Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap buronan kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos di Singapura pada Rabu (22/1). Paulus Tannos merupakan Direktur Utama PT Sandipamla Arthaputra.
Ia telah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP bersama tiga orang lainnya pada Agustus 2019.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tiga orang tersebut adalah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Isnu Edhy Wijaya; anggota DPR 2014-2019 Miriam S. Haryani; dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
PT Sandipala Arthaputra menjadi salah satu pihak yang diperkaya terkait proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut. Perusahaan itu disebut menerima Rp145,8 miliar.
Walaupun menjadi anggota konsorsium terakhir yang bergabung, perusahaan milik Paulus mendapat pekerjaan sekitar 44 persen dari total keseluruhan proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun.
Sebelum ini, KPK telah lebih dulu memproses hukum sejumlah orang, salah satunya mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Berikut beberapa fakta mengenai Paulus Tannos.
Kewarganegaraan ganda
Pada Agustus 2023, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan Paulus Tannos mempunyai dua kewarganegaraan, salah satunya adalah Afrika Selatan.
Kondisi tersebut yang membuat KPK gagal memulangkan dan memproses hukum Paulus saat menemukan yang bersangkutan di luar negeri beberapa tahun lalu. Saat itu, kata Asep, tim KPK sudah berhadap-hadapan dengan Paulus Tannos.
KPK juga mendapat informasi yang bersangkutan telah mengubah namanya.
Hingga Jumat (24/1), Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan buka suara mengenai kewarganegaraan itu dan dugaan korupsi di Indonesia.
Meskipun saat ini Tannos diduga telah menjadi Warga Negara (WN) Afrika Selatan, akan tetapi aksi korupsi tersebut dilakukan ketika masih menjadi Warga Negara Indonesia (WNI).
"Ketika dia sedang melakukan kejahatan itu dia warga negara apa? Dan saya kira belakangan dia baru pindah ke Warga Negara Afrika Selatan," ujarnya kepada wartawan, Jumat (24/1).
"Sementara ini kita masih menganggap yang bersangkutan adalah Warga Negara Indonesia," tambahnya.
Di sisi lain, Yusril mengatakan pemerintah saat ini juga masih menunggu tanggapan dari otoritas Singapura terkait status kewarganegaraan Tannos.
Apabila memang dipertanyakan, ia memastikan pemerintah akan memberikan bukti-bukti pendukung bahwa yang bersangkutan ketika itu pernah menjadi WNI dan terlibat aksi korupsi.
Terdeteksi di Singapura sejak 2024
Divisi Hubinter Polri menyebut Tannos terdeteksi berada di Singapura sejak akhir 2024.
Kadiv Hubinter Polri Irjen Khrisna Murti mengaku telah mengirimkan surat permohonan penangkapan kepada otoritas Singapura setelah mendeteksi keberadaan Tannos.
Setelahnya, kata dia, Divisi Hubinter Polri dihubungi otoritas Singapura bahwa Paulus Tannos telah berhasil ditangkap oleh Lembaga Antikorupsi Singapura.
"Tanggal 17 Januari kami dikabari attorney general Singapura, yang bersangkutan berhasil diamankan oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura," terangnya.
Paspor diplomat
Badan anti-korupsi Singapura, Biro Investigasi Praktik Korupsi (Corrupt Practices Investigation Bureau/CPIB), menyebut Tannos mengaku punya paspor diplomatik.
Selama pembacaan dakwaan di pengadilan pada Kamis (23/), pengacara Tannos mengatakan klien dia memiliki paspor diplomatik dari negara Afrika Barat Guinea-Bissau.
Namun, Penasihat Negara menyatakan Paulus tak punya kekebalan diplomatik karena tidak diakreditasi Kementerian Luar Negeri Singapura.
Ekstradisi
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan proses ekstradisi Tannos dari Singapura tengah dilakukan dan bisa selesai dalam satu atau dua hari.
Supratman mengatakan dokumen ekstradisi untuk Tannos akan diajukan terlebih dahulu ke Pengadilan Singapura. Jika dinyatakan lengkap, kata dia, proses ekstradisi akan langsung dilakukan.
"Semua bisa sehari, bisa dua hari tergantung kelengkapan dokumennya. Karena itu permohonan harus diajukan ke Pengadilan di Singapura. Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap ya pasti akan diproses," ujar Supratman kepada wartawan, Jumat (24/1).
Ia menambahkan saat ini Kementerian Hukum juga telah menerima permohonan ekstradisi Tannos dari Kejaksaan Agung. Surat itu sedang diproses Direktorat Otoritas dan Pusat Hukum Internasional.
(lom/chri)