Semarang, CNN Indonesia --
Kontraktor proyek pengembangan dermaga jetty pada Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) membantah tudingan menggunakan material ilegal.
Ketegasan ini disampaikan oleh dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Brantas Abipraya dan PT Pelindo yang merupakan pelaksana dari proyek dermaga tersebut.
"PT Brantas Abipraya dan Pelindo sejak awal sudah menyampaikan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi, dari penentuan pemenang subkon kita minta perizinan Galian C, kemudian kita ke lokasi lihat ketersediaan, ketepatan titik lokasi sesuai dokumen dan secara kualitas kita uji materialnya di laboratorium," ujar Project Manager PT Brantas Abipraya Hegar Mityas di Batang, Jumat (11/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hegar juga menyebut bila pihaknya rutin melakukan pemantauan terhadap material-material yang datang ke proyek sehingga akan diketahui bila material tersebut diambil dari tempat lain.
"Kita mengawal, terus memantau. Jadi secara visual kita akan tahu, termasuk ketersediaan stok di query. Jadi pasti akan kelihatan bila itu diambil dari tempat lain," kata Hegar.
Hal senada juga disampaikan Pimpinan Proyek Batang Pelindo Muhammad Pelindo yang merasa yakin tidak material ilegal yang masuk di Pelabuhan Dermaga Jetty.
"Kami juga mengawasi secara ketat terkait izin-izin pekerjaan sehingga pasti tidak mungkin ada material dari query ilegal," jelas Fathoni.
Kemunculan masuknya material ilegal ke proyek Pelabuhan Dermaga Jetty yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) KITB ini disampaikan oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Aneka Usaha yang mengirimkan surat kepada Penjabat Bupati Batang pada 30 September 2024.
Dalam suratnya, Direktur Perumda Aneka Usaha Adi Pranoto menyampaikan bila saat ini sedang marak terjadinya penjualan material bukan logam khususnya tanah urug yang dijual secara ilegal ke proyek pembangunan KITB, dimana harga yang dipatok juga tidak sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah nomor 543/8 tahun 2024.
"Hal ini terus berlanjut dan berdampak pada proses penjualan disposal material penataan lahan yang jelas-jelas merugikan para pelaku usaha yang legal," ujar Adi dalam suratnya.
Adi juga menegaskan bila legalitas atau proses kegiatan eksplorasi dan pengeluaran disposal material penataan lahan telah ditetapkan dan dimiliki resmi oleh Perumda Aneka Usaha Kabupaten Batang. Namun, pada praktiknya, tidak pernah dilibatkan oleh manajemen proyek KITB.
"Kami Perumda dapat surat resmi ijin penambangan batuan untuk komoditas tanah urug. Resmi dan legal, tapi yang dipilih masuk kok malah yang dari galian-galian ilegal," jelas Andi.
Andi pun juga menyebut keberadaan KITB tidak membawa dampak yang signifikan pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Batang khususnya terkait pembagian pekerjaan.
"Ya hanya pajak-pajak itu, PBB dan sejenis itu. Kalau yang jenis pekerjaan, sampai saat ini nggak ada, minta pekerjaan jasa kebersihan atau perawatan taman saja tak diberi. Hanya janji-janji saja", jelas Andi.
Maraknya material ilegal ke proyek PSN seperti di KITB inipun juga disoroti oleh Lembaga Kajian Hukum dan Kebijakan Publik Omah Publik.
Aktivis Omah Publik Patria Palgunadi menduga terjadi praktek kong-kalikong yang melibatkan beberapa pihak dari masuknya material ilegal ke KITB.
"Ini harus ditarik dulu dari hulu. Material ilegal pasti lokasi tambangnya ilegal, kegiatan penambangannya juga ilegal, tak berizin. Kenapa dibiarkan, ada apa dan siapa saja, pasti jelas lah. Kemudian, material ilegal tersebut bisa masuk proyek, KITB kelas PSN lagi, tidak mungkin tanpa ada kong-kalikong dengan orang dalam. Sementara, yang dari Perumda jelas resmi legal malah tidak dipakai," ungkap Patria.
Patria pun menduga pihak manajemen proyek KITB pasti berdalih soal harga lebih murah sehingga dipilih material ilegal.
"Nanti kan alasannya klasik, harga lebih murah. Kalau begitu, kenapa dibuat aturan patokan harga, bebaskan saja tidak usah diatur. Mau ilegal atau legal, mana yang murah, ambil saja. Tapi apakah ini yang akan dicontohkan Pemerintah dalam membangun proyek PSN maupun yang lain. Semoga ini didengar pak Jokowi ataupun pak Prabowo nanti," jelas Patria.
(dmr/sfr)