Review Film: Ballerina

13 hours ago 4

Eve Macarro di tangan Ana de Armas rasanya dapat menjadi kandidat penerus John Wick yang pantas.

Jakarta, CNN Indonesia --

Ballerina ternyata bukan spin-off yang dibuat hanya untuk mengeruk cuan dari fan setia saga John Wick. Film ini membuktikan diri sebagai suguhan laga yang begitu menghibur dan sangat bersinar, bahkan di antara rilisan bergenre serupa sepanjang 2025.

Ballerina mengusung cerita yang kurang lebih mirip dengan empat chapter John Wick, yakni tentang balas dendam Ana de Armas sebagai pembunuh bayaran bernama Eve Macarro.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika balas dendam John Wick dipicu kematian anjing peliharaannya, Eve Macarro (Ana de Armas) melakukan misi balas dendam karena kematian ayahnya semasa kecil.

Dari titik ini, empat chapter John Wick dan Ballerina mulai terlihat mempunyai warnanya sendiri. John Wick fokus menampilkan usaha sang karakter utama terbebas dari High Table dan pensiun jadi pembunuh bayaran, sementara Ballerina justru mengungkap perjalanan awal Eve terjun ke dunia kriminal bawah tanah.

Len Wiseman, sang sutradara, bersama penulis skenario Shay Hatten menampilkan perjalanan itu sejak titik pertama ketika Eve Macarro masuk Ruska Roma, organisasi tempat calon pembunuh bayaran ditempa.

Namun, Len Wiseman tidak banyak basa-basi dalam mengisahkan kehidupan Eve menjelang resmi menjadi pembunuh bayaran. Bagian itu bahkan terasa seperti satu-satunya momen Ballerina berjalan dengan arus yang tenang, seolah pertanda badai segera tiba.

 Murray CloseReview film Ballerina: Ballerina mengungkap perjalanan awal Eve terjun ke dunia kriminal bawah tanah. (Lionsgate/Murray Close)

Ballerina sontak berubah menjadi parade aksi yang intens setelah Eve diizinkan Ruska Roma untuk mulai bertugas di lapangan. Sejak misi pertama melindungi seseorang bernama Katla Park (Choi Soo-young), Eve nyaris tak henti menghadapi musuh demi musuh dari segala sisi.

Len Wiseman cukup berhasil mengikuti jejak Chad Stahelski, sutradara John Wick, dengan menghadirkan rentetan action sequences dan koreografi yang segar sekaligus penuh akal.

Kreativitas itu melahirkan berbagai adegan laga yang ciamik, baik berupa adu tembak, bertarung jarak dekat, maupun saling tusuk. Wiseman juga menyuguhkan adegan laga itu dengan cara hardcore karena Eve membunuh musuhnya dengan ekstrem hingga mati berdarah-darah.

Satu hal lain yang mengesankan dari Ballerina adalah kemampuan Wiseman 'memberikan' benda-benda nyeleneh untuk dipakai Eve bertempur. Sang sutradara mempersenjatai Ana de Armas dengan pisau berpeluru karet, piring, remot televisi, bahkan sepatu ice skating.

Kegilaan ini tentu mengingatkan saya dengan cerita legendaris John Wick yang menghabisi tiga orang dengan pensil dan membunuh lawan menggunakan kartu remi. Rasanya, kesamaan ini pula yang membuat saya makin yakin Ballerina berada di jalan benar sebagai spin-off John Wick.

Cerita kemudian mulai mengerucut ketika Eve mendapat petunjuk tentang pembunuh ayahnya. Lewat Ballerina, pencinta semesta John Wick dikenalkan dengan sebuah sekte misterius yang dipimpin The Chancellor (Gabriel Byrne).

 Courtesy of LionsgateReview film Ballerina: Kehadiran John Wick (Keanu Reeves membalas rindu fan karena belum tentu dapat melihat aksinya lagi di semesta John Wick dalam waktu dekat.(Courtesy of Lionsgate)

Sekte itu sudah ada selama ratusan tahun dan semua pengikutnya dilatih menjadi tentara. Mereka juga memiliki permukiman sendiri di kawasan pedesaan di Hallstatt, Austria.

Ambisi balas dendam itu kemudian membawa Eve seorang diri menghadapi sekte tersebut dalam jumlah besar. Bukan hanya belasan atau satu peleton, tetapi satu desa berisi orang-orang bersenjata.

Misi balas dendam yang terlihat seperti misi bunuh diri itu pun menjadi klimaks sekaligus menu utama Ballerina. Namun, pada bagian ini pula saya sempat merenung tentang penulisan karakter Eve Macarro.

Eve begitu lihai dan brutal dalam menghabisi musuhnya meski baru lulus pelatihan. Saya dapat memahami naluri dan gaya bertarungnya yang sporadis karena usianya masih muda, beda dengan John Wick yang tingkat brutalitasnya relatif lebih terukur karena sudah bertahun-tahun menjadi pembunuh bayaran.

Oleh karena itu, rasanya terlalu dini jika Eve dibuat sanggup mengoptimalisasi begitu banyak benda untuk bertarung dengan jam terbang yang cenderung masih sedikit.

Namun, pertanyaan itu langsung sirna karena pikiran saya teralihkan dengan aksi Eve di Hallstatt yang terus tersaji tanpa henti. Rentetan aksi ini menjadi lebih spesial saat sosok yang dinanti-nanti akhirnya muncul di sepertiga akhir cerita.

John Wick (Keanu Reeves) hadir sebagai utusan Ruska Roma yang ditugaskan untuk menghentikan misi pribadi Eve. Kehadirannya membalas rindu fan karena belum tentu dapat melihat aksinya lagi di semesta John Wick dalam waktu dekat.

Pembunuh yang dikenal sebagai Baba Yaga atau The Boogeyman itu pun membuat keseruan adegan laga Ballerina menjadi berlipat setiap kali tampil di layar.

Sepertiga akhir cerita itu menjadi penutup yang mengagumkan dari 125 menit perjalanan Ballerina. Meski cerita balas dendam banyak ditemukan di film laga yang lain, eksekusi adegannya membuat Ballerina bertengger di level berbeda.

[Gambas:Video CNN]

Kualitas ini disempurnakan dengan penampilan menjanjikan dari Ana de Armas yang debut di saga John Wick. Ia bagaikan menasbihkan diri sebagai aktris laga yang menjanjikan setelah penampilan singkatnya dalam No Time to Die (2021) menyita perhatian.

Saya tidak akan heran, bahkan berharap banyak kepada studio agar melanjutkan perjalanan Eve Macarro sebagai pembunuh bayaran Ruska Roma di film-film lainnya.

Eve Macarro di tangan Ana de Armas rasanya dapat menjadi kandidat penerus yang pantas, terutama jika saga itu akhirnya mengizinkan Keanu Reeves pensiun dengan tenang setelah John Wick 5.

[Gambas:Youtube]

(end)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi