Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi I DPR RI telah menggelar rapat panitia kerja (panja) untuk mengebut pembahasan revisi UU 34/2004 tentang TNI atau RUU TNI selama dua hari pada akhir pekan lalu yakni Jumat (14/3) dan Sabtu (15/3) di hotel bintang lima, Fairmont, Senayan, Jakarta.
Rapat tertutup itu disebut berlangsung maraton bahkan hingga malam hari sehingga para anggota dewan harus menginap di hotel tersebut.
Namun, rapat tertutup bersama pemerintah di hotel mewah tersebut menuai kontroversi hingga gelombang kritik masyarakat sipil. Sebab, pembahasan RUU dinilai tidak transparan, terlalu terburu-buru, dan ironi di tengah efisiensi anggaran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di tengah sorotan publik terhadap revisi Undang-Undang TNI, Pemerintah dan DPR justru memilih membahas RUU ini secara tertutup di hotel mewah pada akhir pekan. Kami memandang langkah ini sebagai bentuk dari rendahnya komitmen terhadap transparansi dan partisipasi publik dalam penyusunan regulasi yang berdampak luas terhadap tata kelola pertahanan negara," demikian pernyataan koalisi sipil yang diterima Sabtu (15/3) malam.
Dan, berikut fakta-fakta rapat tersebut berdasarkan rangkuman CNNIndonesia.com:
Koalisi sipil geruduk rapat
Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan menggelar aksi penolakan rapat panja RUU TNI yang digelar di salah satu hotel mewah di Jakarta Pusat tersebut.
Tiga orang massa aksi membawa poster dengan narasi kritik dan langsung menyelinap masuk ruang rapat sekitar pukul 17.49 pada Sabtu lalu.
Setelah ditarik dan didorong keluar dari ruang rapat oleh petugas keamanan hingga terjatuh, mereka tetap melancarkan aksi penolakan atas RUU TNI dengan berteriak dan meminta rapat dihentikan.
"Bapak ibu yang terhormat, yang katanya ingin dihormati, kami menolak adanya pembahasan di dalam, kami menolak adanya Dwifungsi ABRI, hentikan proses pembahasan RUU TNI," kata Wakil Koordinator KontraS Andri Yunusdi lokasi itu.
ABRI adalah tentara Indonesia di masa Orde Baru yang dipimpin Presiden kedua RI Soeharto. Setelah gelombang reformasi 1998 yang menjatuhkan Soeharto, ABRI berubah jadi TNI dan dwifungsinya dihapus.
Alasan DPR gelar rapat di hotel mewah
Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar mengklaim rapat di hotel bintang lima untuk membahas RUU TNI itu sudah sesuai aturan karena rapat sangat mendesak.
Ia merujuk pada aturan Tata Tertib DPR Pasal 254 yang mengatur kegiatan rapat yang sangat mendesak diperbolehkan dilakukan di luar Gedung DPR.
"Kita bicara aturan dulu gitu ya, aturan berkaitan dengan rapat-rapat dengan urgensitas tinggi itu dimungkinkan untuk tidak di gedung DPR," jelasnya kepada wartawan, Sabtu (15/3).
Indra mengklaim hotel Fairmont juga dipilih karena sesuai dengan anggaran yang dimiliki oleh DPR setelah membandingkan tempat lain.
"Kita sudah menjajaki juga ke beberapa tempat. Ada 5-6 tempat yang sudah dijajaki, tapi yang available ya cuma ini, dan pertimbangannya tentu karena ada government rate yang ASBM-nya [Alokasi Satuan Biaya Masukan) terjangkau dengan standar DPR," tutur dia.
Lebih lanjut, Indra menjelaskan rapat digelar di hotel bintang lima ini karena para anggota rapat membutuhkan waktu istirahat. Sebab, rapat digelar secara maraton.
"Karena rapat-rapat ini sifatnya maraton bisa jadi selesai bukan malam tapi dini hari gitu ya. Jadi butuh waktu istirahat dan paginya harus mulai lagi gitu ya," kata Indra yang juga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kelengkapan rumah jabatan anggota (RJA) DPR di KPK itu.
Rantis Koopsus kawal rapat
Saat rapat panja DPR di gelar di Fairmont, terlihat di luar hotel itu diparkir sejumlah kendaraan rantis milik TNI.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Hariyanto membenarkan adanya kendaraan taktis (rantis) bertuliskan Koopssus TNI atau Komando Operasi Khusus TNI yang berjaga di depan Hotel Fairmont saat rapat panja RUU TNI.
Hariyanto mengklaim keberadaan rantis yang turut beredar dan menjadi perbincangan di media sosial itu sekadar untuk bantuan pengamanan.
"Perbantuan pengamanan saja. Rapat Panja DPR RI, Menhan, dan beberapa kementerian yang ditunjuk," kata Hariyanto kepada CNNIndonesia.com, Minggu (16/3).