Airlangga Pede Dampak Perang Dagang ke Ekonomi RI Kecil

4 days ago 10

Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan Indonesia relatif siap menghadapi potensi perang dagang dan kebijakan tarif impor dari Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.

Pasalnya, kontribusi ekspor Indonesia ke AS terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dinilai sangat kecil.

Menurut Airlangga, ekspor Indonesia ke AS hanya menyumbang 2,2 persen terhadap PDB. Kondisi ini berbeda jauh dibandingkan negara seperti Vietnam, yang ketergantungannya terhadap ekspor ke AS mencapai 33 persen dari PDB mereka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ekspor kita ke Amerika itu hanya 2,2 persen dari kita punya PDB, berbeda dengan Vietnam 33 persen PDB mereka tergantung daripada ekspor. Sehingga dengan demikian kita bisa menahan akibat terhadap perekonomian kita. Jadi Amerika bukan satu-satunya market yang membuat kita susah, kita bisa antisipasi ini, Pak Presiden," ujar Airlangga dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (8/4).

Ia merinci saat ini pasar ekspor terbesar Indonesia justru didominasi oleh China dengan nilai ekspor mencapai US$60 miliar, disusul AS US$26 miliar, dan India US$20 miliar. Karena itu, pemerintah masih memiliki peluang untuk memperluas pasar ekspor ke negara-negara lain di luar AS.

Dalam jangka pendek, Airlangga menyebut pemerintah telah mengupayakan penguatan daya beli masyarakat sebagai strategi menahan dampak perlambatan ekonomi global. Beberapa program yang telah berjalan antara lain bantuan sosial (bansos), Tunjangan Hari Raya (THR), hingga stabilisasi harga pangan selama Ramadan.

Airlangga juga menambahkan pemerintah telah memberikan berbagai stimulus ekonomi seperti diskon tarif pada Januari-Februari 2025. Meski inflasi naik 1 persen pada Maret akibat berakhirnya periode diskon, Airlangga memastikan pemerintah tetap mendukung berbagai sektor, termasuk properti dan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) melalui insentif pajak pertambahan nilai (PPN).

Stimulus juga diberikan kepada industri padat karya, terutama untuk pekerja dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan. Pajak Penghasilan (PPh) mereka ditanggung pemerintah agar perusahaan tidak melakukan pengurangan tenaga kerja.

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp300 triliun, difokuskan pada sektor padat karya seperti makanan-minuman, tekstil, kulit, dan furniture. Airlangga mencatat sektor-sektor ini masih mencatatkan pertumbuhan positif, seperti makanan-minuman tumbuh 5,6 persen, tekstil 4,26 persen, kulit 6,83 persen, dan furniture 2 persen.

"Kreditnya Rp500 juta sampai Rp10 miliar bunganya disubsidi pemerintah 5 persen. Jadi apapun banknya, kalau kredit investasi 7-8 tahun, bunganya dari perbankan bisa 13-14 persen, masyarakat menikmati dipotong jadi 8 persen," ungkapnya.

Dalam jangka menengah, strategi pemerintah juga mencakup penguatan devisa hasil ekspor dan pengembangan bullion bank (bank emas) untuk memperkuat cadangan devisa nasional. Bila kebijakan ini dijalankan optimal, Airlangga memperkirakan devisa hasil ekspor dapat mencapai lebih dari US$100 miliar.

[Gambas:Video CNN]

Airlangga juga menyoroti potensi pasar di luar AS yang sangat besar. Dari total pasar perdagangan global, AS hanya mencakup 17 persen, sementara 83 persen lainnya bisa digarap melalui penguatan kerja sama dengan negara-negara seperti Uni Eropa, ASEAN, Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP), BRICS, dan Eurasia.

Ia menyebut pasar terbesar untuk produk food and apparel justru berada di Eropa, bukan di AS. Pemerintah juga mendorong aksesi Indonesia ke CPTPP dan bergabung dalam BRICS melalui New Development Bank sebagai strategi diversifikasi pasar.

"Dengan demikian, kita sudah punya aliansi berbagai negara secara multilateral," jelas Airlangga.

Ia memastikan di tengah ketidakpastian global, fundamental ekonomi Indonesia masih kuat. Airlangga menjelaskan APBN juga tetap berfungsi sebagai shock absorber, seperti yang sudah dilakukan saat pandemi covid-19.

"Posisi kita di ASEAN kuat, dan ASEAN tentunya perlu merespons karena ASEAN di Indo-Pasifik menjadi sangat penting," kata Airlangga.

(del/agt)

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi