Denpasar, CNN Indonesia --
Ratusan jemaah di Masjid Baitul Makmur di Monang-maning, Desa Tegal Harum, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali, berbuka puasa dengan tradisi megibung, pada Minggu (9/3) lalu.
Tradisi megibung adalah ciri khas masyarakat setempat saat menjalani buka puasa bersama di masjid tersebut.
Para jemaah yang terdiri dari anak-anak, remaja, ibu-ibu hingga bapak-bapak terlihat tampak antusias buka puasa bersama, dengan melakukan tradisi megibung atau makan bersama di Masjid Baitul Makmur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum melakukan tradisi megibung ini, para jemaah awalnya berkumpul di halaman masjid dengan duduk bersila dan telah disiapkan takjil, seperti kurma dan segala jajanan pasar serta ada minuman penyegar seperti es buah dan minuman wedang uwuh hangat yang terbuat dari rempah-rempah.
Para jemaah laki-laki dan perempuan tidak berkumpul mereka terpisah dan diberi pembatas.
Saat azan magrib berkumandang, mereka berbuka puasa bersama dengan takjil dan aneka jajanan pasar yang telah disiapkan. Usai membatalkan puasa, para jemaah bergegas menuju tempat wudu dan melaksanakan salat magrib berjemaah.
"Tradisi megibung ini dilakukan tiga kali dalam Bulan Ramadan di Masjid Baitul Makmur," kata Yus Subianto selaku panitia sekaligus pengurus Masjid Baitul Makmur.
Setelah melaksanakan salat magrib, ratusan jemaah lalu menuju tempat megibung yang telah disiapkan sejak sore oleh panitia yang berada di lantai dasar.
Menu megibung yang disiapkan adalah nasi kebuli sapi yaitu nasi biryani dengan rempah-rempah khas dengan daging sapi yang empuk dan ditambah sayur mayur sebagai lalapan dan juga sambel serta kerupuk.
Menu nikmat itu, diletakkan di atas daun pisang yang dibawanya dilapisi plastik lalu diletakkan berbaris memanjang.
Ratusan jemaah lalu duduk bersila berhadap-hadapan dipisahkan daun pisang berisi makanan yang memanjang tersebut.
Lalu mereka membaca doa bersama sebelum menikmati nasi kebuli sapi itu dengan nikmat.
Yus Subianto menyebutkan, nasi kebuli yang dihidangkan menghabiskan sekitar 100 kilogram daging sapi. Dan, untuk nasi sekitar 80 kilogram yang terdiri atas campuran nasi biryani dan nasi biasa lalu diberi rempah-rempah sedap.
"Ramadan ini kita lakukan tiga kali untuk megibung ini. Nanti ada menu yang berbeda-beda," ujar Yus Subianto.
Panitia di masjid mempersiapkan nasi biryani yang digunakan untuk tradisi megibung di Masjid Baitul Makmur, Monang-maning, di Desa Tegal Harum, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali. (FOTO Kadafi).
Sumbangan jemaah
Adapun biaya untuk menggelar tradisi megibung di masjid tersebut, Yus mengatakan berasal dari sumbangan dari para jemaah yang bermukim di sekitar rumah ibadah itu maupun di luar Bali.
"Total dari jemaah semuanya yang tersebar di area terdekat bahkan dari luar kota seperti di Jakarta, dan melihat postingan kita di medsos dan mereka mentransfer yang kita berikan nomer rekeningnya di medsos kita," jelasnya.
Ia menyampaikan, untuk tradisi megibung ramadan tahun ini disiapkan 600 porsi nasih kebuli sapi dan tradisi ini sudah berjalan delapan tahun sejak dibukanya Festival Ramadan. Tradisi ini digelar sepekan sekali selama Bulan Ramadan yaitu sebanyak tiga kali selama Bulan Suci Ramadan.
"Secara ofisial sejak adanya Festival Ramadan ini dan ini yang kedelapan atau delapan tahun yang lalu. Tapi sebenarnya tradisi megibung ini dari pendahulu masjid sudah ada sejak dulu tapi tidak (seramai sekarang). Dan sebenarnya sejak masjid ini ada sudah ada tradisi megibung dan sekarang lebih banyak yang kita buat," ujarnya.
Salah satu jemaah yang ikut tradisi megibung di masjid tersebut pada awal Ramadan ini, Muhammad Saiful Arif mengaku senang. Itu adalah kali pertama dia ikut tradisi megibung di masjid tersebut.
"Hari ini baru pertama kali, alhamdulillah nikmat terus makanannya juga enak alhamdulillah pokoknya senang sekali. Saya sudah tau ada (tradisi megibung ini). Tapi baru pertama kali ikut," ujar warga Renon, Denpasar tersebut.
"Saya tinggal di Renon. Menunya alhamdulillah enak mantap, pas juga, senang. Insyaallah nanti kita akan jadwalkan lagi (ikut tradisi megibung ini)," ujarnya.
Hal yang sama diutarakan oleh Tias yang berasal dari Padang, Sumatera Barat. Dia menyatakan bahwa tradisi megibung ini sangat bagus dan diadakan setiap Bulan Ramadan.
Tias yang merupakan pedagang dan tinggal di daerah Monang-maning, dan sudah mengikuti tradisi megibung keduakalinya yang pertama di Bulan Ramadan tahun 2024 lalu.
"Dengan adanya megibung ini, biar nanti ke depannya umat muslim biar lebih kuat keimanannya, rukun dan damai buat kita semua. Kalau saya ikut megibung baru dua tahun ini," ujarnya.
Tradisi warga Bali
Yus mengatakan megibung sejatinya adalah tradisi warga asli Bali yang dimulai dari masak masakan khas traditional Bali secara bersama-sama, baik itu nasi maupun lauknya. Masakan itu lalu disajikan di satu lokasi, dan dimakan bersama-sama
"Harapan kami yang pertama masyarakat muslim yang di Bali mengenal budaya atau tradisi megibung yang merupakan tradisi masyarakat asli di sini. Bahkan kita muslim yang ikut di Bali tetap jadi orang Bali yang berakidah Islam tapi tradisinya kita tetap junjung tinggi," ujar Yus menceritakan tradisi megibung di masjid yang berdiri sejak dekade 1980 itu.
"Kedua membuat maraknya Bulan Ramadan tahun ini dan bisa membuat nyaman orang yang berpuasa dan menikmati menu-menu yang membuat mereka senang," imbuhnya.
(kid/kdf)