Jakarta, CNN Indonesia --
Indonesia Memanggil (IM57+) Institute menjadi kuasa hukum penyidik KPK, AKBP Rossa Purbo Bekti yang digugat perdata Rp2,5 miliar oleh mantan kader PDIP yang merupakan terpidana kasus suap Agustiani Tio Fridelina di Pengadilan Negeri (PN) Bogor, Jawa Barat.
Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito memandang gugatan tersebut sangat berbahaya di tengah negara melalui aparat penegak hukum serius memberantas tindak pidana korupsi.
"Menangkap orang-orang yang menjadi tunggakan kasus sejak lama, tetapi dilakukan proses intervensi yang sangat luar biasa. Jadi, ini adalah upaya untuk mengatasi strategic litigation against public participation atau public interest," ujar Lakso di PN Bogor, Jawa Barat, Rabu (9/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain di PN Bogor, Rossa juga digugat di sejumlah pengadilan lain termasuk PN Jakarta Selatan. Dalam kesempatan itu, Lakso sangat menyayangkan sikap majelis hakim PN Bogor yang tidak membolehkan Biro Hukum KPK memberikan pendampingan hukum.
"Untuk itulah kita ingin menunjukkan bahwa Rossa Purbo Bekti tidak meng-hire pengacara dalam konteks komersial, tetapi di sini mereka meminta eks penyidik, termasuk saya, eks penyidik KPK dan teman-teman lainnya yang pernah bekerja di KPK sebagai pembela di dalam proses ini," kata Lakso.
Lakso menegaskan posisi IM57+ Institute berada di samping rekan-rekan penyidik KPK. Apa yang dilakukan Rossa, terang dia, sudah tepat dan benar.
"Kita melihat bahwa proses gugatan yang dilakukan itu sangat mengada-ada. Alasan gugatan mulai dari penolakan untuk berobat dan lain-lain di luar negeri sampai dengan mengapa perkara ini diproses kembali padahal sudah ada apa namanya, putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap," tutur Lakso.
"Perlu diingat kawan-kawan semua bahwa dalam pengembangan proses penyidikan, dalam pengembangan proses penyelidikan, dalam pengembangan proses penuntutan, itu sangat mungkin untuk dibuka adanya kasus baru, untuk melihat siapa saja yang berkaitan. Jadi, argumentasi yang dilakukan oleh pihak penggugat yang merupakan terpidana KPK, argumentasi yang sama sekali tidak dibenarkan," kata Lakso.
Sementara itu, Dewan Penasihat IM57+ Institute Novel Baswedan merasa prihatin dengan gugatan perdata kepada aparat penegak hukum yang sedang menjalankan tugasnya. Ia khawatir jika hal tersebut masif terjadi akan membuat penegak hukum menjadi takut dalam melaksanakan tugas sesuai amanat undang-undang.
"Dalam konteks ini kami sebetulnya atau paling tidak saya prihatin ketika ada penegak hukum digugat secara perdata. Bayangkan penegak hukum biarpun dia sebagai penyidik, penyelidik bahkan hakim ketika bekerja, mereka itu bekerja untuk dan atas nama negara dalam hal ini ada beberapa institusi tentunya, kalau kemudian penegak hukum justru digugat secara perdata, ini kita prihatin," ungkap eks penyidik KPK tersebut.
"Dalam pandangan saya, saya melihat ini adalah serangan balik kepada personal yang sedang melakukan tugas demi kepentingan negara dalam upaya pemberantasan korupsi," lanjut Novel.
Penasihat IM57+ Institute lainnya yakni Mochamad Praswad Nugraha memandang gugatan yang dilayangkan Tio salah alamat. Sebab, Rossa bertindak untuk dan atas nama pimpinan KPK dalam memberantas korupsi.
"Jadi, yang melakukan secara spesifik, ini kan gugatannya terkait dengan surat pencekalan yang melakukan pencekalan adalah lembaga KPK which is itu adalah negara, jadi salah alamat," terang Praswad.
"Seharusnya kalau misalnya memang mau diajukan ke PTUN bisa diajukan ke PTUN karena ini adalah tindakan negara yang diatasnamakan KPK karena KPK adalah lembaga negara," imbuhnya.
Sebelumnya, Agustiani Tio Fridelina melalui tim kuasa hukumnya yang dipimpin Army Mulyanto menggugat Rossa Purbo Bekti ke PN Bogor secara perdata.
Army mengatakan gugatan perdata dilayangkan karena Tio mengaku ditawarkan gratifikasi hukum oleh tergugat yakni Rossa Purbo Bekti ketika ibu rumah tangga itu berstatus sebagai saksi di KPK.
"Penggugat atau ibu Tio mengalami bentuk gratifikasi hukum dan juga intimidasi yang dilakukan oleh tergugat, ya, ini bapak Rossa Purbo Bekti, antara lain pak Rossa menyuruh ibu Tio untuk mengganti kuasa hukum karena pada saat itu, kuasa hukum yang mendampingi adalah dari kader PD Perjuangan, artinya saya dan rekan-rekan diminta untuk diganti karena memang saya kader dari Partai PD Perjuangan," kata Army pada Selasa (11/2).
Ia mengatakan Tio serius memperkarakan Rossa dengan menuntut ganti rugi Rp2,5 miliar terhadap aksi intimidasi dimaksud.
"Kami serius untuk mengajukan gugatan ini dengan dasar yang dimaksud tadi dan menuntut nilai ganti kerugian kepada bapak Rosa Purbo Bekti senilai atau sebesar Rp2,5 miliar terkait apa yang dialami oleh ibu Tio," katanya.
(ryn/kid)