Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Andalas Padang, Feri Amsari. (Miftahul Hayat/Jawa Pos)
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, kembali berkomentar mengenai penetapan Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai pahlawan nasional.
Melalui unggahan di akun Threads pribadinya, Feri menyebut bahwa langkah tersebut sebagai tanda kemunduran bangsa.
“Negeri yang berjalan mundur," kata Feri singkat, Senin (10/11/2025).
Dalam unggahan itu, Feri menyertakan pernyataan KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) yang menolak keras jika Soeharto diberi gelar pahlawan nasional.
"Gus Mus Keberatan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional," tertulis pada narasi yang diunggah Feri.
Dijelaskan bahwa terdapat sederet catatan sejarah kelam pada masa pemerintahan Soeharto.
Di antaranya, intimidasi Losarang jelang Pemilu 1971, pembunuhan kiai di banyak kota menjelang Pemilu 1971, dan pemaksaan dukungan terhadap Golkar kepada banyak kiai.
Bukan hanya itu, disebutkan juga bahwa pada era Soeharto terjadi pembakaran 140 rumah di Situbondo jelang Pemilu 1977, dan pencegahan Gus Dur dalam Muktamar ke-29 NU di Cipasung tahun 1994.
"Saya paling tidak setuju kalau Soeharto dijadikan pahlawan nasional," ucap Gus Mus dalam keterangannya yang beredar.
Gus Mus tercatat sebagai Mustasyar PBNU dan dikenal vokal mengingatkan agar sejarah kelam masa Orde Baru tidak dilupakan.
Sebelumnya, Juru Bicara PDIP, Mohamad Guntur Romli, menilai usulan menjadikan Soeharto menjadi pahlawan nasional sangat tidak masuk akal.
“Aku kok ngelihat negara ini semakin aneh ya, semakin gak ngerti,” ujar Guntur di trheads (9/11/2025).
Ia mengingatkan bahwa Mahkamah Agung telah memutuskan Soeharto dan ahli warisnya wajib mengganti kerugian negara sebesar Rp4,4 triliun akibat korupsi dana Yayasan Supersemar.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:


















































