Fatamorgana Sepak Bola Menyerang Timnas Indonesia yang Berbuah Petaka

1 day ago 7

ANALISIS

Putra Permata Tegar Idaman | CNN Indonesia

Jumat, 21 Mar 2025 16:21 WIB

Timnas Indonesia mampu mengundang decak kagum dalam duel lawan Australia di Sydney. Sayangnya, kekaguman itu hanya berusia 15 menit saja. Timnas Indonesia menelan kekalahan saat menghadapi Australia dengan skor telak 1-5. (AFP/SAEED KHAN)

Jakarta, CNN Indonesia --

Timnas Indonesia mampu mengundang decak kagum dalam duel lawan Australia dalam laga Kualifikasi Piala Dunia 2026 di Sydney. Sayangnya, kekaguman itu hanya berusia 15 menit saja.

Timnas Indonesia benar-benar membuat gemetar suporter Australia yang menyaksikan tim kesayangan mereka berlaga di Sydney. Indonesia, tim yang punya ranking FIFA jauh di bawah Australia, ternyata bisa menghadirkan bahaya.

Dalam waktu singkat, Indonesia bisa menghadirkan bahaya besar. Sundulan Jay Idzes yang mengarah ke gawang dan tendangan penalti Kevin Diks benar-benar membuat Australia bergidik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sayangnya, Matthew Ryan tampil bagus dan melakukan penyelamatan super saay menepis sundulan Jay Idzes. Selain itu, Kevin Diks dinaungi ketidakberuntungan saat tendangan penaltinya membentur tiang.

Setelah membuat Australia gemetar di 15 menit awal, situasi berubah jadi runyam. Diawali kesalahan Nathan Tjoe-A-On yang berbuah penalti bagi lawan dan diselesaikan oleh Martin Boyle, Timnas Indonesia mulai berkali-kali memungut bola dari gawang sendiri. Di akhir pertandingan Indonesia kalah 1-5.

Boleh saja banyak orang berandai-andai tentang penalti Kevin Diks. Andai penalti masuk, situasi bisa berubah dan mungkin jalan pertandingan tidak seperti yang sudah jadi kenyataan yang terlihat di akhir pertandingan.

Asumsi itu bisa saja benar dan dipegang. Namun asumsi lain yang juga patut untuk dipegang adalah Timnas Indonesia terjebak dalam fatamorgana sepak bola menyerang dalam duel lawan Australia.

Sepak bola menyerang terlihat indah dipandang. Namun bagi Timnas Indonesia di babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026, sepak bola menyerang bukan pakem yang sepertinya benar-benar bisa dijalankan dengan hasil yang menguntungkan.

Dalam laga lawan Australia, garis pertahanan Indonesia diinstruksikan oleh Patrick Kluivert dengan sangat tinggi. Hal itu jelas berisiko besar terhadap serangan balik.

Satu bola lolos saja ke daerah pertahanan, itu berarti maut benar-benar hadir di depan mata. Hal itu yang terlihat pada proses gol kedua yang dicetak oleh Neshan Velupillay.

Kluivert harus paham benar bahwa mengatur koordinasi saat bertahan lebih sulit dibanding mengatur pola penyerangan. Karena itu ketika Kluivert memutuskan menggunakan pola empat bek dengan garis pertahanan yang tinggi, pola tersebut jelas mengandung risiko besar.

Dalam cara main yang terlihat, Kevin Diks, Mees Hilgers, bahkan Jay Idzes termasuk bek yang rajin ikut naik membantu serangan. Kevin Diks sering melakukan overlap, begitu pun Hilgers yang sering coba terlihat dalam distribusi bola dan menyusun serangan. Jay Idzes juga sering naik dan membantu serangan, terutama saat Indonesia mendapatkan skema bola mati.

Kondisi itu membuat lini belakang Timnas Indonesia yang punya garis pertahanan tinggi bakal makin tipis. Kluivert harus memetik pelajaran dari kesalahan yang dilakukan di laga lawan Australia.

Masalahnya, situasi di laga Indonesia lawan Bahrain tidak lagi serupa dengan saat menghadapi Australia.

Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>


Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi