Jakarta, CNN Indonesia --
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai keberadaan pagar laut di pesisir Tangerang (Banten), Jakarta Utara (DKI), hingga Bekasi (Jawa Barat) mencerminkan lemahnya pengawasan, baik dari pemerintah pusat, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) maupun pemerintah daerah (pemda).
"Pagar-pagar ini memang dibangun sejak era pemerintahan sebelumnya dan dibiarkan berkembang. Pagar-pagar ini beberapa muncul akibat ketakutan akan pembatalan izin," katanya di Jakarta, Sabtu (18/1) seperti dikutip dari Antara.
Keberadaan pagar laut itu, lanjutnya, jelas merugikan para nelayan yang beroperasi di sekitar kawasan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, Trubus juga menyoroti kerusakan ekosistem terumbu karang yang menjadi tempat hidup ikan akibat pembangunan pagar dari bambu itu.
Kendati sejumlah pihak mengklaim pembangunan pagar laut ini sudah melalui proses analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), Trubus mengkritisi implementasinya yang tidak berjalan sesuai rencana.
"Pemerintah lebih fokus pada aspek pajak dan retribusi, sementara persoalan lingkungan dan kesejahteraan nelayan kurang mendapatkan perhatian," ujar Trubus.
Meskipun demikian, dia mengapresiasi langkah terbaru dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menyegel lokasi pagar dan memastikan tidak ada kelanjutan pembangunan dari pagar laut itu.
Namun, menurutnya, langkah yang diambil masih bersifat jangka pendek. Dia mendesak ada solusi efektif, termasuk sanksi bagi pihak yang membangun pagar laut tersebut.
"Solusi jangka panjangnya harus jelas, yakni menghentikan aktivitas pembangunan pagar-pagar tersebut dan memberikan sanksi kepada pembuatnya," tegasnya.
Trubus juga mendorong pemerintah dapat menyeimbangkan kepentingan bisnis dengan keberlangsungan ekosistem dan ekonomi masyarakat pesisir. Terlebih, kebijakan pembangunan berbasis lingkungan saat ini menjadi salah satu prioritas di tengah kondisi perubahan iklim.
"Kebijakan yang diambil harus berpihak pada masyarakat nelayan dan lingkungan, bukan pada kepentingan bisnis yang rentan menyebabkan pelanggaran," ujarnya.
Dia berharap pemerintah bisa lebih fokus pada kebijakan yang mendukung keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan nelayan agar pembangunan kelautan di Indonesia dapat berjalan secara berkelanjutan dan menguntungkan bagi seluruh pihak.
Dorong pemerintah tegas cabut pagar laut
Sehari sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendorong pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terkait pemagaran laut yang terjadi di wilayah perairan Kabupaten Tangerang, Banten, dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
"Kalau memang berpihak kepada lingkungan, kepada nelayan, dicabut saja," kata Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna di Jakarta, Jumat (17/1).
Selain melakukan pencabutan, dia juga mengharapkan kementerian/lembaga terkait untuk mengidentifikasi pelaku yang melakukan pemagaran tersebut
Langkah tegas itu perlu dilakukan, jelasnya, karena kekhawatiran bahwa pembangunan pagar tersebut bertujuan untuk menjadikan lahan baru atau reklamasi. Hal itu berdasarkan adanya Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tatar Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031.
Di dalam Perda tersebut ditulis luas daratan 95.961 hektare ditambah dengan luasan kawasan reklamasi pantai seluas 9.000 hektare.
Terkait adanya rencana reklamasi itu, dia memperingatkan sejumlah dampak tidak hanya kepada lingkungan sekitar tetapi juga perekonomian. Secara khusus masyarakat yang berada di pesisir.
"Kalau dampak ekologis, yang pertama kematian terhadap terumbu karang. Yang kedua, kalau terumbu karang mati maka keragaman biodiversitas pantainya juga terdampak, ikan itu juga akan hilang," kata Mukri.
Dia mengatakan hilangnya ikan yang berada di sekitar pesisir pada akhirnya akan berdampak kepada nelayan yang harus mencari ikan lebih jauh ke tengah laut.
"Mereka itu double burden. Kerja untuk mendapatkan hasil, tetapi untuk menjawab kebutuhan BBM, untuk menjawab kebutuhan air bersih pun mereka tidak terpenuhi," jelasnya.
Sebelumnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI masih mencari dan menyelidiki pihak penanggungjawab dalam pemasangan pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer di laut pesisir pantura, Kabupaten Tangerang, Banten.
KKP RI telah melakukan penyegelan pagar hang membentang di laut Kabupaten Tangerang. KKP tak langsung mencabut dengan alasan mencari tahu dulu siapa pemilik atau mengaku memasang pagar laut tersebut.
Panjang pagar laut itu membentang 30,16 km itu berada pada wilayah 16 desa di 6 kecamatan dengan rincian tiga desa di Kecamatan Kronjo, tiga desa di Kecamatan Kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri, tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.
Pada Sabtu (18/1) dengan dibantu warga nelayan, TNI AL berdasarkan arahan dari Presiden RI Prabowo Subianto mulai membongkar pagar laut yang membentang 30,16 kilometer di Tangerang tersebut.
TNI AL menargetkan proses pembongkaran pagar laut misterius di Kabupaten Tangerang selesai paling cepat dalam 10 hari.
"Targetnya itu paling cepat 10 hari, 10 hari bukan dua bulan. Paling cepat ya, dengan cuaca tapi," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama I Made Wira Hady di lokasi pencabutan pagar laut kepada wartawan, Sabtu (18/1).
Pada kesempatan yang sama TNI AL menyatakan siap pasang badan jika ada pihak yang memprotes pembongkaran pagar laut misterius sepanjang 30,16 km di Kabupaten Tangerang tersebut.
"Apa pun itu kalau untuk kepentingan rakyat, Angkatan Laut, TNI khususnya kita akan tampil ke depan," kata Komandan Pangkalan Utama AL (Danlantamal III) Jakarta Brigjen (Mar) Harry Indarto kepada wartawan.
Baca halaman selanjutnya.