Rudy Keltjes, 'Beckenbauer Indonesia' yang Bergelimang Sukses

3 weeks ago 8

Jakarta, CNN Indonesia --

Rudy William Keltjes, gelandang yang sempat dijuluki Franz Beckenbauer-nya Timnas Indonesia meninggal dunia di Surabaya, Rabu (23/10).

Info awal meninggalnya Rudy dikabarkan Rully Nere, mantan pemain Timnas, di sebuah grup percakapan sepak bola. Tak berselang lama, mantan-mantan pemain lainnya membenarkan info tersebut.

"Berita duka. Telah meninggal dunia sahabat kita Rudy William Keltjes. Berita duka baru saya terima dari keluarga duka," kata Rully kepada CNNIndonesia.com.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rudy lahir di Situbondo, Jawa Timur pada 12 Februari 1952. Nama Rudy mulai mencuat setelah membawa Situbondo Junior melaju ke final Piala Soeratin 1972.

Sukses ini membuat banyak tim, utamanya tim Galatama, berminat mengontraknya. Namun Rudy lebih memilih tetap di Situbondo karena dapat jaminan kerja di pabrik gula.

Pemain berposisi bek tengah yang kemudian bertransformasi menjadi gelandang bertahan ini baru hengkang dari Situbondo Yunior pada 1975. Klub pilihannya adalah Persebaya Surabaya.

Pada musim pertamanya bersama Bajul Ijo, Rudy mempersembahkan gelar juara Perserikatan 1977. Dalam laga final Rudy mencetak gol kemenangan atas Persija dan dinobatkan jadi pemain terbaik.

Ketika itu banyak media massa menggambarkan gaya permainan Rudy dengan pemain Jerman, Franz Beckenbauer. Umpan-umpan Rudy disebut memanjakan lini depan.

Sukses ini membuatnya dipanggil ke Timnas Indonesia. Hampir setiap pemanggilan, utamanya untuk SEA Games sebagai agenda utama saat itu, nama Rudy selalu masuk.

Pada 1979, Rudy memutuskan membela Niac Mitra, klub kaya Galatama asal Surabaya. Perpindahan ini memaksanya keluar dari perusahaan Dolog (sekarang Bulog) Jawa Timur.

[Gambas:Instagram]

Bersama Niac Mitra, Rudy mempersembahkan dua gelar juara Galatama, yakni musim 1980-1982 dan 1982-1983. Kehadiran Rudy cukup vital dalam sukses Niac Mitra ini.

Setelah itu Rudy hengkang ke Yanita Utama, klub asal Lampung. Sama seperti di Niac Mitra, Rudy berhasil mempersembahkan dua gelar Galatama pada musim 1984 dan 1985.

Pada 1987, Rudy memutuskan gantung sepatu dan langsung memulai karier kepelatihan. Ia mengawalinya sebagai asisten Muhamad Basri di Niac Mitra dan langsung juara Galatama 1988.

Setelah itu karier kepelatihan Rudy makin mentereng. Unifikasi kompetisi pada musim 1994 membuat Rudy dipinang Persebaya, Persipura Jayapura, juga PSM Makassar.

Rudy kemudian banyak dikenal sebagai pelatih yang andal untuk usia muda. Ia banyak menangani tim-tim PON dan kerap berbuah medali. Ia juga sempat menangani Indonesia U-21 pada 2014.

[Gambas:Video CNN]

(abs/ptr)

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi