Ragam Respons Kampus soal Boleh Kelola Tambang

13 hours ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah kampus merespons rencana pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi. Rencana itu akan dituangkan dalam perubahan keempat RUU Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).

Salah satu respons datang dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Rektor Unair Prof Mohammad Nasih mengatakan setuju dengan usulan tersebut.

Menurutnya pemberian izin tambang tersebut adalah niat baik dari pemerintah yang harus dimanfaatkan sebagai solusi pembiayaan tinggi setiap kampus.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Niatan ini kan sudah dapat satu, artinya pahalanya sudah satu. Kalau niatan baik ini direalisasikan tentu kami akan menyambut dengan baik," kata Nasih, di Kampus B Unair, Surabaya, Jumat (24/1).

Kendati demikian, Nasih meminta pemerintah memberikan perguruan tinggi kesempatan untuk mengidentifikasi lokasi tambang terlebih dahulu, sebelum resmi mengelolanya.

"Kalau kemudian kita identifikasi itu bisa memberikan manfaat. Karena tujuannya untuk meringankan perguruan, tentu kita akan menyambut baik," katanya.

Nasih menilai pengelolaan pertambangan merupakan hal baru bagi perguruan tinggi. Maka hal itu perlu banyak pertimbangan sebelum kampus setuju dengan kebijakan tersebut.

"Bisnis tambang bukan urusan mudah, apalagi kalau tempatnya jauh, terpencil, dan seterusnya, ini bukan pekerjaan mudah. Mampukah perguruan tinggi mengambil investasi itu," ucapnya.

Karena itu, sambungnya, di masa awal pasti akan banyak pengorbanan, pertimbangan dan investasi yang harus keluarkan oleh perguruan tinggi. Ia ingin memastikan pihaknya benar-benar sesuai dengan ketentuan itu.

"Tinggal hitung-hitungannya nyucuk (untung) atau tidak, kalau enggak ya mohon maaf, kalau masih nyucuk ya tentu perguruan tinggi akan dengan senang hati bisa menerima kesempatan," ujarnya.

Sementara itu, Rektor Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar Abd Rakhim Nanda mengatakan keterlibatan kampus dalam pengelolaan tambang sebaiknya difokuskan pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan riset. Perguruan tinggi memiliki tugas pokok pada bidang pendidikan dan penelitian.

"Bukan langsung terjun ke ranah bisnis pertambangan. Kampus dapat mencetak sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh sektor pertambangan, baik melalui program studi khusus, seperti pertambangan atau geologi, maupun melalui program studi lain yang mendukung ekosistem pertambangan," kata Prof Rakhim, Sabtu (25/1).

Selain itu kontribusi kampus, sambungnya, dapat diwujudkan dengan melalui riset yang berorientasi pada pengembangan teknologi dan pengelolaan pertambangan yang berkelanjutan.

"Misalnya, riset yang mendukung praktik pertambangan ramah lingkungan dan meminimalkan kerusakan ekologis," ujarnya.

Respons juga datang dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Rektor UII Yogyakarta Fathul Wahid menolak keras usulan pemberian wilayah izin usaha pertambangan kepada perguruan tinggi.

Fathul menyentil fungsi utama kampus yang sejatinya menjadi gerbang keilmuan yang seharusnya netral.

"UII tidak setuju gagasan pemberian izin pertambangan ke kampus," kata Fathul saat dihubungi, Sabtu (25/1).

Ia memiliki sederet alasan atas penolakan ini. Pertama, menurut Fathul, industri ekstraktif sudah terbukti mengakibatkan kerusakan lingkungan, sebagaimana aktivitas pertambangan yang juga sering menyebabkan konflik, penggusuran, dan dampak negatif pada masyarakat lokal.

Apabila perguruan tinggi terjun ke dalam sektor ini, lanjut Fathul, maka jelas integritas akademiknya bakal dipertaruhkan.

"Mengapa? Karena temuan saintifik terkait dengan dampak buruk aktivitas pertambangan terhadap lingkungan dan manusia di sekitar lokasi akan cenderung diabaikan. Kampus karenanya bisa menjadi antisains. Selain itu, keterlibatan dalam aktivitas pertambangan dapat memunculkan erosi kepercayaan publik terhadap kampus," tegasnya.

Alasan kedua, kata Fathul, apabila IUP ini dianggap sebagai hadiah dari pemerintah, sangat mungkin kampus sebagai rumah intelektual akan semakin 'parau suaranya' ketika terjadi ketidakadilan atau penyalahgunaan kekuasaan. Ketiga, perguruan tinggi dikhawatikan terlena dari misi utamanya sebagai lembaga pendidikan.

"Orang Jawa menyebutnya sebagai 'melik nggendong lali'. Keinginan untuk menggapai sesuatu yang lain dapat melupakan dari misi awalnya. Kampus harus fokus menghasilkan karya akademik yang bermanfaat, mencetak generasi pemikir kritis dan agen perubahan, bukan justru terjebak dalam korporatisasi dan menjadi entitas bisnis semata," ungkapnya.

Sementara itu, Universitas Andalas (Unand) di Sumatera Barat (Sumbar) masih mengkaji secara komprehensif kemungkinan perguruan tinggi negeri itu terlibat atau tidak dalam mengelola tambang di Indonesia.

"Jika nantinya universitas diberikan kesempatan mengelola tambang tentu Unand akan menilai dulu track record yang kami miliki," kata Rektor Unand Efa Yonnedi di Padang, Sabtu (15/1).

Efa mengatakan untuk mengelola sebuah konsesi pertambangan sebagaimana yang termuat dalam revisi UU Minerba butuh kesiapan dan kecakapan dari segala aspek. Apalagi, selama ini perguruan tinggi, termasuk Unand hanya fokus kepada ranah pendidikan dan riset nasional atau sama sekali tidak pernah terlibat dalam pengelolaan tambang.

"Tentu kita harus memahami seluruh aspek mulai dari pengelolaan lingkungan, sumber daya manusia dan lain sebagainya," ujar eks Konsultan Bank Dunia tersebut.

Tidak hanya itu, Efa juga masih mempertimbangkan lebih jauh apakah nantinya betul-betul terlibat atau tidak dalam pengelolaan tambang di Indonesia. Sebab, kampus tertua di luar Jawa itu khawatir langkah ini bisa membuka peluang konflik kepentingan.

"Konflik kepentingan ini harus dihindari ketika kita masuk ke situ dengan cara menerapkan azas good government," tegas dia.

(fby/agt)

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi