Denpasar, CNN Indonesia --
Polres Badung, Bali, menangkap dua Warga Negara (WN) asal Rusia berinsial AK (27) seorang perempuan yang merupakan muncikari dan MT (32) seorang laki-laki yang merupakan manajer.
Kedua warga asing ini berhasil ditangkap pada Jumat (10/1) lalu sekitar pukul 03.22 WITA di sebuah hotel Jalan Pantai Berawa, Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.
"Tersangka menawarkan beberapa pilihan wanita penghibur dari berbagai belahan dunia, termasuk beberapa kota di Indonesia kepada para pelanggan melalui situs website," kata Kapolda Bali Irjen Pol Daniel Adityajaya saat konferensi pers Mapolres Badung, Bali, Senin (13/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus prostitusi ini terbongkar, berawal dari informasi di sebuah website. Lalu, berdasarkan informasi itu pihak kepolisian Polres Badung melalukan penyelidikan. Selanjutnya, petugas melakukan penyelidikan di kalangan komunitas WNA Rusia dan mendapatkan informasi ada upaya pemesanan prostitusi seorang WNA Rusia yang terjadi di sebuah hotel daerah Canggu.
Kemudian tim melaksanakan pemantauan pada Jumat (10/1) sekitar pukul 03.22 WITA dan langsung menangkap dua orang warga asing asal Rusia bernisial DK yang merupakan pelanggan dan seorang perempuan berinisial EK yang merupakan PSK dan telah melakukan hubungan intim tanpa status yang sah.
Selanjutnya, dari penangkapan dua WNA itu pihak kepolisian melakukan penggerebekan di sebuah vila yang berlokasi di Banjar Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Polisi menangkap dua WN Rusia yakni AK dan MT yang diduga sebagai muncikari dan pengendali praktik prostitusi.
Setelah itu, mereka diketahui adalah mucikari jaringan internasional dan melakukan operasinya dari website yang dibuat oleh mereka.
"Betul jaringan internasional. Oleh karena itu operasionalnya menggunakan dunia maya. Sehingga bisa diakses seluruh negara, termasuk di Indonesia ada 12 kota. Website (porstitusi) tersebut sudah terhubung dan dapat diakses di 129 negara di dunia," ujar Daniel.
Sementara, untuk modus operandinya kedua WNA asal Rusia ini, untuk tersangka AK berperan sebagai pengendali di wilayah Bali. Dia pemilik rekening transaksi, memilih, dan mencantumkan nomer whatsapp PSK di website, dan membagikan uang hasil transaksi kepada PSK.
Selain itu, tersangka juga sebagai admin website di daerah Bali dan mengendalikan setiap wanita yang menjadi PSK. Tersangka MT berperan sebagai manajer.
"Yang bersangkutan sebagai manager dan sebagai operator untuk berkomunikasi dengan para pelanggan," ujarnya.
Sementara, untuk proses operasionalisasi website, pertama pelanggan atau konsumen membuka website lalu membuat akun baru. Setelah membuat akun, pelanggan memilih negara atau kota lokasi PSK yang diinginkan. Kemudian, pelanggan memilih PSK yang diinginkan melalui katalog yang ditampilkan di website.
"Bisnis prostitusi ilegal ini sudah berjalan kurang lebih dua tahun di Bali," ujarnya.
15 PSK, tarif Rp5,8 Juta
Kapolres Badung AKBP Teguh Priyo Wasono mengatakan dari hasil pengembangan sejauh ini ada 15 PSK yang dijajakan dua tersangka WN Rusia itu.
"Untuk kasus yang kami ungkap tersebut kami melakukan penyelidikan pada saat diamankan tersangka baru melakukan transaksi dengan satu pelanggan, dan dari pengembangan penyidikan terdapat 15 orang PSK yang ditawarkan," ujarnya.
Adapun tarif para PSK yang dijajakan dua WN Rusia itu sekitar Rp4,6 juta hingga Rp5,8 juta
Dari tarif itu, tersangka AK (27) yang merupakan pengendali atau muncikari mendapatkan 40 persen dan tersangka MT (32) yang merupakan manajer mendapatkan 10 persen, dan sisanya atau 50 persen adalah PSK-nya.
"Untuk uang setiap transaksi dikirim melalui bank atas nama (tersangka AK)," kata Irjen Pol Daniel.
Kedua tersangka ini, dijerat dengan pasal berlapis yaitu Pasal 45 Ayat (1) Undang-undang Nomor 1, Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-undang, Nomor 11, Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan ancaman pidana Undang-undang ITE penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar rupiah.
Kemudian, Pasal 2 Undang-undang 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang atau TPPO dengan penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun dan dengan denda paling sedikit RP 120 juta dan paling banyak RP 600 juta, dan Pasal 506 KUHP ancaman kurungan paling lama 1 tahun.
(kdf/kid)