Jakarta, CNN Indonesia --
Warga Florida, Amerika Serikat sempat merekam gerombolan burung bangau bukit pasir di area pemukiman, Rabu (9/10), di tengah upaya besar-besaran pemerintah setempat untuk menggerakkan penduduk untuk evakuasi akibat ancaman Badai Milton.
Rombongan kecil bangau ini berteriak dan berkaok-kaok sepanjang jalan perumahan yang mulai sunyi karena ditinggal penghuninya mengungsi. Rekaman ini beredar di internet dan telah dibagikan ulang puluhan ribu kali di berbagai jaringan media sosial dengan komentar kawanan satwa ini sedang "memberi peringatan bahaya" karena badai segera menerjang.
Sebagian warga menyebut bangau bukit pasir tidak lazim masuk wilayah populasi manusia, dan karena itu menafsir situasi ini sebagai pertanda bahwa satwa liar adalah sistem peringatan dini natural terhadap badai Milton.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara sebagian pengguna medsos lainnya, termasuk yang mengaku sebagai warga asli negara bagian Florida, mengatakan tak ada yang aneh dengan fenomena ini karena "memang begitulah kelakuan burung-burung ini sehari-hari".
Indra keenam kawanan domba Gunung Etna
Di luar perdebatan ini, fenomena satwa liar sebagai penarik lonceng tanda bahaya terhadap bencana alam sudah banyak dipelajari.
Di antaranya dalam bentuk kawanan burung yang gelisah sebelum letusan gunung berapi; ular yang bangun dari hibernasi sebelum gempa bumi; serta gerombolan kodok yang kabur dari koloninya di tengah musim bertelur menjelang gempa bumi besar.
Tim ilmuwan internasional yang dipimpin oleh Martin Wikelski dari Institut Max Planck meneliti perilaku hewan di Konstanz, tengah mengerjakan sistem peringatan dini kebencanaan dengan basis sensor ini. Sistem ini disebut Icarus, singkatan dari International Cooperation for Animal Research Using Space (Kerjasama Internasional untuk Penelitian Hewan Menggunakan Ruang Angkasa).
Para ilmuwan yang bekerja dengan Martin Wikelski melakukan beberapa penelitian terkait hal ini. Mereka memasang sensor pada sapi, domba, dan anjing di daerah rawan gempa di Italia Utara dan merekam pergerakan mereka selama beberapa bulan. Data pergerakan menunjukkan bahwa hewan-hewan tersebut sangat gelisah beberapa jam sebelum gempa terjadi.
Ternyata makin dekat hewan-hewan tersebut dengan episentrum gempa yang akan terjadi, semakin cepat mereka mulai berperilaku tidak biasa.
Para peneliti juga memasang pemancar pada kambing yang hidup di sekitar Gunung Etna, merekam pergerakan dalam beberapa tahun dan kemudian membandingkan profil pergerakan tersebut dengan aktivitas gunung berapi.
Pada tanggal 4 Januari 2012 tepat pukul 10:20 malam, Gunung Etna meletus. Enam jam sebelumnya, peneliti berhasil merekam perilaku aneh kambing-kambing tersebut.
Selama penelitian, yang berlangsung selama dua tahun, para ilmuwan mampu secara retrospektif "memprediksi" total tujuh letusan besar berdasarkan data mereka.
Pelajaran untuk mitigasi bencana
Menurut situs kebumian AS USGS, referensi sejarah paling awal mengenai perilaku hewan yang tidak biasa sebelum gempa bumi yang besar berasal dari Yunani pada tahun 373 sebelum masehi.
Tikus, musang, ular, dan kelabang dikisahkan kabur dari sarang beberapa hari sebelum gempa bumi yang dahsyat. Bukti anekdotal lain mengenai hewan, ikan, burung, reptil, dan serangga yang menunjukkan perilaku aneh mulai dari beberapa minggu hingga beberapa detik sebelum gempa bumi diceritakan dari mulut ke mulut.
Akan tetapi, perilaku yang konsisten dan dapat diandalkan sebelum peristiwa seismik, dan mekanisme yang menjelaskan cara kerjanya, masih belum jelas. Berbagai penelitian ahli belum dapat memperjelas; apa yang menyebabkan perilaku aneh pada satwa sebelum bencana dan bila benar mereka merasakan gejala alam yang tak biasa, bagaimana indra keenam mereka merasakan gejala misterius ini?
Selain di Eropa, sebagian penelitian ini kini dilakukan ilmuwan di China dan Jepang. Jika hasilnya dapat dipelajari dengan pasti, diharapkan perilaku hewan akan menjadi salah satu prediktor bencana yang mampu diandalkan sebagai alat mitigasi.
(dsf/dmi)