Jakarta, CNN Indonesia --
Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal merefleksikan berbagai agenda nasional yang terjadi di Indonesia selama tahun 2024. Menyambut tahun baru 2025, ia berharap pembangunan kesejahteraan masyarakat semakin ditingkatkan karena menjadi modal kemajuan bangsa.
"Di penghujung tahun 2024 ini, ada dua agenda nasional yang patut disyukuri. Pertama, pergantian kepemimpinan nasional berjalan mulus, bahkan menghasilkan sentimen positif bagi kohesi sosial," kata Cucun, Selasa (31/12).
"Kedua, dinamika politik di DPR terkait perubahan rezim kepemimpinan nasional juga sangat kondusif. Dua agenda besar tersebut sangat penting karena dari sinilah rumusan dan pelaksanaan pembangunan berawal," sambungnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cucun mengatakan, situasi yang kondusif dan harmonis menjadi syarat pembangunan. Karena itu, banyak tokoh mengingatkan bahwa kepemimpinan yang tidak sempurna itu masih lebih bagus dari pada kekacauan akibat kekosongan kepemimpinan.
"Kekacauan dalam bentuk konflik sosial maupun politik pasti menjadi penghambat pembangunan. Bahkan Rasulullah SAW menyebutnya sebagai 'pencukur agama',"ungkap Cucun.
Lebih lanjut, Cucun menyatakan 2024 merupakan tahun politik, di mana terjadi pergantian rezim kepemimpinan, dan pembangunan terus dijalankan oleh seluruh komponen bangsa, terutama melalui pilar-pilar negara yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
"DPR RI sebagai salah satu pilar memainkan peranan sentral dalam menjalankan fungsinya di bidang legislasi, penganggaran, dan pengawasan," terang Legislator dari Dapil Jawa Barat II itu.
Melalui Alat Kelengkapan Dewan yang dimiliki, DPR disebut mendapatkan mandat konstitusi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan penyusunan RUU, pengalokasian anggaran, dan pengawasan serta evaluasi kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat.
"Kinerja pembangunan kesejahteraan Indonesia menunjukkan peningkatan di beberapa dimensi dan tingkatan. Meski demikian, ada banyak catatan yang memerlukan terobosan agar menghasilkan capaian yang optimal," jelas Cucun.
Capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2024 meningkat menjadi 75,08 dan menempatkan Indonesia dari urutan 114 ke 112. IPM sendiri menyoroti tiga dimensi pembangunan, yaitu pendidikan, kesehatan, dan standar hidup layak. Meski begitu, Cucun menyebut urutan ini masih di tataran tengah-bawah.
"Apalagi jika dibandingkan dengan capaian negara tetangga, seperti Singapura atau Malaysia yang memiliki IPM sangat tinggi. Tak bisa dipungkiri bahwa pendidikan adalah eskalator sosial bagi kesejahteraan,"sebutnya.
Cucun menilai, Pemerintah telah mengupayakan berbagai cara untuk menghasilkan pendidikan berkualitas tinggi, tapi memang hal itu belum terjadi sebagaimana diharapkan.
Menurutnya, capaian pendidikan belum ada perubahan yang signifikan. Bahkan merujuk skor Programme for International Student Assessment (PISA), kondisi pendidikan Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Di mana nilai literasi turun dari 397 pada 2015 menjadi 359 di 2022. Lalu nilai Numerasi turun dari 386 menjadi 366, sedangkan sains turun dari 403 menjadi 383 pada periode yang sama.
"Bagian dari pendidikan adalah mendidik masyarakat untuk ikut memberantas kekerasan terhadap perempuan dan anak," terang Cucun.
Cucun melanjutkan, berdasarkan data 2024, ada sebanyak 12.637 kasus dengan jumlah korban 13.487 perempuan. Sebanyak 80 persen kekerasan dialami perempuan dengan kelompok usia paling banyak 13-17 tahun dan 62 persen adalah anak-anak.
Sementara itu, 86,6 persen pelakunya adalah laki-laki dengan usia paling banyak antara 25-44 tahun (45 persen).
Di sisi kesehatan masyarakat, Indonesia telah mencatat kemajuan dalam pengendalian penyakit menular seperti malaria, DBD, tuberkulosis, dan HIV-AIDS, meskipun upaya pengendalian masih perlu diperkuat.
Sementara di sisi capaian pengentasan kemiskinan, persentase penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 9,03 persen yang setara dengan 25,22 juta orang, menurun 0,33 persen poin terhadap Maret 2023 dan menurun 0,54 persen poin terhadap September 2022.
Cucun mengatakan pengentasan kemiskinan ini bisa dibilang lambat. Dalam sepuluh tahun terakhir, penurunan tingkat kemiskinan hanya sekitar 2 poin persen atau 0,2 poin persen per tahun.
Pada kemiskinan ekstrem, capaian selama satu dekade ini cukup bagus. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia telah menurun secara signifikan, dari 6,18 persen pada 2014 menjadi hanya 0,83 persen pada Maret 2024.
Angka ini meleset dari target pemerintahan Presiden Joko Widodo yang menargetkan kemiskinan ekstrem nol persen di tahun 2024.
Ke depan, Cucun menilai pembangunan kesejahteraan menghadapi tantangan yang tidak ringan. Disrupsi digital diperkirakan menyapu 85 juta lapangan pekerjaan lama.
"Karena itu, upaya pemerintah melakukan reskilling (pembekalan) dan upskilling (peningkatan) tak bisa ditawar lagi. Jika tidak, maka korban pengangguran dan kemiskinan akan bergelimpangan," tegas Cucun.
Pimpinan DPR koordinator bidang kesejahteraan rakyat (Kesra) itu pun menyoroti munculnya penyakit mental dan moral masyarakat. Cucun mengatakan ada berbagai macam penyebabnya.
"Salah satunya karena difasilitasi oleh kemajuan teknologi global yang juga menjadi tantangan, seperti judi online. Tidak ada kesejahteraan yang solusinya bersumber dari judi," ujar Doktor lulusan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) itu.
Terlepas dari itu, Cucun optimistis dengan upaya Presiden Prabowo Subianto yang memprioritaskan kesejahteraan rakyat sebagai agenda super prioritas di pemerintahannya. Mulai dari urusan pangan, kesehatan, pekerjaan, dan pemerataan akses pendidikan.
"Ini langkah yang tepat sebelum berbicara agenda pembangunan lain, seperti hilirisasi, investasi, IKN, dan seterusnya," ucap Cucun.
Cucun menambahkan, prioritas pembangunan Presiden Prabowo juga ternyata mendapatkan penguatan dari pengalaman sejumlah negara.
Negara-negara ASEAN dengan IPM sangat tinggi seperti Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura menunjukkan bahwa kombinasi strategi pembangunan yang tepat, investasi dalam infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara signifikan.
Negara-negara tersebut, menurut Cucun, fokus pada perbaikan gizi, nutrisi, kesehatan, dan kesejahteraan ibu hamil agar dapat melahirkan bayi yang sehat dan cerdas.
Setelah bayi-bayi mereka memasuki usia sekolah, pemerintah bekerja keras untuk menyiapkan sekolah yang dapat menumbuh-kembangkan berbagai potensi anak-anak itu.
"Setelah mereka lulus, pemerintah bekerja keras untuk menyiapkan peluang kemajuan dan lapangan pekerjaan agar mereka mendapatkan kesempatan untuk beraktualisasi diri dan membangun kesejahteraan," urai Cucun.
Cucun menyatakan, untuk menciptakan akselerasi pertumbuhan dan pemerataan pembangunan kesejahteraan, dibutuhkan orkestrasi dan penataan yang dinamis.
Hal ini supaya power eksekusi dan pelipat-gandaan nilai yang dihasilkan dari program-program lembaga dan kementerian yang bersentuhan kesejahteraan rakyat semakin besar.
"Setiap tahun, negara menganggarkan tidak kurang dari 20 persen dari APBN untuk pendidikan, 5 persen dari APBN untuk kesehatan, dan 10 persen dari APBN untuk Program Perlindungan Sosial, namun peningkatan kesejahteraan rakyat berjalan lambat," jelas Cucun.
"Maka dari itu, diperlukan orkestrasi dan penataan untuk menghalau dampak ego sektoral dan tabrakan kepentingan yang kerap menghambat derap pembangunan di lapangan," imbuhnya.
Harapan besar pun tertuju pada kebersamaan seluruh komponen bangsa, baik Pemerintah, DPR RI, dan seluruh rakyat Indonesia, untuk bersatu dalam semangat gotong royong demi mewujudkan kesejahteraan rakyat.
(inh/inh)