Jakarta, CNN Indonesia --
CEO Meta Mark Zuckerberg baru-baru ini mengklaim kacamata pintar akan menggantikan ponsel dalam waktu dekat. Benarkah demikian?
Dalam acara Meta Connect, Zuckerberg menyinggung pengembangan teknologi Augmented Reality (AR) dan kecerdasan buatan (AI) yang akan menjadi bagian krusial dari kacamata pintar.
Zuckerberg optimistis dalam satu dekade ke depan, miliaran orang yang memakai kacamata biasa akan beralih ke kacamata pintar. Bahkan mereka yang tidak berkacamata pun mungkin akan tertarik untuk menggunakannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sama seperti semua orang yang beralih ke telepon pintar, saya pikir semua orang yang berkacamata akan segera beralih ke kacamata pintar dalam dekade berikutnya." ucap Zuckerberg, mengutip Forbes, Rabu (16/10).
Zuckerberg sesumbar kacamata pintar bakal menggantikan smartphone karena belum lama ini Meta meluncurkan prototipe terbaru dari kacamata pintar AR mereka yang diberi nama Orion.
Kacamata ini diklaim sebagai yang paling canggih di dunia dengan kemampuan menampilkan grafik melalui proyeksi holografik langsung ke pandangan penggunanya. Meta berencana meluncurkan Orion untuk masyarakat umum pada tahun 2027 mendatang.
Meta memandang kacamata ini sebagai "kilasan masa depan" di mana perangkat seperti ponsel akan usang dan digantikan dengan teknologi yang lebih hands-free dan natural seperti kacamata pintar.
Masa depan tanpa Hp?
Teknologi AR dan AI yang semakin maju memang menawarkan kemungkinan untuk mengurangi ketergantungan pada layar ponsel. Pengalaman komputasi yang lebih alami, hands-free, dan selalu terhubung bisa menjadi daya tarik utama dari kacamata pintar.
Dengan proyeksi bahwa industri perangkat AR akan mencapai nilai pasar hingga USD 370 miliar (setara 578 triliun rupiah), potensi teknologi ini semakin jelas.
Namun menurut Martie-Louise Verreyne, profesor inovasi dan dekan asosiasi (penelitian) dari University of Queensland, beberapa orang berpendapat teknologi Hp sudah menguntungkan kita, terutama dari peningkatan konektivitas, akses ke informasi, dan aplikasi untuk meningkatkan produktivitas.
Verreyne, dalam tulisannya di The Conversation, menjelaskan bahwa untuk benar-benar menggantikan Hp, Meta dan perusahaan teknologi lainnya harus membuktikan kacamata pintar dapat menawarkan kenyamanan dan kegunaan yang sama atau bahkan lebih baik daripada Hp.
Pada akhirnya, adopsi teknologi ini akan ditentukan oleh seberapa baik perusahaan seperti Meta dapat mengatasi tantangan teknis dan sosial yang ada, serta apakah pengguna merasa bahwa perangkat ini benar-benar meningkatkan produktivitas seperti yang mereka klaim.
"Kacamata pintar juga diklaim dapat mengurangi kesalahan manusia, memungkinkan visualisasi data, dan memantau kesehatan dan kesejahteraan pemakainya. Ini akan memastikan pengalaman berkualitas, penerimaan sosial, dan integrasi yang lancar dengan proses fisik." tulis Verreynne, mengutip The Conversation.
Bukan teknologi baru
Verreynne mengatakan teknologi AR yang digunakan untuk mengembangkan kacamata Orion bukan hal baru.
Pada 1960-an, ilmuwan komputer Ivan Sutherland sudah memperkenalkan perangkat augmented reality pertama yang dipasang di kepala.
Insinyur asal Kanada Stephen Mann kemudian mengembangan prototipe pertama yang menyerupai kacamata dua dekade setelahnya.
Selanjutnya, sepanjang dekade 1990-an, para peneliti dan perusahaan teknologi terus mengembangkan kemampuan teknologi ini untuk keperluan militer dan industri.
"Pada 2013, setelah teknologi smartphone berkembang pesat, Google mencoba masuk ke pasar kacamata AR. Sayangnya, respons pasar kurang baik karena ada kekhawatiran tentang masalah privasi, harga yang tinggi, dan fungsionalitas yang terbatas," ujar dia.
Tantangan kacamata pintar
Kacamata pintar Orion hadir dengan fitur canggih seperti asisten AI bawaan yang merespons perintah suara, serta pelacakan mata dan gerakan tangan untuk navigasi yang lebih intuitif.
Namun meski potensinya besar, terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi sebelum kacamata pintar dapat menjadi pilihan miliaran orang. Tantangan ini mencakup kenyamanan penggunaan, daya tahan baterai, kualitas tampilan, hingga masalah privasi dan keamanan data.
Verreynne menjelaskan penerimaan sosial juga menjadi faktor kunci. Sama halnya seperti smartphone di awal 2000-an, kacamata pintar perlu membangun ekosistem digital yang kuat agar dapat diterima oleh masyarakat luas.
"Tantangan-tantangan ini serupa dengan yang dihadapi smartphone pada awal kemunculannya di dekade 2000-an. Seperti halnya smartphone, mungkin akan ada pengguna awal yang bersedia menerima risiko demi keuntungan yang ditawarkan kacamata AR, dan kemudian menciptakan ceruk pasar yang berkembang seiring berjalannya waktu," jelas dia.
Meta perlu memastikan bahwa kacamata ini tidak hanya berfungsi sebagai gadget canggih, tapi juga sebagai alat yang benar-benar memperbaiki cara kita berinteraksi dengan dunia digital.
Memang benar kacamata pintar memiliki potensi besar untuk mengubah cara manusia berinteraksi dengan teknologi, tetapi klaim bahwa mereka akan menggantikan ponsel dalam waktu dekat masih perlu diuji.
Menurut Verreynne tantangan teknis dan sosial masih menjadi hambatan utama dan hanya waktu yang akan membuktikan apakah prediksi Zuckerberg menjadi kenyataan atau sekedar hype belaka.
(wnu/dmi)