Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap penyebab sejumlah wilayah RI 'terpanggang' cuaca panas dalam beberapa waktu terakhir. Simak penjelasannya.
BMKG sebelumnya memberi peringatan kepada masyarakat di sejumlah daerah untuk mewaspadai dampak suhu panas yang berpotensi 'memanggang' RI. Menurut BMKG, suhu di sejumlah daerah berpotensi mencapai 37 hingga 38,4 derajat Celsius.
Berdasarkan analisa tim ahli meteorologi BMKG sampai Senin (28/10) siang, tercatat suhu panas tertinggi melanda wilayah Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur yang mencapai 38,4 derajat Celsius.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, mengungkap bahwa penyebab panas yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia karena gerak semu Matahari.
"Panas yang terjadi hanya siklus panas terik harian, karena ada pergerakan semu Matahari. Saat ini di bulan Oktober posisi Matahari ada di 8 atau 9 derajat Lintang Selatan," kata Guswanto saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (29/10).
"Hal ini menyebabkan wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara banyak menerima sinar Matahari langsung," lanjut dia.
Selain itu, menurut Guswanto saat ini wilayah selatan RI masih mengalami musim kemarau dan sedang menuju musim penghujan.
Hal tersebut, kata dia, membuat tutupan awan di wilayah selatan, khususnya di Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara masih dipengaruhi oleh angin Muson Timur, sehingga tutupan awan masih jarang.
"Sehingga membuat suhu di wilayah selatan itu lebih tinggi [panas]," jelas dia.
Andri Ramdhani, Kepala Pusat Meteorologi BMKG, saat dihubungi terpisah beberapa waktu lalu juga menjelaskan hal serupa.
Menurut dia selama Bulan Oktober ini sebagian besar wilayah Indonesia, terutama di Jawa hingga Nusa Tenggara didominasi oleh kondisi cuaca yang cerah dan minimnya tingkat pertumbuhan awan terutama pada siang hari.
"Kondisi ini tentunya menyebabkan penyinaran Matahari pada siang hari ke permukaan Bumi tidak mengalami hambatan signifikan oleh awan di atmosfer, sehingga suhu pada siang hari di luar ruangan terasa sangat terik," jelas Andri beberapa waktu lalu.
Menurut Andri sebagian besar wilayah Indonesia di selatan ekuator masih mengalami musim kemarau dan sebagian lainnya akan mulai memasuki periode peralihan musim pada periode Oktober-November, sehingga kondisi cuaca cerah masih mendominasi pada siang hari.
"Kondisi fenomena panas terik ini diprediksikan masih dapat berlangsung dalam periode bulan Oktober ini, mengingat kondisi cuaca cerah masih mendominasi pada siang hari utamanya di wilayah Lampung, Sumatera Selatan, Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara," tuturnya.
BMKG sebelumnya memberi peringatan kepada masyarakat di sejumlah daerah untuk mewaspadai dampak suhu panas yang berpotensi 'memanggang' RI. Menurut BMKG, suhu di sejumlah daerah berpotensi mencapai 37 hingga 38,4 derajat Celsius.
Melansir Antara, Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Fenomena Khusus BMKG, Miming, mengatakan bahwa kondisi suhu panas maksimum lebih dari 37-37,8 derajat Celsius terdeteksi menerpa wilayah Majalengka di Jawa Barat, Semarang di Jawa Tengah hingga Bima di Nusa Tenggara Barat yang sudah berlangsung dalam 24 jam terakhir.
Menurut BMKG kondisi ini masih berkaitan dengan tutupan awan yang minim dan pergerakan semu Matahari yang berada di atas khatulistiwa. Namun begitu, berdasarkan pengamatan lembaga kondisi ini masih dalam kategori biasa yang tidak berdampak pada perubahan musim di Indonesia.
Ciri peralihan musim
BMKG mengatakan bagian selatan khatulistiwa, termasuk pulau Jawa hingga Nusa Tenggara, masih merasakan cuaca panas 'mendidih' pada siang hari dalam beberapa waktu terakhir.
"Dalam beberapa waktu terakhir ini sejumlah wilayah di selatan Indonesia terutama Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara mengalami cuaca panas pada siang hari yang diikuti dengan turunnya hujan pada sore hingga malam hari," tulis BMKG dalam keterangannya beberapa waktu lalu.
BMKG menjelaskan kondisi tersebut merupakan salah satu ciri masa peralihan musim, yakni pola hujan yang biasa terjadi pada sore hingga menjelang malam hari didahului oleh udara panas dan terik pada pagi hingga siang hari.
Untuk mengurangi dampak suhu panas tersebut, BMKG mengimbau masyarakat untuk mengonsumsi air minum secara cukup dan teratur agar terhindar dari dehidrasi, terutama saat melaksanakan aktivitas di luar ruangan.
Kemudian, gunakan pelindung seperti topi atau payung untuk melindungi kepala dan bagian tubuh atas, kacamata hitam untuk melindungi mata, bila perlu menggunakan tabir surya untuk melindungi kulit dari paparan sinar Ultra Violet (UV).
BMKG juga mewanti-wanti agar masyarakat tidak sembarangan membakar apapun di lahan kosong dalam kawasan hutan dan penampungan sampah. Di sisi lain, pemerintah daerah diharapkan dapat melakukan penyiraman darat demi mengurangi potensi kebakaran akibat terik Matahari di kawasan hutan dan lahan maupun tempat sampah.
(lom/wnu/dmi)