mempercepat pembangunan justru berisiko membebani APBN di masa depan," imbuh Yusuf.

Utang Pemerintah Pusat Bukan Barang Baru

Sementara itu, Ekonom Bright Institute Muhammad Andri Perdana menegaskan sebenarnya utang yang diberikan pemerintah pusat ke pemda bukan barang baru. Ia menilai hal tersebut selama ini tidak banyak diketahui publik.

Ia mengatakan pemda, BUMN, BUMD, dan badan hukum lainnya memang sudah boleh meminjam uang ke pemerintah pusat. Namun, sumbernya adalah saldo anggaran lebih (SAL). Ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 88 Tahun 2024.

"PMK tersebut tidak banyak mendapat perhatian publik. Dalam PP Nomor 38 Tahun 2025 ini tidak ada sama sekali menyinggung PMK Nomor 88 Tahun 2024 yang sebenarnya telah ditimpa. Seakan dalam pembuatan pp ini sendiri Presiden (Prabowo) tidak mengetahui adanya PMK Nomor 88 Tahun 2024 tersebut sebelumnya," ucap Andri.

Ia juga mengamini ada perbedaan lain dalam dua beleid tersebut. PMK Nomor 88 Tahun 2024 menegaskan debitur harus memberikan jaminan berupa deposito atau surat berharga negara (SBN) dan utang tersebut disalurkan sebagai pinjaman likuiditas paling lama 90 hari kalender.

Kemudian, syarat dalam PP Nomor 38 Tahun 2025 disebut-sebut sudah tidak seketat aturan lama, sehingga sebenarnya lebih berisiko bagi keuangan pemerintah pusat.

Aturan anyar diteken Presiden Prabowo Subianto pada 10 September 2025. Beleid itu menjadi dasar hukum yang menegaskan bahwa pemerintah pusat kini bertindak sebagai kreditur, bukan sekadar penyalur dana transfer.

"Pemberian pinjaman oleh pemerintah pusat dilaksanakan dengan tujuan untuk mendukung kegiatan penyediaan infrastruktur, pelayanan umum, pemberdayaan industri dalam negeri, pembiayaan sektor ekonomi produktif, serta pembangunan atau program lain sesuai kebijakan strategis pemerintah pusat," bunyi Pasal 4 aturan tersebut.

Pemerintah menegaskan pemberian pinjaman ini diharapkan mampu mempercepat pembangunan nasional dan daerah melalui pembiayaan yang relatif murah dan terintegrasi.

[Gambas:Video CNN]

(sfr)

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi