Ilustrasi. (INT)
Oleh: Desy Selviana
(Pustakawan)
Biji kopi pertama di Sulawesi diyakini ditanam di lereng Gunung Latimojong sekitar tahun 1750. Terdapat dua versi asal usulnya. Sebagian sumber menyebut kopi dibawa oleh pedagang Gujarat dari Arab, sementara versi lain meyakini bahwa bibit kopi diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Istilah yang digunakan masyarakat Toraja turut memperkuat kedua versi tersebut. Kopi arabika disebut “Kaa” atau “Kahwa”, yang berasal dari kata qahwa dalam bahasa Arab. Sementara itu, kopi robusta dikenal sebagai “kopi Belanda”, karena bibitnya memang dibawa oleh pihak kolonial.
Gunung Latimojong merupakan puncak tertinggi di Sulawesi dengan ketinggian lebih dari 3.400 meter di atas permukaan laut. Kondisi geografis dan iklimnya sangat cocok untuk budidaya kopi arabika. Dataran tinggi ini membentang dari wilayah Toraja, Enrekang, Luwu, hingga Mamasa di Sulawesi Barat, dan menjadi kawasan penghasil kopi berkualitas tinggi sejak abad ke-18.
Dalam sejarah perdagangan lokal, kopi Toraja pernah menjadi sumber konflik antar kerajaan. Catatan Lontarak Enrekang menyebutkan bahwa pada tahun 1887 terjadi “perang kopi” antara para pedagang Kerajaan Luwu yang berusaha memonopoli perdagangan di Toraja dengan raja-raja setempat.
Raja Makale Lasokbaik, yang mewakili raja-raja Tallulembangna Toraja, meminta bantuan kepada kerajaan Sidenreng dan Enrekang untuk menghentikan monopoli tersebut. Konflik berlanjut hingga pasukan Kerajaan Bone di bawah pimpinan Lamaddukelleng ikut terlibat untuk memulihkan dominasi Luwu.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:


















































