Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menerima jajaran Gubernur di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Selasa (7/10). Foto: Instagram @s_tjo
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Muncul wacana agar kepala daerah mendapatkan tambahan insentif dari pendapatan asli daerah (PAD). Usulan ini muncul menanggapi kasus korupsi berulang yang dilakukan kepala daerah akibat tingginya biaya politik dan rendahnya kesejahteraan pejabat daerah.
Tambahan insentif ini dinilai bisa menjadi formula khusus untuk meningkatkan kesejahteraan kepala daerah, lantaran kepala daerah dianggap telah bekerja keras dalam meningkatkan PAD. Peluang penyalahgunaan kewenangan dinilai akan terus terjadi apabila tidak ada perubahan formula.
Anggota Komisi II DPR Muhammad Khozin menilai usulan tersebut bukan solusi yang ideal untuk mencegah korupsi bagi kepala daerah. Sebab dalam praktiknya, menurutnya, insentif bagi kepala daerah yang diambil dari presentase PAD telah berjalan lama sejak tahun 2000.
Ia menilai usulan tersebut kurang tepat lantaran dana insentif dari PAD sudah berjalan sejak lama.
"Praktiknya, dana insentif kepala daerah yang parameternya PAD di tiap-tiap daerah telah berjalan lama sejak 25 tahun silam, tepatnya diawali dari terbitnya PP Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah,” kata Khozin di Jakarta, Rabu (12/11/2025).
Selain praktik insentif PAD telah berjalan sejauh ini, menurut Khozin, filosofi insentif juga bagian dari stimulus atas kinerja kepala daerah. Ia memaparkan, dalam Pasal 9 ayat (1) dan (2) PP Nomor 109 Tahun 2000 telah diatur secara terperinci mengenai presentase dana insentif yang diterima kepala daerah atas capaian PAD di masing-masing daerah.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:














































