Bahaya Wacana Zakat untuk Makan Bergizi Gratis dan Nasib Program Prabowo

1 day ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Wacana pemanfaatan dana non-APBN untuk membiayai program makan bergizi gratis (MBG) yang jadi andalan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mulai muncul.

Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin mendorong keterlibatan masyarakat dalam biaya program makan bergizi gratis, salah satunya lewat pendanaan yang bersumber pada zakat.

"Saya melihat ada DNA dari negara kita, dari masyarakat Indonesia itu kan dermawan, gotong royong. Nah, kenapa enggak ini justru kita manfaatkan juga," kata Sultan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Contoh bagaimana kita menstimulus agar masyarakat umum pun terlibat di program makan bergizi gratis ini. Di antaranya adalah saya kemarin juga berpikir kenapa enggak ya, zakat kita yang luar biasa besarnya juga kita mau libatkan ke sana. Itu salah satu contoh," imbuh dia.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengingatkan agar usul penggunaan dana zakat itu dikaji lebih dalam. Ketua MUI Bidang Dakwah Cholil Nafis mengatakan tak semua siswa sekolah miskin, sehingga tak sesuai dengan ketentuan pemberian zakat.

"Baiknya dikaji dulu. Karena dana zakat itu hanya untuk delapan macam [penerima] yang sudah ditentukan," kata Cholil kepada CNNIndonesia.com, Rabu (15/1).

PBNU juga berpendapat serupa. Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menilai lebih baik dana infak dan sedekah yang digunakan untuk membantu program tersebut.

Ia menuturkan pemanfaatan dana infak dan sedekah lebih longgar ketimbang penggunaan dana zakat.

"Saya kira kalau zakat ini mungkin perlu lebih dirinci. Karena zakat ini harus diterima oleh kelompok-kelompok yang spesifik yang di dalam wacana fikih sebagai kelompok-kelompok yang menjadi target yang diperbolehkan menerima zakat, tidak semua orang boleh ikut menerima," kata Gus Yahya.

Gus Yahya menerangkan penerima zakat telah diatur. Menurut ketentuan agama, ada delapan asnaf yang boleh mendapatkan manfaat zakat, di antaranya fakir, miskin, riqab atau hamba sahaya.

Merespons wacana itu,Kepala Staf Presiden (KSP) AM Putranto memastikan program MBG tidak akan menggunakan dana zakat. Menurutnya, sangat memalukan jika pemerintahan Prabowo memakai dana zakat untuk menyokong makan bergizi gratis.

"Tidak ambil ke dana yang lain-lain, beliau [Prabowo] sudah betul-betul luar biasa. Jadi tak ada dibilang ambil dari mana? Zakat. Wah itu sangat memalukan itu ya. Bukan seperti itu kami," kata Putranto di Kantor KSP, Jakarta, Rabu (15/1).

Putranto mengatakan dana makan bergizi gratis ditanggung APBN. Ia menegaskan Presiden Prabowo telah menganggarkan sebesar Rp71 triliun untuk makan bergizi gratis tahun 2025.

Minim pertanggungjawaban

Ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai ide menggunakan dana non-APBN untuk makan bergizi gratis mungkin muncul dari niat untuk membantu pemerintah mempercepat pelaksanaan program.

Namun, kata dia, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan secara mendalam sebelum ide itu diimplementasikan. Pertama, zakat, infak, dan sedekah adalah dana yang bersifat sukarela dan memiliki alokasi tertentu dalam syariat Islam.

Dana zakat memiliki delapan asnaf atau golongan penerima yang sudah diatur, salah satunya adalah fakir miskin. Pemberian dana zakat tak sesuai ketentuan bisa menimbulkan polemik.

"Apakah penggunaan dana zakat untuk program MBG memenuhi kriteria ini? Jika tidak, apakah ini akan menimbulkan polemik di kalangan masyarakat yang memberikan dana zakat mereka dengan niat tertentu?" kata Achmad saat dihubungi, Kamis (16/1).

Kedua, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana non-APBN patut dipertanyakan. Achmad mengatakan jika dana zakat dan infak digunakan untuk program pemerintah, mekanisme pelaporan dan pengawasan harus jelas untuk memastikan dana tersebut benar-benar sampai kepada yang membutuhkan.

"Kegagalan dalam hal ini dapat menimbulkan kecurigaan dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap program MBG maupun institusi yang mengelola zakat," ujarnya.

Guru Besar Ilmu Ekonomi Politik Universitas Paramadina, Didik J Rachbini, mengatakan dana non-APBN boleh saja menanggung program MBG, tetapi kewajiban tetap ada pada pemerintah lewat APBN.

Didik menyebut selama ini praktik memberi makanan sesama warga sudah banyak terjadi di lapangan tetapi belum terstruktur.

"Paramadina itu setiap minggu walau terbatas orangnya, sudah puluhan tahun kasih makan gratis ke orang. Masjid di Yogyakarta itu sudah belasan tahun, justru yang seperti ini harus digelorakan bersama-sama," kata dia.

Namun, kata Didik, jika pemerintah mau menggunakan dana zakat, maka lebih baik zakat yang tidak disalurkan lewat badan amil.

"Tapi zakat-zakat yang tidak lewat badan amil zakat pemerintah, itu boleh dijalankan, masyarakat lah gotong royong, tapi sukarela, kalau negara wajib," ujarnya.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik PH&H Public Policy Interest Group Agus Pambagio mengatakan secara hukum, menggunakan dana non-APBN seperti zakat dan infak memang tidak melanggar. Namun, Agus menyebut hal itu tidak benar secara tata kelola.

"Kalau organisasi merelakan, ya silakan, tentu umatnya harus rela, saya katakan ini tidak melanggar hukum tapi tata kelolanya enggak bener. Makan gratis ini dibiayai APBN," katanya.

Stabilitas program bisa terancam

Achmad Nur Hidayat berpendapat mengandalkan dana non-APBN untuk program sebesar MBG tentu berisiko.

Pertama, sifat sukarela dari dana zakat, infak, dan sedekah membuat pendanaannya tidak stabil. Jika target penerimaan dari sumber-sumber ini tidak tercapai, kelangsungan program bisa terancam.

Kedua, penggunaan dana non-APBN untuk program pemerintah dapat menimbulkan pertanyaan tentang komitmen negara dalam memenuhi kebutuhan dasar warganya.

"Jika pemerintah terlalu mengandalkan dana dari masyarakat, maka kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah untuk memenuhi janji kampanye dapat menurun," kata Achmad.

Ia menilai penggunaan dana non-APBN untuk mendukung program MBG harus menjadi opsi terakhir, bukan solusi utama.

Pemerintah, kata Achmad, harus berusaha maksimal untuk memenuhi kebutuhan anggaran melalui APBN seperti yang dijanjikan dalam kampanye.

Achmad menyebut wacana penggunaan dana zakat dan infak, meskipun berpotensi membantu, harus dipertimbangkan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kontroversi atau merusak kepercayaan masyarakat.

"Prabowo dan pemerintahannya masih dalam masa awal pemerintahan, dan publik tentu ingin melihat janji-janji kampanye direalisasikan sesuai dengan visi besar yang diusung," ujarnya.

(yoa/tsa)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi