Jakarta, CNN Indonesia --
Dana Desa menjadi salah satu senjata pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menurunkan tingkat kemiskinan di pedesaan.
Sejak 2015, kucuran dana puluhan triliun per tahun itu juga menjadi jurus untuk menaikkan kelas desa dari tertinggal dan sangat tertinggal menjadi desa berkembang, maju sampai menyentuh level mandiri.
Tak lama sejak menduduki kursi Presiden ke-7 Indonesia, Jokowi menggagas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua aturan ini menjadi dasar pemberian dana kepada desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota.
Dana tersebut dapat digunakan untuk membangun infrastruktur pedesaan, pengentas kemiskinan dan kesenjangan, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat sampai meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Pada 2015, pemerintah mengucurkan Dana Desa senilai Rp20,77 triliun untuk 74.093 desa sehingga masing-masing menerima sekitar Rp280,32 juta. Pada tahun selanjutnya, pemerintah meningkatkan aliran transfer ke desa menjadi Rp46,98 triliun pada 2016, Rp60 triliun pada 2017, dan Rp60 triliun pada 2018.
Setelah itu, pemerintah terus menaikkan alokasi Dana Desa menjadi Rp70 triliun pada 2019, Rp71,19 triliun pada 2020, daan Rp72 triliun pada 2021.
Transfer dana ke desa sempat turun padaa 2022, yaitu menjadi Rp68 triliun. Namun, pemerintah kembali meningkatkan menjadi Rp70 triliun pada 2023 dan Rp71 triliun pada 2024.
Kendati alokasinya sempat naik turun, namun jumlah penerima Dana Desa kerap meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun ini misalnya, Dana Desa diberikan ke 75.259 desa.
Presiden Jokowi mengatakan pemerintah sengaja memberikan alokasi Dana Desa agar anggaran itu dapat langsung digunakan untuk kemajuan pembangunan desa.
"Ini akan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di desa maupun nanti diagregatkan menjadi pertumbuhan ekonomi nasional," ucap Jokowi pada 29 Maret 2022.
Hasil Pembangunan Dana Desa
Aliran Dana Desa telah memberi hasil pembangunan yang nyata bagi desa-desa di Indonesia. Salah satunya berupa pembangunan infrastruktur dasar bagi masyarakat desa.
Presiden Jokowi mengungkapkan kucuran Dana Desa sekitar Rp539 triliun pada 2015-2023 telah membuahkan pembangunan jalan desa mencapai 350 ribu kilometer. Capaian ini bahkan melebihi panjang jalan tol yang dibangun pemerintah selama satu dekade terakhir.
"Jalan tol enggak ada apa-apanya hanya 2.040 kilometer, jalan desa 350 ribu kilometer karena kita memiliki 74.800 desa di seluruh Tanah Air ini," ujar Jokowi.
Artinya, pemanfaatan Dana Desa tidak main-main. Bahkan menurut Jokowi jika dibandingkan dengan pembangunan bandara yang membutuhkan anggaran berkisar Rp2 triliun, maka kucuran Dana Desa yang selama ini diberikan seharusnya sudah mampu membangun 250 bandara di seluruh Indonesia.
Begitu pula jika dibandingkan dengan pembangunan bendungan yang membutuhkan anggaran berkisar Rp1 triliun sampai Rp1,5 triliun. Jika dihitung, alokasi Dana Desa bisa membangun sekitar 400 bendungan.
Tak hanya berupa pembangunan jalan di desa, Dana Desa yang selama ini dikucurkan pemerintah juga telah berhasil membangun 1,9 juta meter jembatan desa, 6.700 embung, dan 14.600 pasar desa.
Selain itu, Dana Desa juga digunakan untuk membangun fasilitas publik lain. Misalnya di Desa Mata Air, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, Dana Desa digunakan untuk membangun Posyandu bagi disabilitas di desa tersebut.
Sejalan dengan pembangunan Posyandu, Dana Desa juga digunakan untuk penyediaan alat-alat kesehatan penunjang seperti alat pendengar, kaca mata, kursi roda, tongkat bantu jalan, dan lainnya.
"Posyandu disabilitas yang kami bangun ini sudah beroperasi mulai 2019 dengan dukungan Dana Desa yang kami alokasikan sekitar Rp135 juta," ucap Kepala Desa Mata Air Benyamin Kanuk.
Dana Desa menjadi salah satu program Jokowi meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah pedesaan. (Tangkapan layar YouTube Puspen TNI)
Di Desa Muara Uya, Kecamatan Muara Uya, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Dana Desa senilai Rp143 juta digunakan untuk membangun jalan usaha tani sepanjang 450 meter.
"Jalan cor beton yang dibuat secara swadaya menjadi penghubung Desa Muara Uya menuju Desa Kampung Baru," kata Kepala Desa Muara Uya Achmad Syafi'i.
Jalan desa itu kini juga dapat menghubungkan Desa Muara Uya dengan kantor kecamatan setempat dan kawasan perumahan warga.
Sementara di Kampung Manggandisapi, Distrik Biak Kota, Kabupaten Biak Numfor, Papua, Dana Desa digunakan untuk membangun 10 unit rumah sehat bagi warga. Rumah tersebut berukuran 6x6 meter.
"Ada 10 rumah yang kami bangun dengan dukungan Dana Desa mencapai keseluruhan Rp480 juta atau sebesar Rp48 juta per rumah," ungkap Kepala Kampung Manggandisapi, Distrik Biak Kota Nimbrot Morin.
Rencananya, pembangunan rumah sehat bagi warga akan kembali dilakukan mengingat ada 170 kepala keluarga Kampung Manggandisapi yang menjadi sasaran pemanfaatan Dana Desa di daerah tersebut.
Berbagai hasil pembangunan dari alokasi Dana Desa terasa langsung bagi para masyarakat desa, meski anggaran tersebut digunakan untuk beraneka proyek sesuai kebutuhan di masing-masing daerah.
Ekonomi Warga Desa Membaik
Di sisi lain, berbagai hasil pembangunan turut memberi dampak perputaran uang di desa termasuk pendapatan bagi usaha kecil dan lapangan kerja bagi masyarakat.
Data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mencatat pendapatan warga desa meningkat dari kisaran Rp572.586 per kapita per bulan pada 2014 menjadi Rp1.028.896 per kapita per bulan pada 2023.
"Sepanjang penyaluran Dana Desa 2014-2023, pendapatan warga desa meningkat 80 persen," kata Kepala Badan Pengembangan dan Informasi Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Ivanovich Agusta.
Menurut catatan kementerian, peningkatan pendapatan warga desa lebih tinggi dari warga perkotaan yang meningkat sekitar 58 persen pada periode yang sama.
Maka tak heran, tingkat kemiskinan di pedesaan pun ikut menurun dari tahun ke tahun. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di perdesaan sebanyak 17,94 juta orang atau setara 14,21 persen dari total penduduk pada Maret 2015.
Sementara pada Maret 2024, jumlah penduduk miskin di perdesaan turun menjadi 13,58 juta orang atau setara 11,79 persen dari total penduduk.
Manfaat lain yang ketinggalan dari pemberian Dana Desa adalah peningkatan status desa berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM). Indeks ini membagi status desa menjadi mandiri, maju, berkembang, tertinggal, dan sangat tertinggal.
Status tersebut dinilai dari kinerja pembangunan desa berdasarkan aspek sosial seperti kesehatan, pendidikan, modal sosial, dan pemukiman. Kemudian turut melihat aspek ekologi yang mencakup kualitas lingkungan hidup dan potensi rawan bencana di desa.
Begitu juga dengan aspek ekonomi seperti produksi, akses distribusi, akses pusat perdagangan, akses lembaga keuangan, lembaga ekonomi, dan keterbukaan.
Berdasarkan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, jumlah desa mandiri sebanyak 840 desa pada 2019. Kini, jumlahnya sudah meningkat jadi 17.203 desa pada 2024.
Begitu juga dengan desa maju dari 8.647 desa menjadi 23.085 desa. Sementara desa berkembang turun dari 38.185 desa menjadi 24.517 desa dan desa tertinggal dari 17.626 desa menjadi 5.991 desa.
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan saat kegiatan pembukaan Temu Karya Nasional Gelar Teknologi Tepat Guna (TTG) XX dan Pekan Inovasi Perkembangan Desa/Kelurahan (PINDesKel) 2018 di Garuda Wisnu Kencana, Badung, Bali pada 2018. (Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)
Sementara desa sangat tertinggal meningkat sedikit dari 3.536 desa menjadi 3.817 desa pada periode yang sama.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengklaim keberhasilan pembangunan desa menurut IDM terjadi karena penggunaan Dana Desa tepat sasaran.
"Kalau di desa kan kecil ruang lingkupnya, itu yang kita sebut pembangunan desa sangat efektif karena level desa skupnya kecil, berbasis data mikro. Nggak mungkin salah sasaran karena jumlahnya kan nggak sebanyak itu, paling banyak hanya puluhan ribu itu pun di beberapa wilayah Jawa saja," kata Abdul Halim.
(asa/asa)